Suami Keji
"Boleh Kak bajunya, nih juga ada kaos buat cewek ada buat cowok juga ada. Yuk tinggal pilih aja tinggal pilih-pilih aja boleh kok harganya cuma empat puluh lima ribuan aja yuk dipilih, Kak."
Naura Maudy, wanita cantik berambut panjang itu dengan ramah menyapa orang-orang yang lalu lalang di depan toko yang ia jaga. Ia mempromosikan dagangannya itu agar mereka mampir dan membeli dagangannya tersebut.
"Kaosnya berapaan, Kak? Tapi saya mau lihat-lihat dulu ya siapa tau saya cocok kan nanti saya beli," ujar ibu ibu yang mendatangi toko Naura.
Naura memberikan senyuman ramahnya pada ibu ibu itu. Senyum ramah adalah salah satu cara agar menarik pembeli menurutnya.
"Boleh kok, Ibu. Iya lihat-lihat dulu nggak apa-apa kok. Kalau untuk harga kaosnya cuma empat puluh lima ribu aja, Bu," jawab Naura dengan sopan.
Ibu itu tersenyum lalu ia pun mulai melihat-lihat baju itu. "Mbak, kalau yang warna hijau ada nggak ya soalnya saya suka warna hijau. Ada nggak ya yang warna itu?"
"Warna hijau ya, Bu? Oh ada kok sebentar ya saya ambilin dulu." Naura pergi untuk mencarikan baju yang ibu itu inginkan. Setelah ia berhasil menemukannya ia pun kembali membawa baju warna hijau itu dan menyerahkannya pada ibu itu.
Ibu itu tersenyum senang. "Wah ternyata beneran ada ya, ya udah deh saya mau beli baju yang warna ini satu terus juga warna biru untuk adik saya."
Naura tersenyum lembut. "Baiklah, Ibu. Sebentar ya bungkus dulu," katanya.
Naura menyerahkan paper bag itu kepada ibu itu dan ia telah menerima uang pembayarannya.
"Alhamdulillah hari ini udah ada yang beli," ucap Naura bersyukur.
"Eh Naura! Kamu tuh katanya tadi datengnya telat ya?" tegur bosnya yang baru saja masuk ke dalam toko yang membuat Naura terkejut dibuatnya.
Naura berbalik dan menghadap bosnya itu. "Iya, Bu tadi saya emang dateng telat saya minta maaf, Bu," akunya sambil menunduk takut.
"Nggak ada maaf buat kamu, Naura. Sekarang juga kamu saya pecat! Pergi kamu dari toko saya ini dan ini gaji kamu selama seminggu ini." Bosnya Naura membuka dompetnya.
"Jangan, Bu. Saya minta maaf banget karena saya telat tapi saya mohon jangan pecat saya, Bu," pinta Naura sambil mengatupkan kedua tangannya memohon pada bosnya itu agar ia tak dipecat. Bagaimana lagi ia mencari uang jika ia dipecat nantinya?
"Saya nggak peduli!" bentak bosnya Naura. "Nih uang kamu sekarang juga kamu pergi dari sini!" serunya sambil menyerahkan beberapa lembar uang pada Naura.
Naura menangis dan terpaksa menerima uang gajinya itu kemudian ia pun pergi dari toko tempatnya mencari uang sejak beberapa bulan yang lalu itu.
Naura berjalan kaki dengan sedih menyusuri pinggiran toko. Ia melamun hingga akhirnya ada seorang pria yang menyambar tasnya itu dan pria itu langsung kabur berlari dengan sangat kencang.
"Copet copet!" seru Naura panik.
Seorang siswa SMA yang melihat kepanikan Naura itu langsung mengejar copet dengan motornya dan tak butuh waktu lama si copet berhasil ia kejar lalu ia rebut tas milik Naura tersebut setelah ia menghaj*r si copet.
Pemuda tampan itu turun dari motor sportnya itu dan menghampiri Naura.
"Nih Kak tasnya, coba diliat dulu apa ada yang hilang apa masih utuh," ucap pemuda itu sambil menyerahkan tas pada Naura.
"Iya, terima kasih ya Dek," ucap Naura dengan penuh rasa haru. Ia pun memeriksa ke dalam tasnya dan isinya masih utuh.
"Sekali lagi terima kasih ya, Dek. Oh iya nama kamu siapa?" tanya Naura.
Pemuda itu tersenyum simpul. "Saya Elang, Kak," katanya memperkenalkan dirinya pada Naura.
"Nama saya Naura," balas Naura. Ia pun mengambil dompetnya lalu mengambil satu lembar uang dari dalam dompetnya itu.
"Oh iya ini ada sedikit uang buat kamu sebagai tanda terima kasih saya, kamu terima ya," ujarnya tulus sambil menyerahkan uang itu pada Elang.
Elang menggelengkan kepalanya. "Nggak usah, Kak. Makasih tapi saya bantu Kakak ikhlas kok, uang itu buat Kak Naura aja," tolaknya dengan halus.
"Ya udah deh kalau gitu, sekali lagi makasih banget ya udah nolongin saya," ucap Naura dengan tulus.
Elang mengangguk sambil tersenyum. "Sama-sama, Kak."
"Ya udah kalau gitu saya pulang dulu, sekali lagi makasih ya."
"Iya, Kak."
Naura pulang naik angkutan umum diiringi tatapan tajam Elang yang masih di sana dan terus memperhatikannya hingga angkutan umum itu hilang dari pandangannya.
Di perjalanan pulang Naura terus melamun, ia berpikir setelah ini ia akan mencari kerja di mana lagi.
Tak berapa lama ia pun sampai di rumah kontrakannya yang sederhana itu. Ia mendengar suara tawa suaminya dari dalam rumahnya itu.
"Assalamualaikum?" Naura mengucapkan salam saat ia masuk ke dalam rumah namun suaminya itu tak menjawab salamnya dan malah sibuk bicara di telepon entah dengan siapa ia tak tahu.
"Mas Aldo?" sapa Naura lagi sambil duduk di depan suaminya itu.
Aldo menoleh dan berdecak kesal karena ia merasa diganggu oleh Naura. Ia berdecak kesal lalu ia menyudahi obrolan di telepon lalu memelototi istrinya itu yang membuat Naura menunduk takut.
"Kamu tuh apa-apan sih ganggu orang lagi telepon aja! Asal kamu tau ya, Naura aku tuh tadi lagi ngobrol sama orang penting malah kamu ganggu!" bentak Aldo penuh amarah.
"Maaf, Mas."
Aldo menghela napas. "Nah kamu sendiri kenapa jam segini udah di rumah? Kamu nggak berangkat kerja tadi hah? Kamu bohongin aku kalau kamu pamitnya kerja tapi kamu main gitu?"
Naura terkejut saat suaminya membentaknya seperti itu. "Maaf, Mas. Tapi aku udah dipecat makanya aku udah pulang."
Mendengar kata dipecat membuat amarah Aldo semakin terbakar. "Apa kamu bilang? Kamu dipecat? Gimana bisa kamu dipecat kamu udah bikin kesalahan apa, Naura?" teriaknya penuh amarah.
"Karena tadi aku datengnya telat, Mas makanya aku dipecat," dengan takut-takut Naura menjawab pertanyaan dari suaminya itu.
Aldo langsung menenda*g kursi yang Naura duduki itu dengan kencang membuat istrinya itu terisak pelan karena takut padanya.
"Kamu itu istri yang nggak ada gunanya! Bener-bener nggak berguna kamu itu! Bisa-bisanya kamu telat padahal jarak rumah kita sama toko itu nggak begitu jauh emang dasarnya kamunya aja yang lelet!" maki Aldo lalu ia pun menghambur pergi entah ke mana meninggalkan Naura yang masih menangis pilu.
Hati Naura terasa sakit mendengar makian dari suaminya itu. Padahal tadi ia terlambat ke toko karena ia harus melayani suaminya itu sarapan dan lain sebagainya dan Aldo lah yang memintanya untuk jangan berangkat dulu padahal sudah terlambat tapi malah ia yang disalahkan. Suaminya memang selalu seperti itu tak pernah mau sadar jika ia lah yang salah bukan Naura.
Di luar rumah tanpa Naura tahu Aldo sedang menghubungi seseorang.
[ Sayang, kamu ada uang nggak? Aku mau minta dong buat beli rokok. ]
[ Iya, sayang. Nanti malem aku ke tempat kamu kok kita bersenang-senang ok? ]
[ Bye, sayang. ]