Pagi-pagi sekali pintu kamar Elina di ketuk dengan sangat kencang sehingga membuat tidur nyenyaknya terganggu.
‘Heh Elina!” Elina bergegas membuka pintu mendapati wajah Karina, sahabat sekaligus orang kepercayaannya, didepannya. Dia melototi Karina, astaga mungkin ini hal besar yang dia rasakan semalam.
“Elina ... aku tau kau baru saja kembali kemarin, tapi bisa tidak beritahu aku terlebih dahulu agar aku bisa ikut menjemputmu bersama ayahku kemarin? Di tambah lagi ponselmu tidak bisa dihubungi,” celoteh Karina yang tidak memperdulikan wajah mengantuk Elina.
“Maaf ... aku minta maaf. Sungguh aku tidak bermaksud begitu, semuanya begitu mendadak sehingga aku lupa mengabarimu. Justru aku berpikir kau sudah tahu dari Paman Rendy, lalu untuk ponselku ... aku belum membeli nomor Indonesia. Jadi untuk apa aku menghidupkannya,” jawab Elina dengan rasa sedikit menyesal karena membuat sahabatnya khawatir.
“Iya juga ya, kalau begitu apa jadwalmu hari ini?”
“Mungkin hanya fitting baju di butik Bibi Jessica,” jawab Elina ragu, karena sebenarnya diriya tak mengetahui pasti jadwalnya hari ini.
“Baguslah kalau hanya itu jadwalmu, karena hari ini aku akan mengajakmu ke suatu tempat,” ucap Karina semangat.
“Ke mana?” Elina penasaran.
“Adalah pokoknya, kau pasti senang. Sekarang kau bersiap-siap, pukul 8 kita akan berangkat. Kau sudah tahukan bagaimana macetnya Jakarta? Lebih baik kau bergegas, aku akan menunggu di ruang tamu,” ujar Karina yang setelahnya pergi dari hadapan Elina.
Setelah Karina menghilang dari pandangannya, Elina kembali menutup pintu kamarnya dan bergegas mandi dan bersiap-siap pergi ke butik sesuai dengan pesan sang mama.
Tiga puluh menit berlalu, Elina telah siap dengan pakaian casualnya berjalan menuruni tangga menuju meja makan untuk sarapan bersama keluarga dan tentu saja bersama Karina juga.
“Morning,” sapa Elina kepada semua orang yang ada di meja makan.
‘Morning El,” balas Jayden.
“Bibi, hari ini Elina hanya ke butik Bibi Jess saja kan?” tanya Karina begitu Elina menempatkan diri di kursi yang tersisa.
“Iya Karina, ada apa?”
“Karina mau izin ajak Elina ke festival Kota Tua bibi, boleh kan?”
“Boleh saja asalkan pulangnya jangan terlalu malam ya,” kata Irene.
“Asikkk, terimakasih bibi cantik,” ucap Karina sembari mengedipkan sebelah matanya.
“Oh iya Lin, ini kakak sudah belikan nomor telepon Indonesia,” kata Jihane seraya memberikan sebuah kartu pada Elina.
“Makasih Kak,”
Di detik berikutnya hanya terdengar suara dentingan sendok dan garpu yang bersentuhan dengan piring.
Sarapan pagi ini berlangsung lebih cepat dari biasanya, Adinata sangat sibuk hari ini kecuali si bungsu.
“Aku pergi sekarang ya Pah, Mah,” pamit Elina.
“Tunggu sebentar ya, papah bilang ke Pak Anto buat manasin mobil,” ucap Nathan sembari mengotak-atik gawainya.
“No Pah, Aku pake mobil Karina saja. Kita mau girls’ day out, aku ngga mau ditungguin supir,” tolak Elina.
“Sudahlah Pah, biar Elina pergi bersama Karina saja, aku yakin banyak tempat yang mau di kunjungi oleh mereka. Mereka juga butuh privasi,” ucap Irene memberi pengertian kepada sang suami.
“Baiklah kalau begitu. Karina, ingat jangan ugal-ugalan kalau menyetir,” pesan Nathan pada Karina.
“Baik paman, Elina aman bersama Karina,”
“Kalau begitu Elina dan Karina pamit ya,” ucap Elina yang kemudian mencium tangan mama dan papa yang kemudian diikuti oleh Karina.
Jalanan cukup padat mengingat jam masih menunjukkan pukul 9, jam rawan sibuk. Elina masih setia dengan kegiatannya memandangi gedung-gedung tinggi yang dilewatinya.
“Karina, menurutmu apakah tindakanku selama ini benar?” tanya Elina tanpa mengalihkan pandangannya dari gedung-gedung bertingkat.
“Benar atau salah aku tidak bisa menilainya El, hanya dirimu yang bisa menilainya karena kau mempunyai alasan melakukannya. Apakah kau menyesalinya atau tidak hanya kau yang bisa menjawabnya. Namun sebagai seorang sahabat aku akan terus mendukungmu dan mengingatkanmu jika kau melewati batasmu,” ucap Karina sesekali menoleh pada Elina karena dirinya harus tetap fokus pada kemudinya.
“Aku tidak siap bertemu dengan mereka, tapi aku juga tidak sabar menghancurkan mereka,” ucap Elina lirih.
Lampu merah, Karina menghentikan laju mobilnya.
“El, dengarkan aku. Untuk saat ini kau cukup nikmati waktumu untuk bersantai, nikmati waktumu bersama Kak Jihane, kau akan jarang bertemu dengannya setelah menikah nanti. Pikirkan juga percintaanmu, aku yakin setelah ini kau akan didesak untuk membawa pasanganmu bertemu dengan orang tuamu. Kau yakin sedang tak tertarik dengan siapapun?” ucap Karina panjang lebar dengan nada menggoda di kalimat terakhir.
“Tidak. Aku selama ini tak pernah memikirkannya, lagi pula aku tak tertarik dengan percintaan,” ucap Elina datar sembari menatap Karina sekilas.
Setelah itu tak ada lagi percakapan yang terjadi antara mereka berdua. Karina fokus pada kemudinya dan Elina kembali fokus pada jalanan. Dua puluh menit kemudian mereka sampai pada tempat tujuan, Krystal Boutique milik Jessica, sahabat Irene Adinata.
“Selamat datang di Krystal Boutique, ada yang bisa saya bantu?” sambut salah satu pegawai butik ketika Karina dan Elina masuk.
“Saya mau fitting baju mbak, reservasi atas nama Elina Adinata,” ucap Elina dengan tersenyum.
“Ohh dari keluarga Adinata, mari mbak saya antar Bu Jessica sudah menunggu di dalam,” ucap pegawa tersebut dengan ramah kemudian mengantar Elina dan Karina bertemu dengan Jessica.
Permisi Bu, Nona Adinata telah datang,” ucap si pegawai begitu sampai di ruangan VVIP.
“Oh hai Elina, Karina,” ucap Jessica begitu melihat Elina dan Karina.
“Hai Bibi Jess,” kata Karina
“Terimakasih Susan, kamu boleh kembali ke depan,” ucap Jessica pada pegawainya yang telah mengantar Elina dan Karina keruangannya.
“Baik bu, kalau begitu saya undur diri,”
Jessica hanya mengangguk sebagai balasan atas ucapan pegawainya.
“Jadi ... berapa baju yang harus kucoba Bibi?” tanya Elina begitu pegawai sang Bibi meninggalkan ruangan.
“Ada 4 sayang dan Karina mencoba 3 gaun,” ucap Jessica sembari menatap Elina dan Karina secara bergantian.
“Eh, aku juga Bibi?” Karina keget ketika dirinya juga ikut untuk fitting baju.
“Iya, memangnya Irene tidak memberitahu mu?”
‘Tidak Bibi, Bibi Irene tidak memberitahuku,”
“Ya sudah kalau begitu. Sebentar ya Bibi ambilkan dulu gaun kalian,”
Elina dan Karina hanya menggangguk.
“Michi, Mella tolong ambilkan gaun yang sudah aku siapkan untuk mereka di ruangan ku ya,” ucap Jessica kepada dua pegawainya yang sedari tadi sudah ada diruangan.
“Baik bu,” ucap dua pegawai itu yang kemudian keluar untuk mengambil gaun yang di maksud oleh Jessica.
“Jadi El, bagaimana Swiss? Menyenangkan? Sampai kamu lupa pulang,” tanya Jessica kepada gadis yang telah di anggap sebagai keponakannya sendiri.
“Biasa saja Bibi, hanya saja di sana tenang berbeda dengan Jakarta,”
“Lalu kapan kamu akan menyusul kakakmu?” tanya Jessica bermaksud menggoda Elina.
“Ah Bibi ... sama saja dengan Karina. Senang menggodaku,” Elina merajuk
“Tapi-“ ucapan Jessica terpotong ketika pegawainya telah kembali dengan dua stand hanger.
“Nah gaun kalian telah sampai, sekarang waktunya kalian mencoba gaun pertama,” ucap Jessica sembari memberikan masing-masing satu gaun pada Elina dan Karina.
Kurang lebih selama satu jam Elina dan Karina melakukan fitting gaun untuk pernikahan Jihane dan Adrian. Berbagai model dan warna telah disiapkan oleh Jessica untuk dua gadis yang sudah di anggap seperti anak sendiri.
“Lima hari lagi pakaian kalian akan selesai dan Bibi pastikan hasilnya akan sangat memuaskan,” ucap Jessica setelah Elina keluar dari ruang ganti setelah mencoba gaun terakhir.
“Terimakasih Bibi, kalau begitu aku dan Karina pamit ya,” ucap Elina setelah memastikan semua urusannya di butik milik Jessica telah selesai.
“Buru-buru sekali ... mengapa tidak makan siang dulu bersama Bibi?” tanya Jessica seraya melihat jam yang melingkar di tangan kirinya.
“Maaf bibi, tapi aku berniat mengajak Elina ke Festival Kota Tua,” ucap Karina merasa tak enak menolak ajakan Jessica.
“Festival Kota Tua? Ah iya Bibi ingat, ya sudah sana ajak Elina berkeliling supaya dia semakin familier dengan jalanan Jakarta,” ucap Jessica.
“Ya sudah bibi, kalau begitu kami pamit terimakasih atas hari ini,” ucap Elina seraya memeluk Jessica dan diikuti oleh Karina setelahnya.
“Hati-hati di jalan,” ingat Jessica.
***