4. Alergi

1098 Kata
Daniel memandang foto yang terbingkai indah di meja kerjanya. Tampak gadis berambut panjang dengan mengukir senyum sembari memegang sebuqet bunga. Di sampingnya ada Daniel yang sedang merangkulnya. Mereka tampak serasi. "Aku merindukanmu,” lirih Daniel. Tok! Tok! Tok! Ketukkan pintu terdengar dari luar ruangan. Secepatnya Daniel menyimpan bingkai foto itu dilaci meja kerjanya. "Masuk!" titah Daniel setelah berdaham terlebih dahulu. Pintu terbuka lebar, menampilkan Lia dengan beberapa map di tangannya. Wanita sangat cantik dan sempurna. Tapi Daniel tidak pernah sedikit pun tertarik padanya. Karena di hatinya, hanya ada satu nama yang terukir. "Sir, ini ada berkas yang harus anda tanda tangani," ujar Lia seraya menyerahkan berkas tersebut pada Daniel. Daniel menerima berkasnya, dan mulai memupuk tinta pada lembaran kertas itu. "Sebutkan agendaku!" perintah Daniel. Lia mengernyit bingung, bukankah tadi pagi ia baru saja mengatakan jadwalnya hari ini. Daniel menatap Lia menunggu. Lia mengedik kecil, dibukanya ipad berisi agenda Daniel. "Hari ini anda hanya memiliki pertemuan dengan Pak Subroto pukul dua belas siang di restoran Edelweis, dan malamnya ada undangan pesta dari keluarga Andriyan." Daniel mengangguk kecil. "Kalau begitu kau ikut saya siang ini.” Perintahnya mutlak, Lia tercengang mendengar ucapan Daniel. "Tapi Sir--" Lia hendak menolak, Namun, tatapan Daniel yang tajam membuatnya pasrah. Lia menunduk kaku. Menarik napas dalam-dalam. "Baik, Sir," jawab Lia terpaksa. Setelah itu ia pamit untuk keluar dari ruangan. *** Pukul 12 siang Lia yang masih berkutat dengan pekerjaannya begitu terkejut dengan keberadaan Daniel yang menjulang tinggi bagaikan jelmaan tiang listrik di hadapannya. "Kau belum bersiap?" tanya Daniel datar. Lia menepuk dahinya. "Maaf Sir, saya lupa,” ujarnya, Daniel mendelik sembari menghela nafas. "Cepat bergegas, jangan sampai membuat klien kita menunggu." Perintah Daniel, Lia mengangguk dan segera berkemas. Lia menyusul Daniel yang baru saja memasuki lift dengan tergopoh-gopoh, ia menunduk canggung ketika hanya berdua di dalam lift, jangan tanyakan degupan jantung Lia yang sudah berdebar jauh dari kata normal. Daniel melirik Lia sekilas, menurutnya Lia adalah sekretaris yang berbeda dari sekretaris yang sebelum-sebelumnya. Lia tidak pernah mencoba untuk menarik perhatiannya. Ia bekerja sangat profesional, dan Daniel menyukai cara kerja Lia yang sangat tidak mengecewakan. *** Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk sampai di restoran yang mereka tuju, sopir membuka pintu belakang mobil, mempersilahkan Daniel keluar, sedangkan Lia sudah terlebih dahulu keluar dari mobil. Mereka segera memasuki restoran. seorang pelayan menghampiri mereka. "Reservasi atas nama Pak Subroto," ujar Lia. "Mari saya tunjukkan mejanya," ujar pelayan pria tersebut ramah. Daniel dan Lia mengekori waiter tersebut dari belakang. Sampailah mereka di ruangan VVIP, ruangan khusus untuk pertemuan penting para pengusaha. Mereka masuk setelah Lia mengucapkan terima kasih pada pelayan tadi. Daniel dan Lia di sambut dengan desain interior yang menarik dan mewah, Subroto tampak duduk tenang di salah satu bangku di sana. "Selamat siang Pak Subroto, maaf kami telat," sapa Daniel. Subroto berdiri dan menyalami keduanya. "Tak apa Mr. Daniel, saya juga baru saja tiba," jawab Subroto sopan, tapi tatapan matanya selalu tertuju pada Lia, sehingga membuat Lia begitu jengah. Daniel yang menyadari itu berdeham kecil. "Apa anda mengenalnya?” tanya Daniel. Subroto beralih menatap Daniel, lalu terkekeh. "Tidak, tidak ada apa-apa. Hanya saja saya baru lihat sekretaris anda yang ini, apakah orang baru lagi?" tanya Subroto. Daniel hanya tersenyum kecil. "Apakah yang sebelumnya sama dengan yang dulu-dulu? Merayu anda?" ucap Subroto penuh tanya. Daniel menghela nafas Kasar, Lia menyadari bahwa Daniel sudah mulai tak nyaman dengan pertanyaan Subroto. "Saya Vellia, Pak. Sekretaris baru Mr. Daniel yang menggantikan sekretarisnya yang lama karena akan menikah,” tutur Lia menjelaskan. Daniel tersenyum kecil mendengar penjelasan Lia yang jelas-jelas menutupi kenyataannya. "Oh ya, ma-af, saya bertanya terlalu jauh. kalian mau pesan apa?" tanya Subroto sedikit terbata-bata, wajahnya terlihat merah karena menahan malu. Pelayan datang setelah Subroto mengangkat tangannya tinggi tanda memanggil. "Saya sarankan, anda memesan hidangan Paella. resto ini terkenal dengan hidangan itu. dan Paella di;sini sangat menggugah selera." Daniel tersenyum kecil. Ia tampak enggan untuk menerima saran dari Subroto. Lia memperhatikan Daniel. Daniel hendak mengangguk menyetujui, tetapi Lia segera mencegahnya. "Maaf, Pak. Mr. Daniel alergi seafood," ujarnya. Daniel mengerutkan dahinya bingung. "Oh, sayang sekali," jawab Subroto menyayangkan. "Dua Beef Teriaki dan dua orange jus," pesan Lia tanpa menunggu persetujuan Daniel. Pelayan tersebut mengangguk patuh sembari mencatat pesanan Lia. "Oh iya, tambahkan taburan peterseli, ya," pinta Lia sekali lagi. Pelayan tersebut mengangguk kecil, kemudian pergi setelah menunduk sopan. "Wah, sepertinya kau bekerja sangat baik, kau sangat mengetahui apa yang Mr. Daniel suka mau pun tidak," ujar Subroto tanpa sengaja telah menyadari Lia. Lia merutuki kebodohannya. Bagaimana bisa aku lupa dengan ini?- Batin Lia. "Saya hanya sedikit belajar dari kebiasaan Mr. Daniel, Pak," sahut Lia sembari tersenyum. 20 menit kemudian. Pesanan datang, mereka menyantap hidangan dengan sedikit perbincangan basa basi. Hingga ucapan Subroto kembali membuat Lia merasa tak nyaman. "Anda dan sekretaris anda sangat serasi Mr. Daniel. Sepertinya ia akan menjadi istri yang baik untuk anda,” ujar Subroto. Lia yang sedang menyesap jusnya tersedak dengan ucapan Subroto. Lain halnya dengan Daniel yang masih berekspresi datar dan tenang. "Cepatlah menikah Mr. Daniel agar anda bisa lebih berekspresi,” sambung Subroto. "Saya sudah memiliki calonnya, Pak. Terima kasih sarannya, tapi sebaiknya anda tidak perlu mengurusi masalah pribadi saya," jawab Daniel. Lia menunduk dalam, tiba-tiba saja dia merasakan sesak. Tidak, tidak boleh begini, Lia. Kau tidak menyukainya lagi. Lia menghela nafas, menegakkan kepalanya sembari tersenyum kecil. "Oh, tentu. Saya hanya memberi saran sebagai pria yang jauh lebih berpengalaman." Daniel tersenyum kecil. Setelah selesai dari pertemuan dengan Subroto. Lia dan Daniel pun kembali menuju kantor. Dalam perjalanan tampak hening, Lia yang duduk di samping sopir tampak termenung. Memperhatikan pemandangan kota Jakarta. Entah apa yang membuatnya sedikit sedih setalah pertemuan dengan Subroto. Tanpa ia sadari, Daniel memperhatikannya dari belakang. "Vellia,” panggil Daniel, dan ini merupakan pertama kalinya ia memanggil namanya, Lia terpaku dengar panggilan itu. "Yes, Sir," sahut Lia. "Dari mana kau tahu saya alergi seafood?" tanya Daniel penasaran, andaikan ia tahu, bahwa pertanyaan yang baru saja ia ajukan pada Lia bagaikan bumerang yang baru saja Daniel lemparkan padanya. Benarkan, pasti bertanya juga.-Batin Lia. "Em ... itu sa-saya, tadi melihat mimik wajah anda, seperti tidak suka dengan tawaran Pak Subroto. Jadi saya langsung angkat bicara. Apa tebakan saya salah, Sir?" Daniel mengernyit, seakan tak yakin dengan jawaban Lia. "Tidak, kau sudah benar, saya memang alergi seafood," jawab Daniel. Lalu kembali hening. Hampir saja. --Batin Lia. “Tapi...” Deg! “Apa raut wajahku begitu kentara?” Huft... “Ya, tentu, Sir.” Lia mengangguk cepat sembari menoleh pada Daniel. “Hm.” Lia menghela nafas lega. Hampir saja Daniel curiga dengan Lia. Untung saja Lia pintar berkilah. Semoga dia tidak melakukan kesalahan lagi. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN