PART 10 - WAY

1508 Kata
JUAN POV  Ruby mengikuti langkahku menuju ke kamar. Sepertinya aku memang harus tegas menghadapinya. Mana ada kesabaran yang terus-menerus dengan dia menolak sentuhanku? Mungkin dalam hal ini justru Hillary patut untuk diikuti. “Juan!” Aku sudah menduga Randall akan memanggilku. Mungkin dia lupa bahwa aku bisa tahu kedatangannya sejak beberapa detik yang lalu. Sepupuku itu mempunyai kuasa dan wewenang yang sama denganku dalam hal akses keluar masuk Cxarvbunza dan Bumi. Ruby ikut berhenti di belakangku melihat Randall yang berjalan menghampiriku. Mata sepupuku melihat ke arah Ruby. “Ada apa Randall?” tanyaku basa-basi Aku harus bicara padamu… empat mata. Katanya dalam kepalaku. Aku menghela napas dan menoleh ke arah Ruby dan menyentuh bahunya, “Kau ke kamar saja lebih dulu. Aku harus bicara dengan Randall,” ujarku. Alisnya berkerut memandang arah Randall. “Aku pikir jarak Cxarvbunza-Bumi itu cukup jauh. Tapi kalian, kau dan Reynold seolah tempat ini tidak berjarak sama sekali.” Dia berkomentar sambil mengangguk, “baiklah, aku akan membiarkan kalian bicara.” “Terima kasih My Queen.” “Berhentilah menyebutku seperti itu Juan,” gerutu Ruby seakan aku hanya menggodanya dengan memanggil sebutan namanya tersebut. Mata Randall mengarah ke sudut ruang, Aku tahu kau tidak bisa menahannya, Sepupu. Dia tersenyum mengejek. Aku dan Randall berjalan menuju ruang kerjaku lagi—tempat aku dan Reynold tadi bicara. Randall menyampaikan sebuah kecurigaan yang dia temukan di Cxarvbunza, padahal dia sebelumnya sangat yakin bahwa Bangsa Corins sudah tidak ditemukan lagi di wilayah kami. “Menurutmu dia baru datang?” Ya… dan dia orang yang bisa menembbus perisaiku, Juan. Orang ini tidak bisa diremehkan. “ODIV!” Suaraku menggema dan Odiv langsung muncul di hadapanku, dia tidak sendiri melainkan bersama Dimitri dan Reynold. “Aku menduga kau ‘melihat’ sesuatu Dimitri?” tebakku. “Yang Mulia. Ini sangat samar sekali tapi saya melihat sebuah keluarga….” Dimitri menjelaskan penglihatannya. “Keluarga?” Reynold menimpali, “apa artinya?” “Saya belum bisa menyimpulkan apa pun dari kepingan penglihatan ini Yang Mulia,” sahut Dimitri. “Randall. Reynold, Dimitri… Kalian kembali ke Cxarvbunza, aku akan menyusul secepat mungkin,” kataku memberi perintah. Aku tidak mau Corins kembali menguasai Cxarvbunza atau membuat cemas rakyatku. Tapi aku juga tidak mungkin meninggalkan Ruby di sini. “Juan. Aku rasa masalah ini tidak mengancam keamanan kita. Kau tidak perlu ke sana. Biar aku dan Reynold yang mengatasi hal ini. Ruby membutuhkanmu,” ujar Randall sok bijak. Tapi dia ada benarnya. Kenapa aku cemas berlebihan seperti ini? “Harusnya kau juga tidak usah mengadu pada Juan masalah sepele seperti ini Randall!” Reynold memukul bahu Randall yang keras laksana tonggak besi. Mataku membesar ketika membaca pikiran tersembunyi di kepalanya. Sontak saja buku tebal yang ada di lemari belakangku melayang ke arahnya dengan cepat. Namun, kali ini dia bisa menangkis lemparanku sehingga tidak mengenai dahinya. “Kau benar-benar berandal sialaan!” makiku ke arahnya. Randall mengangkat tangannya sambil tersenyum menyebalkan. “Maaf Sepupu, aku harus punya alasan kuat di depan istrimu itu,” katanya mengelak. “Ada apa ini?!” Reynold kebingungan memandang ke arahku dan Randall bergantian. Kemudian Randall melesat keluar dari ruangan. Dia sudah pasti menuju kamar Hillary. Aku menggeram kesal bisa masuk dalam permainannya. Tapi apa yang dilihat Dimitri pasti bukan permainan kan? “Juan?” Reynold menuntut penjelasan. “Sialaan itu hanya ingin bertemu Hillary dan mencari alasan yang tepat agar Ruby tidak curiga.” Aku menjelaskan dan ekspresi Reynold terlihat sangat kesal. Dimitri dan Odiv sudah menghilang dari ruangan setelah aku memerintahkannya untuk pergi. Dan segera setelah itu aku bisa mendengar suara hati Hillary, tapi tidak Randall—dia mengunci pikirannya dariku. Dasar pria brengseq. *** Makan malam di mansion kali ini terasa berbeda. Mungkin karena Ruby tidak banyak mengoceh seperti biasanya. Dan mungkin karena dia juga melihat kedekatan yang tidak biasa antara Randall dan adiknya. Hal yang aneh istriku itu tidak banyak mengeluh atau keberatan dengan kedekatan mereka. “Sejak kapan mereka jadi dekat seperti itu, Juan?” tanyanya pelan. “Hh? Sejak kita menikah,” jawabku asal. Kepalanya mengangguk pelan. “Kelihatannya Randall adalah pria yang baik. Adikku terlihat sangat bahagia ada di sampingnya. Apa mereka punya hubungan special, Juan?” tanyanya lagi dengan mimik penuh rasa ingin tahu. Aku tidak tahu kenapa harus gugup menghadapi pertanyaan sepele seperti ini, padahal bukan masalahku juga. “Kau bisa tanyakan sendiri pada adikmu,” jawabku akhirnya menyerahkan tanggung jawab sepenuhnya pada adik iparku itu. Mendengar Ruby menyebut Randall adalah pria yang baik saja sudah membuatku aneh, karena selama ini dia selalu menganggap Randall adalah pria brengseq yang akan merusak adik satu-satunya itu. “Kalaupun mereka ada hubungan special, apa kau tidak keberatan, Sayang?” tanyaku pelan. "Kenapa harus keberatan?" tanyanya dengan ekspresi penuh selidik. “Kau tidak berpikir kalau adikku tidak pantas bersanding dengan Randall kan?!” “Huh? Bukan itu tentu saja.” “Kak Ruby, Kak Juan sedang apa sih bisik-bisik aja dari tadi?” sela Hillary. Aku tahu adik iparku ini sudah curiga sejak Ruby mulai bertanya-tanya tentang mereka. Kak Juan sedang membicarakan aku ya? Tanya Hillary dalam kepalaku. Aku menghela napas pelan sambil menggeleng ke arahnya. “Mmh… Hillary, jadi apa rencanamu sekarang?” tanyaku sengaja mengalihkan perhatiannya. “A-aku?” Ruby berdecak di sebelahku. “Ya kamu Hills! Kuliahmu kan sudah selesai, itu artinya kamu harus mencari pekerjaan kan?” “Tapi untuk apa? Uang saku yang diberikan Kak Juan sudah sangat berlebihan untukku…,” bebernya polos. Anak ini mencari masalah dengan kakak perempuannya yang galak. Tangan Ruby mengepal dan memukul meja sambil memandang ke arah Hillary dengan garang. “HILLS!!” Hillary terkejut dan mendumal dalam hati menyumpahi kakaknya yang selalu saja berlebihan menyikapi sesuatu. Terkadang aku tidak habis pikir dengan pertengkaran mereka berdua. “Sayang….” “Juan! Ini semua karena kamu terlalu memanjakan adikku. Untuk apa memberi dia uang saku tanpa dia harus bekerja, hh?!! Mulai sekarang hentikan uang saku Hillary dan biarkan dia bekerja di perusahaanmu. Dia bisa menerima uang sakunya kalau dia bekerja!” serunya, galak. Margareth dan Ronie sampai terdiam dan memandang kasihan ke arah Hillary, anak bungsunya itu. “Ruby… sudahlah nak. Adikmu kan baru juga lulus… biar saja dia istirahat menikmati waktunya sebentar. Kasihan lho adikmu ini, masih muda… tidak punya pacar, dia tidak punya tujuan hidup kecuali bersenang-senang saat ini,” ujarnya. “Ma! Siapa bilang aku tidak punya tujuan hidup? Aku ingin menikah juga sama seperti Kak Ruby—” “Menikah itu nanti! Kamu harus bekerja dulu… wanita mempunyai pekerjaan itu penting Hills! Supaya tidak direndahkan pria….” Ruby memotong kalimat adiknya. Randall memandangku dan berkata dalam hati, Wow sebaiknya kau kendalikan singamu itu, Juan. Sepertinya hati Hillary menciut karena dari mulutnya tidak keluar bantahan apa pun lagi. Tapi hatinya mengumpat dan sangat marah pada kakaknya. Ini yang namanya tidak bersyukur, kan Kak Juan? Jelas-jelas sudah menjadi takdirku menjadi adik dari kakak ipar yang kaya raya. Erggh, seandainya Kak Ruby tidak sakit aku akan membeberkan siapa Kak Juan sebenarnya. Kata-kata Hillary bergema dalam kepalaku. Sedetik kemudian gadis itu berdiri dan berpamitan untuk ke kamar lebih dulu dengan ekspresi yang sedih. Margareth dan Ronny menyusulnya. Aku memegang tangan Hillary dan mengusapnya lembut untuk meredakan emosinya. Bisa saja hormon kehamilannya membuat dia menjadi lebih pemarah dari sebelumnya. “Kita kembali ke kamar?” tanyaku. Dia menggeleng. “Aku ingin bicara dengan Hillary.” “Besok saja.” “Tidak Juan. Aku ingin meminta maaf karena sudah keterlaluan padanya,” ucap Ruby langsung menyadari kesalahannya. Tidak ada hal lain yang bisa membuatku melarangnya. Meminta maaf adalah yang terbaik untuk memperbaiki suatu keadaan. “Oke.” Ruby pergi dari ruang makan dan Odiv mengikutinya—karena memerintahkan demikian. Sepeninggal Ruby, Randall dan Reynold menarik napasnya dalam-dalam—seolah baru saja melepas ketegangan yang kekal. “Ratu kita ternyata mempunyai pemahaman berbeda denganmu, Juan,” ejek Reynold. “Ya… Yang membuatku heran adalah kenapa dua kakak beradik itu sangat bertentangan sekali sifatnya?” Randall mengutarakan pertanyaan yang seharusnya bisa kujawab—tapi alih-alih demikian aku lebih memilih bungkam. “Yang satu sangat kaku, sementara yang satunya lagi begitu lunak—arkh! REYN!” Randall memaki sepupuku yang satunya—Reynold karena sudah menginjak kakinya cukup keras, injakannya pada manusia biasa mungkin akan menghancurkan tulang-tulang jari mereka. Randall masih mengarahkan tatapan mengancamnya pada Reynold, “Apa-apaan sih Reyn? Apa salahku??” Apa maksudmu dengan Hillary begitu lunak? Dalam hati Reynold. Sepupuku yang satu ini membayangkan sesuatu yang kotor tentang kata ‘lunak’ yang diucapkan Randall. “Apa maksudmu ‘LUNAK’ Rand??” tanya Reynold. Randall mengerutkan dahi dan memundurkan kepalanya. “Huh? Ck, Reyn, memang ada arti lain dari lunak?! Bersihkan otakmu sana!” Aku mendengus sambil berdiri dan melesat cepat menuju ke kamar. Baru saja selesai menyaksikan pertengkaran Ruby dan Hillary, Randall dan Reynold malah menggantikan peran mereka dengan mulai cekcok di depanku hanya karena kata ‘lunak’ saja! Aku menarik napas sekali lagi, lebih dalam dari yang sudah pernah kulakukan. Ruby sudah berada di kamar Hillary dan mereka mulai berbicara. Aku bisa mendengarnya dengan jelas suara mereka berdua. Yang ada dalam pikiran Hillary pun aku bisa mengetahuinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN