5
"Lo kok lama banget sih, kemana aja sama Silfi?" Tanya Chaca sebari menutup pintu mobilnya.
Hari sudah mulai gelap, hampir dua jam Chaca menunggu Chiko di depan kompleks rumahnya.
"Bukan urusan elo!"
"Gue juga mau jalan-jalan kali sama elo"
"Lo pikir gue mau?"
"Pasti enggak lah"
"Ya udah kalo udah tau jawabannya ngapain terus-terusan tanya?"
"Kan, barang kali Chiko berubah pikiran" ucap Chaca.
"Lo tau kenapa gue benci sama elo?" Chaca menggeleng.
"Karena elo terlalu banyak bicara, bisanya cuma ngerepotin, suka ngadu, bikin gue sengsara, selalu bikin masalah dan suka ikut campur urusan orang lain! Ngerti?!"
Tes,
Setetes air mata terjatuh begitu saja, anehnya Chaca tak merasakan sakit hati. Gadis itu bahkan bingung kenapa dirinya meneteskan air mata.
"Mata gue kenapa? Kelilipannya gak tepat banget, gue jadi keliatan lemah kalo gini jadinya" gerutu Chaca mengusapkan air matanya.
"Nangis kan lo bisanya?!"
"Chiko, stop bilang kalo gue suka ngadu"
"Kenapa? Ngerasa kesindir?" Tanya Chiko menengok kearah Chaca yang tengah mengelap air matanya.
"Abis ini juga lo bakalan ngadu kan?" Lanjutnya.
Chaca menarik nafasnya berat "Gue emang suka elo Ko, tapi inget! Gue gak sebodoh itu buat dapetin perhatian dari elo!" Ucap Chaca tegas, Chiko hanya tersenyum miring lalu melemparkan sekotak tissue kearah Chaca.
"Lap air mata lo, kita udah mau sampe! Jangan sampe Om Juan tau kalo lo abis nangis, gue pegang omongan elo yang katanya gak pernah ngadu" katanya, Chaca memanyunkan bibirnya. Yang Chaca tau, tunangannya itu sangat egois dan selalu tak memperdulikan perasaan Chaca.
Tapi herannya, gadis pencinta warna pink dan es-krim coklat itu selalu mencintai Chiko dari dulu hingga sekarang. Ia tak mau kehilangan Chiko, Chaca masih berjuang untuk mendapatkan cinta dari Chiko.
Namun Chaca tak punya pemikiran untuk membuat hubungan Chiko dan Silfi bubar, Chaca tau bahwa Chiko sangat mencintai Silfi. Terbukti dari banyaknya foto Silfi di ponsel dan kamarnya.
Chaca tak marah terhadap Chiko, gadis itu marah pada dirinya yang tetap saja mencintai cowok itu meski sudah seringkali menangis karenanya.
"Lo gak mampir?" Tanya Chaca sebari turun dari mobil sport milik Chiko.
Cowok itu tak membalas, dan langsung pergi begitu saja padahal pintu mobilnya masih terbuka membuat Chaca sedikit terkejut lantas langsung menutup pintu mobil itu.
"Sabar Cha, orang sabar banyak yang sayang" kekeh Chaca menyemangati dirinya sendiri sebari terus berjalan melewati gerbang tinggi rumahnya.
Gadis bertubuh mungil itu hanya mendengus sebal tatkala membuka pintu dan keadaan rumahnya yang selalu saja sepi, sudah seminggu Chaca tinggal di Jakarta.
Sebelumnya Chaca tinggal di Bogor, ia bersekolah di sekolah khusus perempuan yang menyediakan asrama, disana Chaca memiliki banyak teman. Tak seperti sekarang, bukan hanya keadaan rumahnya yang sunyi, numun juga harinya yang sangat menyebalkan.
Sekolahnya pun terasa sangat sepi, mereka seperti zombie yang lapar nilai. Menurut Chaca, keadaan sekolahnya sangat kaku. Chaca akui, murid-murid di sekolah barunya itu sangatlah berprestasi.
Tak sembarang orang dapat bersekolah mahal dan tempatnya orang-orang kaya. Hanya beberapa murid saja yang bisa dibilang miskin, itupun mereka sangatlah pandai.
Meskipun begitu, Chaca sangat bahagia karena bisa satu sekolah dengan orang yang ia cintai.
"Hari pertama gue hancurrr" jeritnya sebari membaringkan tubuhnya di kasur king size berwarna pink.
Chaca tersenyum "Chaca cantik, gak boleh begitu! Hari pertama elo tuh penuh dengan kenangan, jadi syukuri aja ya!" Ucapnya menasihati dirinya sendiri.
"Gak, gak, gak. Besok pokoknya lo harus cari temen sebanyak-banyaknya biar lo betah sekolah di sana!"
"Aaaaaa,,, gue lupa minta nomor telfon nya Dian sama Rio" sesalnya sebari menendang-nendang tembok didepannya.
"Chaca, mandi terus turun sayang. Ayah bawa makanan kesukaan kamu" suara dari balik pintu berwarna pink itu membuat Chaca langsung bangkit dan berlari menuju kamar mandi.
Hanya beberapa menit saja bagi Chaca membersihkan badannya, Chaca telah duduk di kursi meja makan dengan memakai piyama berwarna pink dan sendal bulu berwarna senada.
"Waaaa,,, Ayah emang paling the best deh" puji Chaca dan langsung memakan junk food dan satu cup es krim besar didepannya.
"Makannya pelan-pelan sayang, ayah gak minta kok" ucap Juan sebari terkekeh melihat anaknya memakan junk food dengan es-krim.
"Hehe,, abisnya Chaca laper bangat Yah"
"Emangnya tadi siang kamu gak makan?"
"Makan kok, kan Chaca pulangnya sore jadi laper lagi deh. Hehe" kekehnya.
"Chiko gak ngajak kamu makan?"
"Chaca gak minta jadi gak diajak makan deh"
"Kenapa kamu gak minta? Biasanya kamu manja sama soal perut?"
"Gak enak Ayah, Chiko sama Chaca baru ketemu beberapa hari masa langsung minta di ajak makan sih"
"Ya udah, nanti ayah tambahi uang jajan kamu. Beli makanan sesuka kamu, jangan sampe kelaparan"
"Siap Ayah" ucap Chaca sebari terus memakan makanannya.
Chaca tak tau jika Juan tau semuanya tentang hubungannya dengan Chiko. Dan Juan juga sudah membicarakan dengan ayah Chiko yang memang sedikit tempramental.
°°°
Jam Beker berwarna pink milik seorang gadis yang tengah menyisir rambut hitam sebahunya itu terus berbunyi membuat sang pemilik terganggu "Heh, lo tuh udah gue matiin berkali-kali, kenapa masih bunyi aja??" Ketusnya sebari mematikan jamnya.
Namun usahanya sia-sia, jam berwarna pink itu terus menerus berbunyi membuat Chaca semakin heran dibuatnya, tak mau ambil pusing. Gadis itu langsung membawa jam Beker miliknya kekamar mandi dan menyiramnya menggunakan air di wastafel.
"Ck, makannya kalo sama majikan tuh yang nurut!" Ucap Chaca sebal lalu meninggalkan jam Beker itu.Untuk berangkat ke sekolah yang jaraknya cukup jauh.
"Ayah, hari ini Chaca berangkat sendiri so-"
Juan yang tadinya tengah mengoles roti tawar menggunakan selai coklat langsung menghentikan aktivitasnya untuk menghadap kearah putrinya yang telah duduk manis didepannya.
"Emangnya Chiko kenapa?"
"Chiko ada urusan, ayah tenang aja. Chaca bisa kok berangkat sendirian, oh iya sepeda Chaca yang dulu masih bagus kan Yah?" Tanya Chaca sebari melahap sarapannya.
"Kamu mau naik sepeda?, Mau ayah anterin aja?" Tanya Juan.
"Ck, kalo ayah manjain Chaca terus, Chaca kapan dewasanya? Ayah tenang aja, Chaca udah bisa jaga diri kok. Chaca juga bisa bela diri" ucap Chaca menenangkan ayahnya yang sangat protektif terhadapnya.
"Iya deh, tapi janji harus hati-hati ya, kalo ada apa-apa langsung telfon ayah!"
"Iya Ayah, ya udah Chaca berangkat ya!"
"Iya, jangan lupa hati-hati ya"
Chaca tak menjawab, gadis itu hanya mengacungkan jempolnya sebagai jawaban lalu terus berjalan menuju garasi dimana sepedanya berada.
"Waaaahhh,, masih bagus juga nih sepeda" kekehnya lalu mengambil sepada berwarna pink dengan keranjang yang sangat imut.
Dengan wajah cerianya, Chaca mulai mengayuh sepedanya keluar rumahnya yang sangat luas itu.
Hatinya memang tak sebaik penampilannya, tadi malam tiba-tiba Chiko menghubungi dirinya, bahwa hari ini Chiko akan berangkat bersama Silfi, jadi mau tak mau Chaca harus berangkat sendiri.
Mata Chaca langsung berbinar tatkala melihat toko yang menjual gantungan penangkal mimpi di tepi jalan "Buka 24 Jam? Kok gue baru tau kalo ada toko kek ginian di sini?" Tanyanya pada diri sendiri.
Tak berfikir dua kali, Chaca langsung memarkirkan sepedanya lalu memasuki toko itu. "Woaaaa,, Cantik-cantik kek gue" kekehnya.
"Mau cari apa dek?" Tanya seorang wanita paruh baya dengan pakaian bunga-bunga.
"Satunya berapa buk?"
"Tergantung ukuran dek, kalo yang kecil cuma 20 ribuan, yang lumayan gede 35 ribuan dan yang paling besar 100 ribuan"
"Hemmm, ya udah saya ambil yang sedang warna pink satu ya buk" ucap Chaca.
Wanita itu langsung mengambil gantungan penangkal mimpi yang di maksud Chaca.
Chaca mengikuti langkah wanita itu untuk membayarnya. Hanya membutuhkan waktu tak lebih dari lima menit, Chaca keluar toko dengan senyum yang menampakkan deretan giginya.
Namun hal itu tak membutuhkan waktu lama, senyuman itu luntur ketika gadis bertubuh mungil itu melihat seorang cowok yang duduk di boncengan sepedanya.
"Siapa lo? Mau maling sepeda gue ya?!" Ketus Chaca menghampiri sepedanya.
"Enak aja cowok paling ganteng di dunia, lo anggep maling?" Ucapnya tak terima.
Bibir Chaca menciut "Terus lo lagi ngapain duduk di sepeda gue? Hah?!"
"Gini Cha gu-"
"Lo kenal gue? Jangan-jangan lo mau nyulik gue ya?!" Kejut Chaca sebari memundurkan langkahnya.
"Terlalu banyak baca novel lo! Gue satu kelas sama elo, elo sendiri yang ngenalin diri di depan kelas kemaren"
"Huh? Lo satu kelas sama gue? Kok gue gak liat elo?" Kejut Chaca sebari menahan tawanya.
Cowok itu mengulurkan tangannya "Kenalin dulu nih, nama gue Sandi. Gimana? Udah kenal kan?" Katanya, Chaca masih berdiam tanpa mau menerima uluran tangan Sandi, membuat cowok itu memutar bola matanya malas.
"Ck, itu gak penting. Yang terpenting sekarang, lo mau duduk di boncengan gak?" Lanjutnya.
"Maksudnya?"
"Gue nebeng boleh? Motor sama mobil gue disita polisi!" Ucapnya.
"Polisi gimana? Motor sama mobil Lo hasil cur-"
"Tuh, tuh, tuh, Lo kayaknya emang kebanyakan baca novel deh"
"Heh, elo nya aja yang omongannya ambigu. Udalah, gue gak mau ribut sama orang sedeng kek elo!" Ketus Chaca sebari mendorong tubuh cowok berambut klimis itu untuk turun dari sepedanya.
"Ck, iya-iya gue yang salah, bokap gue polisi. Mobil, motor dan semua alat-alat elektronik punya gue disita sama dia, sekarang gue gak punya uang sepeserpun buat naik angkutan, gu-"
"Cowok kok cerewet, cepetan lo ya yang ngayuh!" Ucap Chaca hendak meninggalkan cowok berambut klimis yang katanya bernama Sandi itu.
"Iya-iya, sorry kalo gitu" ucapnya sebari memegangi boncengan sepada milik Chaca hingga sepeda gadis itu tak bergerak maju.
Chaca memutar bola matanya malas sebari meniup poni tipis nya.
"Ngayuhnya yang cepet, gue gak mau telat" ucap Chaca menyerahkan sepeda pink-nya.
"Siap, pegangan yang kenceng!"
"Gak usah banyak omong lo, cepetan jalan!!" Ketus Chaca, Sandi langsung mengayuh sepeda milik Chaca.
Sedangkan cewek mungil itu memeluk tas milik Sandi di belakang.
°°°°°
See you next part..
Sorry kalau garing..
Salman
Sellaselly12