BALI

2203 Kata
Banyak orang terkena sindrom benci hari Senin, tapi sepertinya itu tidak berpengaruh denganku. Aku masih tetap ceria dan bahkan merapikan laporanku untuk bisa aku kerjakan di ruangan Nashby nanti. Ruangan tempatku bekerja belum begitu ramai dan aku juga masih sempat untuk mengisi botol minumku. Pokoknya aku sudah siap sekali untuk bertemu dengan Nashby hari ini. “Pagi banget, Sha. Tumben?” Tanya Mbak Fika yang langsung mendaratkan tubuhnya ke kursi kerja setelah sampai di kubikelnya. “Pagi salah, kesiangan salah,” ucapku dengan jenaka. “Hmm.. gak inget lo kemarin udah mewek, lelah katanya. Masih ceria aja gitu. Gaya-gaya bilang gak kuat, padahal kerja sama Nashby itu impian lo. Ya kan?” ucap Mbak Fika yang kurasa cukup tajam, tapi kupikir itu hanya candaannya karena memang dia yang paling usil dari kami. Dia juga paling tahu aku sangat mengidolakan Nashby. “Gue udah recharge semangat gue, Mbak. Yaelah..” “Sip deh..” ucapnya sambil mengacungkan dua jempolnya ke arahku. Lalu kembali beraktifitas di kubikelnya. Sebenarnya aku merasa aneh dan agak speechless dengan statement Mbak Fika tadi sih. Aku mencoba mengalihkan pikiranku dengan membuka laciku dan mengambil kaca untuk merapikan make upku. Aku ingat tadi belum sempat memakai lipstik dan hanya memakai pelembab bibir. Walaupun sudah terlihat pink alami, aku merasa penampilanku terlihat pucat. Aku pun segera menyapukan lipstik dengan warna nude coral ke bibirku. Tidak lama rekan-rekan satu tim ku datang secara bergantian dan diakhiri dengan Rey yang hampir selalu datang paling akhir. “Pagi semuanyaaa!” sambut Rey dengan ceria. “Pagi..” Jawab kami kompak dengan berbagai macam ekspresi, ada yang sama cerianya sepertiku. Ada juga yang malas-malas. Ada juga yang hanya menggerakkan bibir saja. “Yaaahh.. pagi ini baju kita gak kembar, Sha. Tumben ya?” ucap Rey dengan wajah kecewa yang dibuat-buat. Aku hanya memutar bola mataku tanda malas. “Lo cantik banget sih hari ini. Model rambut lo ganti ya?” tambah Rey yang kini sudah berdiri di samping kubikelku. Aku menatap Rey dengan binar mata kagum. Bisa-bisanya dia peka dan tahu apa yang berubah dariku. Aku memang sengaja menata rambutku sesuai yang dilakukan Mbak Yance kemarin. Poniku tidak lagi menutup dahiku, tapi ku buat menyamping agar terkesan lebih dewasa dan profesional. Semenjak Nashby membawaku ke acara Tasya kemarin, aku jadi menyukai tata rambut yang dilakukan Mbak Yance. Memang harga tidak pernah mengkhianati hasil. “Bagus gak sih, Mas Rey?” “Bagus dong, lo selalu cantik mau dandan kayak gimanapun,” ucap Rey dengan senyuman mengembang. “Kerja – kerjaa..” sahut Iqbal yang membuatku dan Rey jadi terkekeh mendengarnya. Setelahnya Rey menuju ke mejanya dan aku kembali berkutat dengan beberapa file yang harus ku pindahkan dari komputer menuju flashdisk untuk kukerjakan menggunakan laptop. Drrt.. Drrt.. Ponselku bergetar dan mengalihkan perhatianku. Aku membuka aplikasi layanan chat itu dan tersenyum sumringah mendapati nama Nashby bertengger disana. Nash ♥ Ke ruanganku sekarang. Aku tersenyum melihat pesannya kepadaku. Semenjak kejadian minggu lalu, Nash memintaku untuk memberikan nomor ponselku. Katanya ia tidak cukup punya banyak waktu untuk mendatangi aku setiap hari di ruanganku. kupikir-pikir, kenapa juga harus dia yang ke ruanganku setiap hari hanya untuk mengatakan ‘Alsha! Segera ke ruangan saya’. Ck! Memang aneh. Dia kan bisa minta sekretarisnya untuk melakukan itu. Kenapa harus repot? Aku segera beranjak dari duduk ku dan membawa semua yang kubutuhkan di tangan dan kiriku. Setelah aku rasa tidak ada yang tertinggal, aku berpamitan dengan yang lain agar mereka bisa tau dimana aku jika menginginkan sesuatu yang urgent. “Aku ke ruangan Pak Nashby dulu ya, semua.” “Siap, Alshamiraaa..” ucap Rey dengan nada yang dibuat-buat membuatku jadi cemberut. Selain Rey, tidak ada yang menjawabku. Mereka semua sibuk berkutat dengan layak komputer masing-masing dan tidak ada yang menghiraukanku. Ini rasanya aneh, tapi mungkin memang sedang sangat sibuk mengingat produk baru akan di launching secara resmi kurang dari seminggu lagi. Aku benar-benar tertinggal info soal launching produk jasa itu karena mereka tidak melibatkanku atas acara launching itu. Timku beralasan bahwa mereka takut load pekerjaanku terlalu tinggi hingga aku tak bisa beristirahat. Benarkah hanya itu? Entahlah, setidaknya minggu lalu aku juga sudah bekerja untuk membantu timku mendapatkan klien di acara pernikahan Tasya. Semoga saja semuanya berjalan lancar dan tidak terjadi hal buruk. Jujur saja, aku merasa aneh hari ini karena sikap dari rekan-rekan kerjaku terasa berbeda. Aku tidak tahu apa yang salah dengan itu. Tok.. tok.. tok.. Kuketuk ruangan Nashby dan menunggu jawaban darinya. “Masuk,” ucap laki-laki itu dari intercom yang berada di sebelah pintunya. Aku segera membuka pintunya dan melongokkan kepalaku terlebih dahulu dengan senyuman di wajahku untuk menyambut tatapan tajamnya yang sudah tidak kulihat selama akhir pekan ini. Laki-laki itu segera mengalihkan pandangannya padaku yang sudah berada di ambang pintu. Aku segera masuk dan menutup kembali pintu itu lalu berjalan mendekatinya. Entah kenapa ia menghentikan aktivitasnya dan menatapku bukan dengan pandangan tajam, melainkan tatapan teduh dengan senyuman tipis menghiasi wajahnya. “Pagi Pak," sapaku sambil meletakkan seluruh barang yang ku bawa ke meja. “Pagi,” balasnya singkat samil menatapku sesaat sebelum kembali melanjutkan kegiatannya memeriksa setumpuk dokumen di hadapannya. “Ada yang bisa saya bantu, Pak?” “Ada beberapa dokumen yang perlu kamu cek, lalu nanti saat istirahat siang, kita akan ada rapat dengan klien sambil makan siang diluar. Setelah itu nanti kamu akan di bantu Dimas untuk mulai belajar tentang tugas-tugas yang akan kamu kerjakan ke depannya,” Nashby berucap panjang dan aku malah terkagum bukannya mencerna kata-katanya. Setelah aku ingat-ingat perkataannya, sepertinya ada yang kurang benar dari susunan kalimatnya. Tugas apa yang bakal aku kerjakan untuk kedepannya? Aku akan mendapat pekerjaan tambahan diluar pekerjaan marketing dan menjadi pembantu umum untuk pekerjaannya ini? Seketika mood yang aku bangun tadi pagi hancur karena aku kembali pada realita bahwa pekerjaan serba bisa ini makin tidak masuk akal. “Kamu kenapa?” tanya Nashby yang berada di hadapanku dengan tatapan tajamnya. “Ya?” jawabku bingung. Memangnya aku kenapa? “Kamu lanjutkan saja, setelah mengecek dokumen. Saya minta kamu mulai selesaikan pekerjaan urgent kamu di marketing. Diskusikan dengan saya kalau ada hal-hal yang tidak bisa segera kamu tangani.” “I – iya.. Pak.” jawabku ragu. Aku masih merab-raba, sebenarnya apa yang diinginkan oleh Nashby.Kenapa aku harus menyelesaikan tugasku di Marketing? Apa aku akan di pecat? Gak mungkin kan aku dipecat. Dia saja sudah menyuruhku untuk mengikuti Dimas nanti setelah istirahat untuk belajar hal baru. Apa aku di mutasi? Aku di pindah kantor cabang? Aku akan di apakan? Kata-kata Nashby sukses membuatku tidak berkonsentrasi sepanjang pagi hingga menjelang jam makan siang. Aku melirik jam di pergelangan tanganku dan mendapati waktu sudah menunjukkan pukul setangah dua belas siang. Aku beranjak dari kursiku hendak ke kamar mandi untuk merapikan penampilanku sebelum ikut Nashby makan siang ini. “Mau kemana?” Baru saja beranjak, ternyata mata Nashby benar-benar awas. Suara baritonnya menyapaku, padahal sudah hampir tiga jam tidak ada kata-kata apapun yang keluar dari mulutnya. “Mau ke toilet, Pak.” “Siap-siap sekalian. Setelah selesai kita langsung berangkat.” “Baik, Pak.” “Sha, mau kemana?” Baru saja beberapa langkah aku berjalan, laki-laki itu kembali bertanya. Kenapa dia tanya pertanyaan yang sama? Aku tidak akan mengganti jawabannya. Tentu aku mau ke toilet! “Toilet Pak,” Jawabku sambil mengerutkan dahi ke arahnya. “Toiletnya kan disana?” ucap Nashby sambil menunjukkan kamarnya. Itu sih bukan toilet, itu kamar mandi. Lagipula mana mungkin aku kesana tanpa seizinnya. “Saya..” “Udah, kita gak punya banyak waktu. Nanti semakin siang malah semakin macet.” Kalau tidak memaksa, bukan Nashby namanya. Aku pun mengangguk mengikuti kemauannya. Sebenarnya aku juga menyukai kamar mandi di ruangan Nashby, bersih dan wangi Nashby menguar dari dalam sini. Bukan karena toilet kantor tidak bersih, hanya saja disini rasanya mewah dan privat. Iya dong, ini kan ruangan pribadi bos besar. Setelah selesai aku segera bergegas menghampiri Nashby yang ternyata sudah siap dan berdiri di depan kaca jendela besar ruangannya yang menampilkan pemandangan kota Jakarta. Dari pantulan kaca jendela itu terlihat wajah Nashby yang lelah dan muram. Tatapannya kosong menatap jalanan. Rasanya ingin aku tanya, kenapa dengannya. Tapi aku kan tidak memiliki hubungan apapun selain atasan dan bawahan. Aku jadi melangkahkan kakiku menuju kursi yang aku duduki selama berjam-jam tadi untuk mengambil ponselku. “Kita berangkat sekarang Sha,” ucap Nashby yang ternyata sudah berada di belakangku dan membuat berjengit kaget. Sejak kapan dia ada dibelakangku? Tidak lama kudengar Nashby tersenyum geli. Entah apa yang membuatnya jadi terkekeh. Mungkin kondisi muka ku aneh dan tidak terkontrol. “Bapak jangan ngagetin saya dong, Pak. Kalau saya jantungan gimana?” “Kamu ngapain ngendap-ngendap?” “Hah?” Yaa.. Aku tidak sadar juga kalau sedari tadi mengendap-endap untuk bisa mencapai mejaku. Aku hanya tidak mau mengganggu acara overthinkingnya saja. “Yaudah, ayo. Keburu macet nanti kalau semakin siang.” Ucapnya sambil berjalan keluar dari ruangannya. Aku menghela nafas kasar dan berlalu mengekornya. Sepanjang perjalanan itu, aku berjalan dengan jarak aman dibelakangnya, memandangi punggung tegapnya dan memperhatikan dengan seksama sosok Nashby dari belakang. Aku memang sudah bekerja dengannya hampir sebulanan ini. Sejauh ini seperti inilah yang ku tahu, aku tidak pernah tahu bagaimana Nashby yang sebenarnya. Banyak hal yang tidak pernah dia katakan dengan terbuka hanya seperti kode-kode yang tidak bisa ku pahami. Kadang dia tersenyum tulus, lebih banyak menampilkan sifat dingin dan tidak banyak bicara, dan juga beberapa kali aku mendapatinya menampilkan wajah yang lelah dan sedih. Sebenarnya seperti apa dirimu Nash? Kenapa aku harus ada di posisi ini? Melihatmu dari dekat, tapi hanya bisa menggapai punggungmu. *** Acara makan siang ini terbilang menyenangkan. Klien yang sedang menggandeng perusahaan kami untuk jasa promosi produknya ternyata adalah teman Nashby saat bersekolah di tingkat menengah atas dulu. Melihat keadaan ini, aku jadi tahu bagaimana para orang kaya yang sudah lama mempertahankan kekayaannya. Mereka terkoneksi satu sama lain dan saling support. Mungkin ini juga yang membuat kalangan muda yang berasal dari kalangan atas saling terkoneksi, mereka belajar sejak dini tentang pentingnya jaringan. Sesudah acara pertemuan itu, kami berpamitan untuk kembali ke kantor. Aku jadi teringat bahwa agendaku siang ini adalah bersama dengan Dimas untuk belajar tugas baru. Aku menatap keluar jendela mobil yang sudah meluncur menuju kantor. Pikiranku kosong menatap setiap mobil yang lewat dan terlewati. Suasananya hening karena beberapa kali aku melihat Nashby yang duduk di sebelahku masih asyik memandangi layar tabletnya. Apa dia ini gak bosan ya hidupnya hanya ngurusin kerjaan? Atau minimal apa dia gak merasa lelah hidupnya kebanyakan bekerja? Ucapku dalam hati. Sesampainya di kantor, aku sudah disambut oleh Dimas yang berada di lobby. Aku melihat beberapa anak marketing termasuk dalam timku yang sudah berkelompok-kelompok di beberapa sudut ruangan. Para karyawan yang tahu Nashby sedang berjalan ke arah mereka memilih untuk mengangguk dan menunduk sopan ke arah Nashby. “Lo nanti bareng sama Talita sama Tony aja, Dim. Temenin Alsha di mobil mereka. Dia pasti bakal canggung kalau cuma disana sendiri,” perintah Nashby. “Siap.” Talita? Tony? Aku sepertinya tidak asing mendengar nama keduanya. Lalu memangnya mau kemana aku, hingga harus ikut mereka? Ini anak-anak marketing juga mau kemana? “Nash!” Suara wanita terdengar berseru memanggil Nashby. Aku tidak tahu sih, kenapa para wanita selalu heboh jika memanggil namanya. Aku, Nashby, dan Dimas menoleh ke asal suara secara bersamaan. Aku baru ingat Tony adalah laki-laki yang kemarin ku temui di pesta Tasya. Sedangkan Talita adalah pacar Tony yang juga datang saat pesta itu. Talita langsung mendekap Nash dan mereka berpelukan sesaat. Sedangkan Tony dengan santai bersalaman dengan Dimas. Lalu menatapku dengan senyuman mengembang di wajahnya. “Hai, apa kabar Sha?” “Baik Kak,” balasku singkat dengan membalas senyuman Tony. Talita kini mendekat ke arahku, lalu mendekapku dan mencium pipi kanan dan kiriku. “Duh, seneng banget bisa ketemu lagi. Rasanya aku kayak punya adik kecil sih,” ucap Talita sambil merengkuhku. Aku memang terlihat seperti adiknya karena Talita yang memang tinggi ini membuatku terlihat pendek saat berada disampingnya. Padahal aku gak pendek banget kok, tinggiku Seratus enam puluh dua sentimeter. “Udah gemes-gemesannya. Ini kita pergi sekarang ya? Lo, beneran gak mau ikut Nash?” tanya Tony. “Gue banyak kerjaan, gue yakin Dimas, Alsha, sama anak marketing yang lain pasti lebih paham eksekusi konsep mereka. Gue minta tolong sama lo, ya Ton.” Ucap Nashby sambil menepuk pundak Tony. “Pasti! Yaudah, gue cabut dulu ya?” ucap Tony yang kemudian berangkulan dengan Nashby setelah bersalaman. “Kalau udah selesai, gue boleh gak nanti pinjem Alsha , Nash?” tanya Talita dengan nada merajuk. “Mau ngapain?” tanya Nash singkat. “Mau cari gaun buat acara privat partynya Tasya di Bali. Alsha ikut kan ke Bali?” tanya balik Talita yang hanya dijawab oleh Nash dengan anggukan. Mendapat jawaban itu, Talita langsung tersenyum sumringah. “Boleh yaa. Awas jangan ditelponin mulu!” ancam Talita. What? Ke Bali? Aku hanya melongo mendengar percakapan mereka. “Yaudah ayo, keburu makin siang Sayang!” ucap Tony. Kami Pun segera bergegas menuju mobil Tony. Saat perjalanan menuju ke mobil Tony, baru aku sadari bahwa banyak pasang mata yang mengamati kami disana. Mati aku! Kira-kira apa yang ada dipikiran mereka yang melihat kedekatan kami. Terlalu banyak kejadian hari ini dan aku bingung menyimpulkan apa yang sebenarnya terjadi di hari ini. sungguh, ini hari yang melelahkan. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN