2. Dia

1002 Kata
Waktu berlalu dan Raisa mulai fokus kembali ke aktivitasnya yang seorang mahasiswi magister jurusan rekam medis. Melanjutkan studi menjadi cara Raisa untuk menghormati keinginan sang ayah dan almarhumah ibu. Mungkin dengan cara ini, Ibu bisa tersenyum di alam sana saat melihat Raisa bisa mencapai sekolah yang lebih tinggi lagi sesuai mimpi sang ibu yang sering dia dengar. “Rai, elu jadi ke seminar hari ini, kan?” tanya Jody, salah satu partner kelompoknya di kelas. Wajah Rai mulai gugup saat mendengar Jody. Sialnya dia sangat lupa acara seminar hari ini karena terlalu sibuk dengan urusan Oma. “Sial! gue lupa, Jod. Jadi seminarnya hari ini?” tanya Raisa yang lebih seperti keinginan untuk mengundur acara seminar penting itu. Jody langsung menatap Raisa dengan horor. Mereka harus menghadiri seminar ini karena sangat penting sebagai pengganti nilai mereka yang jeblok saat ujian teori. “Astaga, Raisa … kita ga bisa ngelewatin seminar ini. Kita bisa dapat E dan gue ga mau ngulang demi apa pun juga!” “Iya gue paham, Jod. Bentar, kasih gue waktu buat mikir. Ini tentang oma gue soalnya.” Raisa langsung membuka aplikasi chat dan langsung mengetik beberapa pesan kepada ayahnya. Dia harus meminta izin untuk tidak menemani oma terapi hari ini karena ada seminar penting yang harus dihadiri. Dan setelah beberapa menit berlalu, akhirnya wajah senyum muncul di wajah wanita bermata sipit itu. “Yes. Akhirnya ada jalan, Jod. Maaf gue lupa banget.” “Emang lu ngapain aja sih sampe lupa kalo seminar ini tuh penting banget?” “Biasalah … terapi oma. Gue ga bisa nolak karena ga ada lagi yang bisa gantiin gue juga!” ujar Raisa mencoba menjelaskan dengan suara pasrah. Jody akhirnya mengerti karena wajah tegangnya sudah berubah lebih tenang sekarang. “Bukannya gue ga empati, Rai. Gu panik lah karena ini tugas kelompok yang sangat krusial. Elu tahu lah kalo Prof. Andi galaknya dah kaya emak kosan gue!” Raisa tak sanggup lagi menahan tawanya, mendengar kegalauan Jody dan ibu kos memang sudah biasa. Namun, kali ini ekspresi Jody membuatnya lupa akan masalahnya sendiri. “Jadi jam berapa? seminarnya?” tanya Raisa setelah berhenti tertawa. “Jam 1. Kita makan dulu yuk!” ajak Jody sambil mengambil pundak wanita yang memiliki tinggi yang sama dengannya. Cukup tinggi untuk ukuran wanita asia. “Jangan bilang lo ga punya uang?” “Lo emang sohib terkece gue, Rai!” jawab Jody dengan cengiran supernya. Rai hanya bisa memutar bola matanya melihat tingkah Jody. Kesulitan ekonomi yang selalu menjadi momok mahasiswa memang sudah biasa Raisa dengar. Tidak aneh lagi karena biaya pendidikan mereka juga tinggi. Belum lagi kehidupan di Jakarta tidaklah murah. Setahu Raisa, Jody bukanlah tidak mampu. Tapi memang lelaki dengan perawakan macho itu sudah mandiri sejak lulus sarjana dan bekerja. “Makan gado-gado tapi?” goda Raisa “Yaelah … ga jadi deh!” mogoknya. Raisa hanya bisa tertawa karena Jody memang tak suka makan sayuran apa pun dalam hidupnya yang sudah menginjak usia 28 tahun itu. Setelah mereka makan, mereka jalan ke aula kampus untuk menghadiri seminar dengan tajuk “Urgensi Teknologi Rekam Medis di Dunia Kedokteran Masa Kini”. Jody dan Raisa sudah mempersiapkan beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan seminar kali ini karena sekali lagi, mereka harus mendapatkan nilai bagus agar lulus mata kuliah killer yang menjadi momok mahasiswa magister. “Kita duduk di depan, Rai!” Perintah Jody yang mendapat anggukan setuju Rai. Karena bagaimanapun mereka harus ‘setor muka’ pada dosen mereka yang kali ini menjadi moderator. “Gue juga ikut ya!” ucap Nandi yang tiba-tiba duduk di sebelah kanan Raisa. Diapit dua lelaki ganteng ini membuat mata wanita lain yang ada di sekitar mereka membola. Bukan kemauan Raisa jika kedua lelaki tampan ini terpesona padanya. Raisa dengan wajah tanpa riasan tebal itu memang tampak alami. Ditambah kepribadiannya yang menyenangkan membuat siapa saja bisa merasa akrab dengannya. Acara dimulai dengan sambutan profesor mereka. Gema tepuk tangan dan tawa riang membuat suasana seminar lebih santai. Raisa tidak tahu jika profesor galak ini bisa melucu juga. Dan mendadak Raisa menjadi tidak enak suka bicara seenaknya tentang profesor Andi di belakang. “Elu kesini karena Ka Bima, ya?” tanya Nandi memecah jeda yang terjadi. Raisa langsung menoleh ke arah Nandi. “Bima siapa?” tanyanya sambil mengingat siapa orang yang dimaksud Nandi. Bima yang dia dengar akhir-akhir ini hanyalah Dokter Bima, dan tak mungkin yang dimaksudkan Nandi adalah orang yang sama. “Lupa lo?” tanya Nandi lagi, membuat wajah Raisa bertambah bingung. “Itu loh, yang jadi gebetan elu waktu kita MOS sarjana. Senior Dingin yang bikin elu kesel karena dapat nilai E untuk kepemimpinan?” Mendadak wajah Raisa berubah menjadi merah. Kini dia ingat siapa Bima yang dimaksud Nandi. Dan benar saja, Bima yang sama. Dokter Bima, adalah Bima yang pernah dia kenal dulu. Inilah jawabannya. Tak lama kemudian, narasumber utama seminar ini datang. Dokter Bima dengan ciri khasnya yang membuat hati Raisa tak menentu. Ditambah ingatan masa lalu jaman orientasi mahasiswa baru mendadak memenuhi memorinya. “Pantesan muka elu ga asing buat gue. Elu om-om yang bikin gue kesel dan juga suka,” batin Raisa. Perlahan ingatan tentang sosok Bima hadir di dalam kepalanya dengan sangat jelas. Membuat hati Raisa mendadak hangat juga gelisah. Jody menyenggol lengan Raisa karena wanita berambut hitam panjang itu tak berhenti memukul jidatnya. “Napa sih lo? Pala lu pusing?” tanya Jody sambil meletakkan tangannya di dahi Raisa. “Engga. Gue ga sakit ko. Cuma kaget!” Mata Jody langsung membola. Menurutnya tidak ada yang aneh dengan situasi saat ini. Lalu apa yang membuat Raisa kaget. “Kaget dikarenakan?” selidik Jody yang masih belum bisa diam untuk bertanya pada wajah Raisa yang kini sudah sepenuhnya memerah. “Ada deh. Mo tau aja!” jawab Raisa dengan ledekan khasnya. Seminar dibuka, dan profesor mengenalkan dokter Bima sebagai perwakilan dari Rumah Sakit Husada sebagai narasumber seminar ini. Tapi semua ingatan atas Bima itu berhenti saat …“Raisa, kamu mau bertanya tentang profil dokter Bima?” tanya prof. Andi Jeder …
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN