Mencari keberadaanmu

1455 Kata
#3 Mencari keberadaanmu “Mas, sarapan dulu.” Bastian menatap Atika –istri yang di nikahi karena terpaksa- dengan tatapan begitu jengah, tidak seharusnya dia menikah dengan perempuan yang bahkan tidak dia kenali seperti ini, harusnya dia bahagia dengan Indira tetapi siall sekali karena dia harus terjebak dalam pernikahan ini, yang hanya sebatas pertanggung jawaban atas janin yang berada dalam perut Atika. “Nggak perlu sok perduli! Dan ingat pernikahan ini hanya karena gue memenuhi keinginan tunangan gue. Jadi lo nggak usah memerankan tugas sebagai istri!” Bastian memilih untuk keluar dari apartemen. Meninggalkan Atika yang terpaku menatap kepergian suaminya. Menunduk merasakan dadanya begitu sakit atas apa yang di katakan oleh Bastian. Atika tahu pernikahan ini memang tidak di inginkan, seharusnya di sini dia yang marah karena sudah jelas dia adalah korban. Tetapi kenapa Bastian malah menyalahkan dirinya atas pernikahan ini. Mengusap air mata di pipinya, Atika memilih untuk sarapan. Tadi dia memasak bahan-bahan yang memang dia temukan di dalam lemari pendingin. Tidak banyak bahan makanan apalagi mereka baru saja menempati apartemen ini kemarin sore, di mana sebelumnya Atika bersama dengan Bastian tinggal di rumah orang tua Bastian, setelah beberapa hari mereka resmi menjadi suami istri. Selesai sarapan dan mencuci piring bekas dia makan, Atika memilih untuk duduk di sofa menyaksikan televisi yang menampilkan sebuah berita. Pandangannya tidak begitu fokus. Atika memikirkan apa yang terjadi kepada hidupnya. Semua yang begitu terjadi secara tiba-tiba membuat dia harus membiasakan diri dengan semuanya, terutama dengan sikap Bastian yang begitu kasar dan ketus kepadanya. Atika kembali mengingat, beberapa waktu lalu setelah malam itu terjadi. Malam di mana apa yang selama ini di jaganya terenggut dengan cara tidak wajar, bahkan setelahnya di tinggalkan seperti perempuan malam yang setelah di pakai kemudian di bayar. Bahkan saat Novi menemukannya dengan pakaian yang sangat berantakan, meraung dalam dekapan Novi. Hidupnya benar-benar hancur saat itu. Novi sendiri melihat dengan jelas lelaki yang keluar dari kamar di mana setelahnya dia melihat Atika keluar dari sana. Lelaki yang sudah tidak asing lagi karena memang pemilik dari kelab adalah teman dari lelaki tersebut. Novi mengenalnya, lelaki bernama Bastian Ardhana. Karena itu juga Novi mencaritahu semuanya, sampai menemukan sosok perempuan yang dekat dengan Bastian, yang kemudian Novi pun bertemu dengan perempuan tersebut tanpa sepengetahuan Atika, karena sepupunya itu tidak ingin masalah ini terlalu di perpanjang. ** “Tolong, Mbak. Saya nggak mau kalau sepupu saya di perlakukan seperti perempuan bayaran.” Novi memohon kepada Indira. Setelah beberapa hari mencaritahu tentang Indira akhirnya Novi bisa bertemu dengan perempuan tersebut. Beruntung sekali Indira begitu ramah, bahkan ketika Novi hanya mengirimkan direct massage di akun media sosialnya dan mengatakan ingin bertemu karena ada hal yang begitu penting untuk di ceritakan kepada Indira, akhirnya perempuan itu mau bertemu. Indira masih terpaku. Memahami semua yang di ceritakan oleh perempuan yang berada di hadapannya. Sebenarnya dia agak ragu ketika mendapatkan pesan dari seseorang yang bahkan belum sempat dia kenal dan meminta untuk bertemu. Tetapi ketika mengetahui ada sangkut pautnya dengan Bastian –tunangannya, Indira akhirnya mau menemui Novi. “Mbak ...” Indira menatap Novi dengan wajah yang memucat. Benar-benar tidak menyangka bahwa tunangannya telah melakukan hal yang mengecewakan. Bagaimana bisa Bastian memberikan luka kepadanya sedalam ini di saat selama mereka menjalin hubungan, perlakuan manis yang Bastian lah yang selalu Indira terima dari laki-laki itu. Sekarang, bahkan Indira tidak pernah terbayang Bastian akan mengecewakannya seperti ini. Satu hal yang membuat Indira kecewa selain apa yang telah Bastian perbuat, yaitu tunangannya sudah berbohong. Bastian berjanji untuk tidak masuk ke dalam kelab malam tetapi Bastian ingkar. “Dan aku juga baru tahu kalau Atika sedang mengandung.” Bak di sambar petir, Indira benar-benar tidak tahu harus mengatakan apa saat ini. Novi mengatakan semua yang telah Bastian lakukan kepada perempuan yang bernama Atika, kemudian sekarang atas apa yang telah Bastian lakukan, ada nyawa lain yang hadir di antara mereka. Hasil dari perbuatan malam itu, yang telah Bastian lakukan kepada Atika. “Aku pastikan dia akan bertanggung jawab.” Suara Indira tampak lirih. Dadanya seakan sesak setelah mengatakan hal tersebut. Membiarkan Bastian menanggung semuanya adalah pilihan yang tepat kan, apalagi hubungan mereka belum ke tahap persiapan pernikahan, biar lah Indira yang mundur. Karena dia tidak ingin melukai hati Atika, Indira juga tidak tega kalau sampai Atika memiliki anak tanpa adanya suami dan Bastian harus bertanggung jawab atas apa yang telah dia perbuat. ** Indira kembali menangis setelah mengingat kembali pertemuannya dengan perempuan bernama Novi. Keputusannya ini sudah tepat, tidak mungkin Indira membiarkan Atika yang hidupnya bahkan sebatang kara tanpa adanya orang tua kemudian harus menanggung apa yang telah di perbuat oleh Bastian sendirian. Indira harus melepaskan Bastian meski memang sulit untuk melupakan dan menghapus cinta yang selama ini dia miliki. Apalagi hubungan mereka bukan seumur jagung tetapi sudah begitu lama sekali sampai akhirnya memutuskan untuk bertunangan, namun Indira harus menelan kenyataan yang begitu pahit, pertunangan yang begitu membuat dia merasa menjadi perempuan yang paling bahagia, nyatanya harus kandas dan tidak berlanjut ke jenjang pernikahan. Hubungannya dengan Bastian harus berakhir sampai di sini. Indira menggeleng, dia tidak boleh memikirkan apa yang sudah berlalu. Indira harus hidup ke depan, menatap masa depan bukan terpukul karena apa yang sudah terjadi di masa lalu. Mungkin semua ini yang terbaik untuk dirinya, Indira tahu Tuhan selalu memiliki cara untuk bisa membuat kehidupannya kembali bahagia. Tok tok tok Indira menoleh mendengar pintu kamarnya di ketuk dari luar, beranjak dari kursi di depan cermin. Kemudian membuka pintu dan melihat Bi Sumi yang ternyata mengetuk pintu kamarnya. “Ada apa, Bi?” tanya Indira. “Itu sarapan sudah siap, Non. Bibi tadi teh khawatir karena Non Indi belum keluar kamar. Non baik-baik saja?” Bi Sumi yang tadi memang tidak menemukan beradaan Indira bahkan setelah selesai menyiapkan sarapan menjadi khawatir dan akhirnya memilih untuk memastikan keadaan anak majikannya. Indira tersenyum, “Nggak apa-apa, Bi. Tadi Indir kesiangan bangunnya terus mandi lama deh jadi belum keluar dari kamar,” ucapnya. Bi Sumi mengangguk, tampak sekali dari wajahnya yang begitu lega karena melihat anak majikannya baik-baik saja. “Kalau begitu sarapan dulu, Non.” “Iya, Bi. Sebentar lagi Indi sarapan, mau telepon Ibu dulu.” “Kalau begitu Bibi permisi ke belakang lagi,” pamitnya. Setelah mendapatkan jawaban dari Indira, Bi Sumi pun kembali ke belakang melanjutkan pekerjaannya yang sempat dia tinggal karena memastikan keadaan Indira. ** “Lo beneran nggak tahu keberadaan Indira? Jangan tutupi dari gue, Na. Dia masih tunangan gue sampai sekarang.” Bastian tengah bersama Nana, yang tak lain adalah sahabat dari Indira. Tidak pernah menyerah, Batian terus mencaritahu keberadaan Indira. Mendapatkan penolakan dari orang tua Indira ketikan Bastian kembali ke kediaman keluarga Indira, akhirnya Bastian menghubungi Nana dan meminta untuk bertemu. “Gue kan udah bilang. Gue sama sekali nggak tahu sekarang Indi ada di mana dan kalau pun gue tahu, ngapain gue kasih tahu sama lo. Laki-laki yang udah nyakitin sahabat gue. Brengsekk banget lo!” seru Nana masih begitu kesal sekali kepada Bastian, bagaimana tidak laki-laki di hadapannya ini sudah menyakiti sahabatnya. Kalau saja Bastian tidak memaksa sampai menghampiri dia di tempat kerjanya seperti ini, Nana mana mau bertemu dengan laki-laki brengsekk ini. “Lo tahu kan gue sayang banget sama dia, gue nggak mau pertunangan dan rencana menikah gue sama dia batal kaya gini. Gue masih mau hidup sama Indira.” “Cih! Ingat status lo sekarang, Tian,” cibir Nana geram sekali. Kenapa Bastian tidak sadar dengan statusnya saat ini yang sudah tidak lajang lagi, Bastian sudah memiliki istri kan untuk apa masih mengharapkan bisa menikah dengan Indira. “Lagian gue sih yakin sahabat gue nggak akan menerima kehadiran lo lagi. Ingat ya, Tian, lo udah begitu membuat Indira terluka. Luka yang lo torehkan terlalu dalam dan nggak mudah untuk mengobatinya,” lanjut Nana. “Ya, gue tahu. Tetapi semua itu bukan keinginan gue, waktu itu gue nggak sadar.” “Anjirr banget lo! Nggak sadar tapi menikmati sampe keluarin di dalem dan akhirnya sekarang cewek itu hamil kan. Emang kalau udah brengsekk tetap aja brengsekk!” Bastian masih begitu sabar meski sejak tadi Nana terus saja mengatainya sebagai lelaki brengsekk. Bastian terima itu tetapi dia masih ingin memperbaiki semuanya, Bastian masih begitu mencintai Indira dan tidak ingin kehilangan gadis itu seperti ini. Bastian tidak bisa kalau dalam hidupnya tidak ada Indira. “Sebaiknya lo pulang, jam istirahat gue habis dan gue harus balik kerja. Gue tekankan sekali lagi ya, Tian, lo nggak usah berharap akan kembali bersama dengan Indira, demi Tuhan gue nggak ikhlas sahabat gue kembali sama lo. Gue akan pastikan Indira mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari lo!” seru Nana kemudian pergi tanpa mau mendengar balasan dari Bastian. Sungguh kesal sekali mengetahui bahwa sahabatnya mendapatkan luka dari laki-laki yang bahkan sempat menjadi tunangannya. “Kamu di mana, Sayang,” lirih Bastian mengusap wajahnya kasar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN