PART 6

1285 Kata
"Ck!" Gavin mendecak, entah kesal karena Aily atau pada dirinya sendiri. Dengan cepat mengambil kotak P3K diatas kulkas. Bahkan tak menghiraukan tanya dari Bi Surti. "Ya ampun, Non Aily kenapa?" tanyanya panik saat melihat lengan Aily yang sedikit mengeluarkan darah. Juga pipinya yang tergores akibat serpihan gelas yang Gavin banting. Aily menangis dalam diam. Menunduk takut saat Gavin mengobati lengannya. "Biar Gavin yang obatin Aily. Bibi bisa tolong beresin pecahan gelasnya?" "O-oh, baik, Den." Gavin memberikan obat merah pada luka dia bagian lengan Aily. Gadis itu meringis perih "Maaf," Gavin merasa bersalah, tentunya. Tak seharusnya ia bersikap seperti tadi, harusnya ia bisa lebih menekan emosinya. Harusnya ia sudah terbiasa dengan semua sikap kekanak-kanakan Aily. "Maaf," lirih Gavin untuk kesekian kali. Gavin membalut luka Aily dengan plester. Sedangkan luka di pipi hanya Gavin oleskan obat saja sebab hanya berupa goresan kecil. Aily mengusap air mata dengan kedua punggung tangannya. "Gavin jangan bentak Aily. Aily akan bersikap baik, kok." Gavin tersenyum. Mengusap pipinya dan mengucap kata maaf lagi. "Aily nggak usah sekolah, istirahat aja." Aily mendecak. "Aily kan, nggak sakit. Aily mau sekolah!" Gavin memejamkan matanya, mematri senyum kendati setengah terpaksa. "Iya, Aily sekolah." Aily mengambil tas dan berlari menuju mobil Gavin yang sudah terparkir apik sejak pagi. Gavin menghela napas sejenak, meminta maaf pada Bi Surti karena telah di repotkan oleh mereka. Setelahnya Gavin menyusul Aily. Menghadapi Aily memang perlu kesabaran dengan tingkat lebih tinggi. *** "Lo bedua tau gak?" "Harus banget gue tau?" timpal Ray dengan tatapan datarnya. Elvan mendecak sebal. "Gue belum ngomong!" "Yaudah apa!" balas Ray sewot juga. "Tetangga gue, katanya sebelum berangkat ngojek, makan semangka sama kopi pagi-pagi." Ray menyimak, kan lumayan dapat ilmu pagi-pagi begini. "Terus?" "Beberapa menit kemudian, dia nggak bisa liat apa-apa." Ray menelan saliva susah payah. Cukup menyeramkan hanya karena makan semangka dan kopi akibatnya jadi seperti itu. "Buta maksud lo?" Elvan menggeleng. "Ternyata, setelah di teliti, dia gak bisa liat karena pake helmnya kebalik." Ray yang sudah menyimak dengan serius pun menatap datar. Waktu satu menitnya terbuang sia-sia karena obrolan tidak berguna dari Elvan. "Satu menit berharga gue ilang. Lo kalo ngasi informasi yang berguna. Masih pagi udah nggak bermanfaat hidup lo." Elvan tertawa melihat kekesalan Ray. "Dari pada lo nonton terus, nabung dosa!" Dan tertawa lagi sebab Ray semakin kesal karena ulahnya. "Berisik lu bedua, mending hafalin rumus, ntar ulangan harian matematika." Akhirnya manusia dingin pertama bicara. Siapa lagi kalo bukan Al. Ray dan Elvan saling menatap lalu kompak bersenandung. "Matematika ilmu yang menyeramkan~" Sementara itu diwaktu yang sama, di Koridor sekolah yang ramai kini sepi kembali. Jangan tanya kenapa, karena sudah pasti itu akan terjadi jika Gavin berjalan ditengahnya, apalagi dengan Aily. Gavin kembali mendengar bisikan para siswi yang senang sekali mengghibah. Namun agaknya itu akan menjadi hal biasa mulai sekarang. Sedangkan gadis disampingnya hanya fokus pada lamunan hingga tak sadar jika sedikit lagi ia akan menabrak papan mading. Bruukk Dan benar saja, dahi Aily terantuk papan itu dan terduduk seketika. Meringis kesakitan sembari memegang dahinya yang terantuk papan. Tak sedikit juga orang yang tertawa saat melihat adegan itu. "Awshhh, sakit. Nanti Aily pindahin papan-nya ke gudang!" kesal Aily sambil mengusap dahi. "Aily gak apapa?" Gavin ikut berjongkok, menatap Aily khawatir. "Nanya lagi! Ya sakitlah!" Gavin tercengang akan jawaban ketus Aily. "Kita ke UKS sek—," "Permisi, ruang kepala sekolah dimana ya?" Sejenak Gavin hanya terpaku seraya terus memandangi seorang gadis yang berdiri didepannya. Rambut hitam kecoklatan, mata mulat dan hidung mungil mancung menunjukkan aura kedewasaan dan keanggunan. Apalagi senyumnya seolah menenangkan. "Permisi?" ulang gadis itu karena tak kunjung mendapat balasan. Gavin terkesiap, menetralkan kembali reaksinya lalu menolong Aily untuk bangun terlebih dulu. "Ruang Kepsek? Lurus aja belok kiri terus belok kanan di ruangan kedua," jelas Gavin namun mendapat kerutan di dahi gadis itu. "Bisa anterin gak? Aku gak tahu," balas gadis itu sedikit terkekeh canggung. Gavin kembali terpaku, namun masih dengan raut wajah biasa saja. "Anterin, ya?" monolog Gavin. Ia ingin menolong, tetapi tak mungkin meninggalkan Aily dan berakhir dengan raungan gadis manja ini. Juga, ia merupakan ketua OSIS di sekolah ini. Meski sebenarnya akan lengser beberapa minggu kedepan. "Boleh–," "Ayo ke UKS. Liat, ini ada darahnya." Aily menyela pembicaraan Gavin dengan gadis itu. Entah kenapa Aily tidak suka dengan tatapan Gavin pada murid baru cantik di depannya ini. "Kamu ke UKS sendiri, bisa kan? Gavin anterin dia dulu. Okay?" Aily memegang tas Gavin, kemudian menggeleng. "Enggak okay." "Pokoknya Gavin harus anterin Aily!" lanjut Aily dengan bibir mengerucut kesal. "Jangan mulai, Gavin Ketua OSIS disini, ini tanggung jawab Gavin." "Gak boleh!" keukeuh Aily, pun Gavin menghela napas panjang dan tersenyum canggung karena perdebatan mereka ditonton oleh murid baru itu. "Aily," dingin Gavin. Namun gadis itu tetap memegang seragam Gavin. "Kalo nggak bisa nggak papa, saya nanya sama yang lain aja." Setidaknya, ada sedikit rasa kecewa dalam sudut hati Gavin. Gadis itu hendak melangkah, namun terhenti saat suara seseorang menyapa. "Hai Ly." Aily menoleh kearah Cleo dan Kirana yang baru saja tiba disekolah. Perlahan Gavin melepas genggaman Aily. "Sama Cleo, okay?" "Cle, anterin Aily ke UKS, gue mau nganterin anak baru ke ruang Kepsek." Setelahnya Gavin pergi bersama murid baru itu tanpa tahu jika Aily kini tengah menangis. Gavin-nya lebih peduli dengan orang lain, Aily merasa tersingkir seperti anak kecil yang merasa orang tuanya hanya menyayangi adiknya. "Ini pipi sama tangan lo kenapa?" Aily tak mengindahkan tanya dari Kirana. Pun mereka saling menatap. Lalu kembali diam sebab tahu pasti akan hubungannya dengan Gavin. "Udalah Ly, Gavin mungkin cuma nunjukin jalan buat anak baru itu. Jangan dipikirin okay?" bujuk Cleo karena Aily terus diam. Pertama kali dalam hidup, seorang Aily merasakan cemburu. "Ayo masuk, bentar lagi bel." Ketiga sahabat itu lalu beranjak menuju kelas setelah mengobati luka di dahi Aily. *** "Dia murid baru disekolah kita, namanya Adele Keisya Agatha. Kalian bisa panggil Keisya, silahkan kamu duduk disamping mejanya Gavin, ya." Saat Keisya berjalan menuju mejanya, sorakan dan godaan terdengar. Apalagi Ray yang memang sedikit jelalatan seperti om-om buncit genit yang kurang belaian kasih sayang. "Aah Neng Keisya cantik banget dah. Salam kenal abang Ray paling tampan, paling imut, lucu walau tak terlalu tinggi, pipi tirus dan kulit p—," "Hitam!" sambung Elvan, saking gedeknya sama Ray kalau sudah bertemu cewek cantik. "Lu mo kenalan apa mo ngamen hah? Ribet amat lu, tadi aja nonton taraktakdung lo bilang cantik. Nonton cewek yang lagi makan pentol lo bilang cantik. Semua orang lu kata cantik, ajak jadian. Monyet noh lu ajak jadian." Elvan bergerak memperagakan, pun mengundang gelak tawa seisi kelas.Pak Kepsek dan Pak Budi hanya menggelengkan kepalanya. "Iri bilang gaess," balas Ray, sembari mendengus kesal. "Udah diem! Kalian ini ribuuut aja kerjaanya. Belajar yang bener." "Kalau begitu saya permisi dulu Pak Budi," sela Pak Kepsek dan berlalu pergi sementara Ray dan Elvan hanya nyengir bagai kuda. "Hai, kita ketemu lagi," sapa Keisya pada Gavin dengan senyum indahnya setelah ia duduk disebelah meja Gavin. "Hmm," balas Gavin. Keisya mendengus pelan. Saat duduk tak sengaja Keisya melirik ke belakang dan.. Deg! Hatinya berdegup sangat kencang kala melihat Al menatapnya datar namun tajam. Kenapa ia baru menyadari keberadaan pemuda b******k itu? Dengan cepat ia berbalik, menghirup napas dan mengeluarkan perlahan. Tak menyangka jika ia akan bertemu dengannya lagi, lagipula, kenapa saudara tololnya yang duduk di ujung itu tidak memberitahu dirinya sama sekali? Baiklah, sekalian saja. Gue kembali, Al. Mari kita lihat, sambutan seperti apa yang akan gue terima.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN