6
"Pagi, Chiko" ucap Chaca ceria takala melihat kedatangan Chiko. Cowok itu hanya melirik sekilas gadis mungil yang menompang kepalanya.
"BRISIK!!" ketus Rian menenggakkan kepala nya yang tadi ia telungkupkan
Chaca memanyunkan bibirnya sebal, cowok yang duduk di sebelahnya itu sangat temperamental dan suka sekali mengancam "Ye,, siapa suruh denger"
"Ngom-"
"Waaaaaa,,,, Rizal,,, aaaaaaa" jeritan itu membuat Rian langsung bangkit dari duduknya membuat Chaca mengkerutkan keningnya bingung sekaligus penasaran karena hampir semua gadis di kelasnya berteriak kegirangan kecuali Dian yang malah tertelungkupan kepalanya di lipatan tangannya.
"Cowok itu?" Kejut Chaca sebari menutupi mulutnya yang terkejut, "Lo tau siapa dia?" Tanya Chaha kearah Rian yang masih saja fokus memperhatikan cowok aneh itu.
Chaca berdecak karena pertanyaannya tak di respon. Chaca menepuk pundak cowok disampingnya itu berharap mendapat respon darinya "Hyaa, gue ngomong sam-" ucapan Chaca terhenti takala tangannya yang diplintir oleh Rian "Aaa,, sakit Ri!" Ucap Chaha memejamkan matanya menahan rasa sakit.
"Gue peringatin elo sekali lagi! Jauhi Dian, kal-"
"Kalo gue gak mau kenapa, hah?" Potong Chaca sebari melototkan matanya.
"Lo car-"
Belum sempat Rian menyelesaikan ucapannya, cowok itu hampir saja terjungkal kebelakang takala badanya didorong oleh gadis mungil yang tadi tangannya ia plintir.
Ya, Chaca mendorong tubuh kekar Rian saat matanya melihat kejadian yang membuatnya sangat marah.
Bugh
Nafas Chaca berderu melihat sahabat barunya mengelurkan air mata, pelakunya adalah cowok bermuka datar yang telah tersungkur dilantai.
"Banci lo!" Katus Chaca, semua mata tertuju pada gadis mungil bar-bar itu. Chaca melihat kearah Dian yang tengah mengelap air matanya "Kita ke UKS aja! Disini banyak cowok gila!" Ucap Chaca mengelus rambut Dian yang tadi dijambak oleh Cowok muka datar yang katanya bernama Rizal.
"Aaaaa" jerit Chaca sebari memegangi rambutnya yang di jambak dari belakang. "Hya, lo gila ya?!" Ucap Chaca masih dalam posisi sama, posisi dimana dirinya sangat kesakitan.
Ini pertama kalinya ia dijambak, dan ternyata rasanya sangat menyakitkan "Jauhi Dian!" Ucapnya tepat ditelinga Chaca "Heh, banci! Serah gue lah mau temenan sama siapa aja, lo siapa yang berhak ngatur hid- aaaaa" ucap Chaca sebari menjerit kesakitan saat Rizal semakin menarik rambut hitam milik gadis pendek itu.
"Rizal stop! Aku mohon" jerit Dian sebari memejamkan matanya, sepertinya ketakutan.
Suasana semakin panas, dan herannya tak ada satupun yang melapor ke guru, Chaca melirik sekilas kearah tunangan nya berhadap mendapat bantuan.
Namun tentu saja usahanya sia-sia. Chiko malah memalingkan wajahnya saat Chaca menatapnya dengan tatapan minta tolong.
"Aaaaaa" jerit Chaca semakin menjadi-jadi takala tarikan itu semakin kencang.
Mata gadis mungil itu mulai berkaca-kaca namun tak sampai meneteskan air mata. Tak lama, seutas senyum miring ia pancarkan saat Chiko melewatinya hendak pergi dan sengaja menginjak kakinya. Dan itu membuat Chaca memiliki ide.
"Aaaa" cicit Rizal, Chaca menginjak kaki cowok bertubuh tinggi dengan wajah datar itu.
"KELUAR SEMUA DARI KELAS KECUALI CHACA DAN RIAN!!!" Bantak Rizal membuat Chaca sedikit kaget olehnya. Tak hanya membentak, Rizal juga menendang bangku disebelahnya.
Semua menurut, begitupun dengan Dian yang tadinya enggan pergi namun Chaca tersenyum kearah gadis pendiam itu lalu mengucapkan "Semuanya akan baik-baik aja" ucap Chaca dengan senyum manis.
Didalam kelas kini hanya ada Chaca, Rian dan Rizal. Bukannya takut, Chaca malah melipat kedua tangannya lalu menatap kedua cowok tinggi di depannya itu dengan tatapan menantang.
"Pegang dia" perintah Rizal, Chaca tak tinggal diam. Gadis yang sudah mempelajari ilmu bela diri sejak kecil itu langsung melawan meskipun usahanya sia-sia.
Kedua tangannya dikunci oleh Rian dibelakang "Gue udah peringatin elo tadi! Jangan salahin gue kalo lo bangun di rumah sakit atau bahkan gak pernah bangun!" Ucap Rian tepat ditelinga Chaca.
"Hya, kalian pikir gue bakalan takut gitu? Hidup, mati tuh ditangan Tu-"
Bugh,
Benar kata Dian, Rian tak pandang bulu untuk dijadikan lawan. Chaca menggerang sebari mengelap hidungnya yang mengeluarkan darah saat tubuh kecilnya dengan mudah dilempar hingga terjatuh mengenai meja oleh Rian.
Yang membuat Chaca bingung adalah, Rizal! Cowok itu hanya duduk di atas meja sebari melihat apa yang terjadi di depannya tanpa mau ikut campur.
Chaca bangkit dengan susah payah "Masih bisa bangun?" Tanya Rian sinis sebari berjalan mendekat lalu mengambil kursi, mengangkatnya dan siap untuk dilemparkan kearah Chaca yang langsung menutupkan matanya takut.
Namun tak bertahan lama, Chaca membuka matanya saat suara cowok familiar memasuki indra pendengarannya, dia Rio.
Cowok yang menurut Chaca paling baik dan waras disekolahnya. Rio tak sendirian, ia ditemani seorang guru berkumis tebal dengan tongkat kayu panjang yang ada di tangannya.
"Kalian berdua ikut bapak ke ruang BP!" Ucap guru berkumis tebal itu.
"Dua? Maksudnya saya sama dia pak?" Tanya Chaca dengan jari telunjuk ia arahkan kearah Rian.
"Iyalah kalian berdua! Cepetan!!"
"Gak bisa gitu dong pak, dia juga harus ikut!" Protes Chaca, kini telunjuknya ia arahkan ke arah Rizal yang malah tersenyum miring.
"Bapak nyu-"
"Gue ikut!" Ucap Rizal, membuat Chaca tersenyum puas berbeda dengan Rian dan guru berkumis tebal ber name-tag Kasmuri itu.
"Kalian berdua, cepetan ikut bapak!" Perintah pak Kasmuri sedikit membentak saat Rizal sudah berjalan jauh kearah ruang BP yang berada di lantai dasar.
"Semuanya masuk kekelas" perintah Rio selaku ketua kelas.
Chaca berjalan dengan lesu, hidupnya akhir-akhir ini penuh dengan rintangan dan warna. "Cha" panggil Rio sebari memegang pergelangan tangan Chaca.
"Sorry gue telat" ucapnya dengan nada menyesal, Chaca tersenyum. Lalu menepuk pundak Rio dengan berjinjit "Santai aja, gue juga gak kenapa-napa kok" ucap Chaca melangkah pergi "Oh, iya. Makasih yaa" jerit Chaca padahal jarak Rio dengannya tak terlalu jauh.
Rio tersenyum melihat tingkah gadis periang yang malah berlari menyusul pak Kasmuri dan dua cowok tadi.
Rio membalikkan badannya "Astaga" kejut Rio sebari mengelus dadanya yang terkejut melihat Dian tengah berdiri tepat didepannya.
"Lo gak masuk kelas?" Tanya Rio, Dian memandang koridor disekitarnya yang sudah nampak sepi karena semua murid kelasnya sudah masuk kekelas sesuai perintah Rio tadi.
"Aku takut" ucap Dian meremas genggaman tangannya sendiri.
"Lo tenang aja, dia bakalan baik-baik aja kok. Lo juga tau kan kalo dia punya tunangan?"
Dian mengangguk "Tapi kayaknya Chiko gak peduli sama dia, aku takut dia bakalan kayak Rin-"
"Gue tau kok, Chiko juga sayang sama dia. Lo tenang aja, gak usah pikirin yang lalu" ucap Rio menenangkan Dian yang tadi ketakutan kini sudah mulai tenang.
"Kamu yakin Chiko sayang sama dia? Apa jaminannya" tanya Dian sendu.
"Ck, gue! Masih ada gue. Dia bakalan baik-baik aja kalo masih ada gue!" Ucap Rio yakin.
"Kamu gak selalu ada disek-"
"Ok, mulai sekarang gue akan selalu ada di sekolah. Gue juga gak mau hal yang terjadi dimasa lalu terulang lagi" ucap Rio.
Dian tersenyum "Maaf, Aku cuma bisa buat kamu sengsara" sesal Dian.
"Udah ah, yok masuk kekelas" ajak Rio, Dian mengangguk lalu mengikuti langkah Rio memasuki kelasnya.
°°°°°
See you next part..
Sorry kalau garing..
Jangan lupa Vottment
Bye...
Salman
sellaselly12