bc

Hasrat Sang Dokter

book_age18+
541
IKUTI
2.9K
BACA
HE
doctor
sweet
bxg
bold
campus
assistant
like
intro-logo
Uraian

Setelah menghilang selama 7 tahun, Bima kembali bertemu dengan Raisa yang masih menyimpan perasaan padanya. Mereka berdua kehilangan sebagian ingatan mereka setelah mengalami peristiwa traumatis. Saat Bima mengingat Raisa sebagai wanita yang mengejarnya, sebuah rahasia terungkap bahwa mereka pernah menikah dan memiliki anak yang dirahasiakan. Mereka berdua menjalani perjalanan emosional untuk mengembalikan ingatan yang terpecah, mencari anak mereka yang hilang, dan menyembuhkan luka-luka masa lalu. Kisah ini menyoroti tentang pencarian cinta yang terpendam dan upaya untuk menyatukan kembali keluarga yang telah terpisah.

chap-preview
Pratinjau gratis
1. Penggalan Ingatan
"Dokter ini … kenapa aku merasa seperti pernah mengenalnya?" Di dalam hati, seorang wanita bernama Raisa, tampak terdiam. Kedua matanya masih menatap wajah tampan dari dokter yang baru saja selesai mengatakan hasil diagnosa setelah memeriksa kondisi oma. Ya, Raisa hari ini sengaja mengantar oma-nya karena sang ayah mendadak ada rapat. Oma harus menjalani operasi karena terjatuh di kamar mandi dan hal itu membuat kepanikan melanda di seluruh rumah. "Jadi, gimana? Apa Anda menyetujui tindakan operasinya?" Mendengar pertanyaan sang dokter, Raisa pun tersadar dari lamunannya. Sejenak dia menepikan pikirannya dan fokus akan kondisi oma-nya. "Iya, Dok, saya setuju saja, tapi apakah proses operasinya berisiko?" tanya Raisa, raut wajahnya kini mulai terlihat cemas. Dokter Bima tersenyum lembut. "Setiap operasi memiliki risiko, tetapi dengan kondisi fisik Oma yang relatif sehat, risikonya cukup rendah. Saya akan bekerja sebaik mungkin untuk memastikan keberhasilan operasi ini." Raisa hari ini sengaja mengantar Oma karena sang ayah mendadak ada rapat. Oma harus menjalani operasi karena terjatuh di kamar mandi dan hal itu membuat kepanikan melanda di seluruh rumah. Namun, ada satu kejanggalan saat melihat sosok dokter yang memiliki wajah campuran ini. Sebuah perasaan yang sulit dijelaskan bahkan oleh Raisa sendiri. Tak bisa dibohongi, Raisa merasa pernah melihat dokter Bima sebelumnya. Tapi dimana? Setelah pemeriksaan selesai, Raisa langsung berinisiatif untuk menyimpan kontak sang Dokter. Kalau-kalau ada keadaan emergency. “Dok, ini nomor w******p saya. Boleh kita kenalan?” tanya Raisa sambil menyerahkan secarik kertas kepada Bima. Raisa sangat tahu bahwa dokter Bima kaget dengan ucapannya. Tapi tak ada cara lain selain melakukan hal yang menurut Raisa juga sedikit kelewatan. Kelewat genit. “Maksud saya, just in case, Dok,” ucap Raisa untuk menetralisir kegugupan yang menyelimuti aura saat ini. Tidak ada jawaban pasti dari dokter tampan itu, hanya senyum seulas yang membuat Raisa sulit mengartikan. Dan sangat kurang ajar saat melihat senyum dokter tampan ini menggedor hati Raisa sedemikian aneh. Perasaan itu datang lagi. Dia pernah melihatnya … kali ini seratus persen yakin, bahwa dokter Bima pernah hadir dalam kehidupannya. Sepanjang perjalanan pulang Raisa masih saja gelisah tentang sosok Bima. Sampai-sampai dia tidak memperhatikan omongan oma yang memintanya untuk berhenti sebentar untuk membeli buah di mini market terdekat. “Rai … kamu denger, ga?” “Rai …!!!” panggil oma sekali lagi. Kali ini agak keras sampai Raisa melihat ke arah oma dengan tatapan kaget. Rai langsung membanting setir mobilnya ke kiri dan beruntung jalanan sudah mulai tampak sepi. “Ada apa, Oma? Ada yang sakit?” tanya Rai tanpa paham yang sebelumnya terjadi. “Rai, kamu kenapa? Oma cuma mau minta beli buah di mini market terdekat!" Kata Oma yang masih menatap Raisa dengan tatapan tanda tanya. "Kita pernah ketemu ma dokter Bima sebelumnya ga sih, Oma? Mukanya ko familiar ya?" Tanya Raisa sambil menarik rem tangan. "Kayaknya tidak!" Jawab Oma yang terdengar gugup di telinga Raisa. "Oma ko jadi gugup." "Bukan gugup… Tapi kaget kamu banting stir ke kiri." Raisa langsung mengambil napas kasar, karena bisa saja tadi mereka akan mengalami kecelakaan karena keteledorannya saat menyetir. "Maaf, Oma. Rai banyak pikiran. Ayo kita beli buah dulu," Sambung Raisa sambil menjalankan mobil kembali untuk mencari pesanan sang oma. Banyak sekali pertanyaan yang ada di kepala Raisa, tapi dia tidak menemukan satu pun petunjuk tentang Bima. Namanya tidak asing, tapi kenapa sulit sekali dia ingat. Hanya sakit kepala dan perasaan yang semakin memberat saja. Tanpa membuang waktu, Raisa langsung membeli pesanan oma dan kembali ke mobil. Namun, tanpa dia duga ada dokter Bima di tempat yang sama, sedang mengambil satu makanan siap saji dan duduk di pelataran parkir sambil menghirup kopi. Raisa berhenti dan sekelebat bayangan lelaki yang sedang tertawa sambil memegang cangkir kopi hadir di kepalanya. Sangat jelas tangan lelaki itu menautkan semua jarinya pada seorang perempuan. Menuliskan beberapa huruf di telapak tangan dan suara tertawa yang riang. “Raisa … ketemu lagi?’ tanya Bima yang rupanya melihat Raisa hanya terpaku di depannya dengan tatapan kosong. “Eh … iya, Dok.” Raisa hanya melihat Bima tanpa berkedip sedikitpun. Dia seperti ingin menemukan satu jawaban untuk wajah yang pernah dia sentuh. Rai merasa pernah menyentuh wajah Bima tapi kenapa? “Rai … kamu ada perlu apa?” tanya Bima kebingungan dengan sikap Raisa yang tidak biasa. Rasanya sangat janggal melihat ada wanita berdiri depannya dan hanya menatap dengan ekspresi super aneh. Bima yang merasa jengah malah melihat ke samping kanan dan kiri karena takut ada orang lain yang melihat kejanggalan sikap Raisa. “Rai … sikap kamu ini membuat saya tidak enak, terus terang,” sambung Bima lalu berdiri dan mendekat pada Raisa yang masih terpaku dan kaku. Dengan pelan, Bima mengambill tangan kiri Raisa dan mengajaknya untuk pergi dari minimarket itu. Namun, akhirnya Rai menyadari sikap anehnya itu ternyata mengganggu makan malam Bima. “Maaf, Dok! Maaf banget, tadi … tadi kepala saya sedikit pusing.” Raisa merasa gugup dan melepaskan genggaman Bima. “Kamu baik-baik aja?” tanya Bima lagi. “Iya, silakan makan dok. Maaf, saya membuat dokter jadi terganggu.” “Saya tidak masalah. Kamu naik apa?” “Oh saya masih sama Oma. Dokter ke arah yang sama?” tanya Raisa memecah kecanggungan. “Sepertinya begitu,” jawab Bima singkat sehingga membuat Raisa segan. “Baik. Saya rasa saya harus segera ke mobil. Maaf sekali lagi!” Raisa tersenyum manis dan akhirnya pergi meninggalkan Bima dengan perasaan yang berat. Rasanya baru sekali ini dia merasa sangat butuh penjelasan dengan semua yang menyesakkan di dadanya kini. Bima melihat punggung Raisa dari jauh dan dia tersenyum penuh arti karena setelah sekian lama akhirnya bisa bertemu wanita itu lagi. Bima yakin itu adalah Raisa yang sama yang selalu mengganggunya. Tapi rasanya hanya Bima yang mengingat Raisa karena, sampai saat tadi, Raisa masih tidak mengenalnya siapa. Sesampainya di rumah, Bima langsung membuka beberapa foto lawas yang memperlihatkan Raisa saat masih menjadi anak baru di kampusnya. Pendek, lucu dan tidak berhenti mengejarnya. Bima tersenyum karena melihat fakta bahwa Raisa berubah menjadi wanita matang. “Tapi kenapa dia ga inget ya?” batinnya. Tak lama kemudian terdengar suara dering ponselnya dan menampilkan nama sang ayah di sana. Cukup lama bagi Bima untuk memutuskan apakah akan menerima panggilan itu atau tidak. Tapi, jika tidak menjawab, itu berarti dia akan menjadi anak yang tak berbakti, dan dia tidak mau itu terjadi juga sebenarnya. “Iya, Yah. Ada apa?” tanya Bima setelah akhirnya memutuskan untuk menjawab panggilan. “Bima, kamu masih ingat Sovia?” “Iya. Tetangga sebelah rumah yang pake behel itu, kan?” “Iya … papa kaget dia berubah jadi cantik, loh?” “Lalu ….??” timpal Bima malas-malasan. Sudah pasti ini tentang pasangan bagi dokter yang berusia tiga puluh empat dan belum menikah. Selalu itu saja. “Dia minta nomer kamu sama ayah!” “Ya udah kasih aja.” “Oke. Sekalian alamat kamu juga,sih. Ga papa, kan?” tanya ayahnya ragu. “Ya percuma mau nolak aja, kalo dah dikasih ke anaknya.” “Oke … deh. Salam buat dia lagi ya, kalo jadi maen ke rumah kamu!” “Hemm … Kalo ga lupa.” “Jangan dingin jadi cowok, Bim. Nanti ngga ada yang mau!!” “Udah kaya emak-emak aja ayah.” Jawab Bima singkat. “Hahahha … baiklah. Makan yang baik ya Bima. Jangan sampai kita harus balik ke perancis.” “Iya.” Perancis, Bima tidak tahu yang sebenarnya terjadi saat dia berada di tempat itu. Pertama kali yang dia ingat hanya kaki yang masih di gips. Ingatan tentang kenapa dia ada dengan kaki yang di-gips pun masih teka-teki. Semuanya hanya bayangan tentang sebuah suara deru mobil yang melepas gas secara maksimal lalu disusul dengan suara benturan yang keras sampai memekakkan telinga. Ketika bertanya pada ayah, kejadiannya di sini, di Perancis. Tapi semuanya tampak tidak jelas dalam bayangan Bima, masih berupa puzzle yang belum bisa dia satukan. Kepastiannya adalah dia berbaring dengan kaki yang terasa sangat kaku. Lalu semuanya itu berlalu dengan terapi yang harus Bima jalani untuk bisa memaksimalkan kerja otot kakinya. Dan pertanyaan penyebab kecelakaan pun tidak pernah dia tanyakan lagi. Begitu pula sang ayah yang tampak enggan jika Bima mulai membahas penyebab kecelakaan mobil yang menimpanya. Waktu berlalu dan Bima yang sudah sembuh mulai melanjutkan sekolah spesialisnya di Perancis sebelum akhirnya kembali ke Indonesia untuk bekerja sebagai dokter spesialis bedah. Dan bertemu Raisa kembali membuatnya merasa sakit. Kenyataan menyakitkan yang perlahan masuk di pikirannya kembali. “Jika saja aku tidak melihat ayah dengan ibu kamu, aku pasti tidak akan menjauhi kamu, Sipit!” “Ibu aku meninggal karena ayah yang punya hubungan. Aku yakin begitu kejadiannya!” “Kamu pasti tidak tahu kalo orang tua kita ada hubungan? Kalau kamu jadi aku pasti akan berpikir bahwa kita tidak bisa jadi kekasih karena kita saudara kandung. Bukankah kenyataan itu bisa terjadi?” “Tapi aku tidak tahu. Aku jadi gelisah begini, Raisa. Sejak melihat kamu di lorong rumah sakit dan kamu ga mengenali aku. Aku sampai bingung, masa kamu ga kenal aku? Payah banget ingatan kamu. Kamu panggil aku om, aneh banget kamu sipit.” Semua pertanyaan Bima yang abstrak itu bagai ucapan di udara saja karena hanya bisa didengar olehnya sendiri. Spekulasi yang terjadi tentang penggalan ingatan itu pun seperti mimpi di siang hari. "Apa yang terjadi?" batinnya.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

TERNODA

read
198.3K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
29.7K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
187.9K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.4K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
36.2K
bc

My Secret Little Wife

read
131.9K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook