bc

Terbelenggu Cinta CEO

book_age18+
942
IKUTI
3.7K
BACA
dark
dominant
sweet
bxg
city
betrayal
cheating
secrets
model
gorgeous
like
intro-logo
Uraian

Zanara Miller, memaknai arti cinta sebagai sebuah hubungan jangka panjang. Namun terpaksa harus menghadapi kenyataan pahit ketika sang tunangan, Brandon Nelson, memutuskan hubungan mereka. Dalam pencariannya, ia yang tak berani menjalani hubungan serius akhirnya bertemu dengan Mark Anderson, seorang CEO sebuah perusahaan penerbitan juga Gabriel yang menyimpan perasaan untuknya sekian lama, tapi akhirnya menyerah karena ia pun tak tahan membagi Zanara dengan yang lain. Namun akhirnya Mark-lah yang berhasil membuat Zanara jatuh dan terbelenggu. Hingga Zanara mengetahui rahasia besar Mark.

chap-preview
Pratinjau gratis
Deferment
Gadis itu terhenyak mendengar kalimat yang meluncur dari bibir tunangannya. Ia menguatkan hati untuk menerima kalimat lain yang mungkin belum terselesaikan. "Kurasa ... kita harus pertimbangkan lagi pernikahan ini." Pria itu mematung, menambahkan perkataan sebelumnya. Hanya bibirnya yang berkomat-kamit mengucapkan kalimat itu. Lirih dan bergetar namun terdengar penuh keyakinan di telinga sang wanita. "A-apa maksudmu, Bran?" tanya Zanara tergagap. Tak membayangkan akan mendengar kata-kata itu dari Brandon, pria yang telah mengisi hidupnya selama 5 tahun terakhir ini, lalu menjadi tunangannya selama dua tahun. Sebelumnya tak pernah ada ucapan seperti itu, sebesar apa pun pertengkaran mereka. Namun hari ini, Zanara yang tak tahu apa yang menyebabkan Brandon mengatakan kalimat kejam itu padanya, hanya mampu menerima kenyataan pahit itu. "Kumohon jangan memintaku mengulanginya." Atmosfer di ruangan itu berubah dingin. Kalimat singkat dari mulut Brandon menambah keyakinan dalam hati Zanara bahwa semua sedang tidak baik-baik saja. "Tapi kenapa? Apa masalah kita sebenarnya?" "Bukan kita, Zanara, tetapi kau!" seru pria itu dingin. Zanara membulatkan mata mendengar seruan Brandon yang terkesan menimpakan semua padanya. Seolah yang terjadi adalah akibat kesalahannya. Ia bahkan tak tahu apa yang membuat pria itu begitu marah padanya sehingga berimbas pada hubungan mereka. Tak mungkin hanya karena masalah kecil, ia mengatakan semua itu. "Aku? Apa salahku? Bukankah kau yang mengatakan kata 'mempertimbangkan'?" ucap Zanara membela diri. Tentu saja ia tak ingin menjadi kambing hitam atas kesalahan yang tak ia lakukan. "Sudahlah ...." Brandon tak menjawab apa pun yang ditanyakan kekasihnya itu. Ia berharap pertengkaran kali ini berakhir sebuah kemenangan baginya. Sekali ini saja, Brandon ingin Zanara mendekat padanya lalu meminta maaf agar semua baik-baik saja. Namun, Zanara pun berharap hal yang sama. Ia ingin Brandon menghampirinya dan mengatakan permintaan maaf. Ia ingin semua membaik dengan cara yang sama seperti sebelumnya. Jika saja Brandon merayunya, membelai dan mengecup pipinya, dan semua perasaan sakit atas pertengkaran hari ini sirna. Namun, kenyataannya tak ada satu pun yang terjadi. Baik harapan Zanara maupun Brandon, tak ada yang terwujud. Justru gadis itu mengangguk sebelum kemudian berlalu ke dalam kamar mereka dan tak terdengar lagi suara langkah kakinya. Tak lagi terdengar suara Zanara. Ia berada di kamar, duduk terpekur sejenak dengan tatapan kosong, kembali mengingat dan menyusun kejadian yang terjadi sebelum ini. Ia tak menemukan kesalahan di mana pun. Terlebih dari dirinya. Mereka sedang menikmati makan malam di Restauran makanan Jepang favorit mereka, kemudian membahas masalah pekerjaan, juga rencana Fashion Week yang akan diadakan di Ellinburg. Itu saja. Lalu Brandon sendiri yang mengungkit berita dan gosip tentang dirinya dan Gabriel Avery, Fotografer yang juga pemilik Maverick Studio tempat yang menaunginya sebagai model. Kecemburuan Brandon mulai tak terkendali, itu yang tak dipahami oleh Zanara. Zanara bahkan selalu menbuktikan bahwa dirinya tak pernah tertarik dengan pria mana pun selain kekasihnya itu. Pada akhirnya, gadis itu bangkit dan membuka lemari besar dalam kamarnya. Mengemasi barang-barangnya dalam kebisuan, memasukkan ke dalam koper besar kemudian berhenti sejenak ketika menyadari kehadiran Brandon. "Apa yang sedang kau lakukan?" Gadis itu menegakkan tubuh. Tatapannya dingin, menatap ke jendela besar di kamar itu, yang kini sedang terbuka. Memperlihatkan langit mendung masih menyisakan rintiknya—semua terlihat seperti sebuah lukisan, tak nyata. Seperti juga apa yang terjadi pada hubungan mereka hari ini. Ia berharap ini tak nyata, hanya mimpi. Aroma tanah basah menguar ke dalam kamar di mana Zanara dan Brandon berada. Berdebat, satu sama lain, sekaligus dengan hati mereka masing-masing. "Memenuhi keinginanmu," jawabnya datar. Ia bahkan tak berbalik, melainkan melanjutkan apa yang sejak tadi dilakukannya. Brandon sepertinya tahu benar apa yang dimaksud kekasihnya itu, Zanara kemudian dapat merasakan tubuh pria itu mendekat padanya. Kedua tangannya membelai lengan polos Zanara, lalu mengecup ceruk lehernya. "Sayang, bukan ini yang kumaksud," lirih Brandon. "Lalu menurutmu apa arti kata 'mempertimbangkan'?" tanya Zanara berusaha mengulur waktu sekaligus memancing Brandon untuk merayunya lagi. Bila perlu memohon, agar ia tetap tinggal. Seperti biasanya. "Mempertimbangkan berarti memikirkan kembali. Bukan lantas berpisah." Brandon terdiam sejenak. "Atau ... jangan-jangan itu yang selama ini kau inginkan?" Kalimat terakhir Brandon terdengar melemparkan tuduhan padanya. Tentu saja hal itu memancing reaksi yang membuat raut wajah Zanara mendadak berubah. Tatapan matanya menyiratkan kemarahan atas apa yang dialamatkan padanya. Ia menggeleng tak percaya. "Seperti itukah yang kau pikirkan tentangku? Baik. Yakini saja apa yang menurutmu benar. Selamat tinggal, Bran." Zanara menarik koper hitam itu meninggalkan Brandon yang hanya bergeming. Ia menatap tubuh Zanara yang perlahan menghilang di balik pintu. Tidak mengejar atau merayunya seperti biasa, karena ia yakin Zanara akan kembali meski entah kapan. *** Zanara mengemudikan mobilnya perlahan. Satu tangan menekan nomor pada ponselnya dan menunggu seseorang yang dihubungi menerima panggilannya. "Halo." Sebuah suara mengejutkan Zanara yang sesaat terbawa angan entah kemana. Ia menjawab sapaan itu dengan gelagapan. "Ah, iya, maaf Alice, aku melamun. Apa kau di rumah?" tanya gadis itu pada sahabatnya di saluran seberang. Sebelah tangan Zanara masih fokus mengendalikan kemudi. "Ya, tentu saja. Ada apa?" "Baguslah! Apa aku boleh menginap di tempatmu? Malam ini saja, aku janji." Zanara tak menjawab pertanyaan sahabatnya melainkan justru menanyakan hal lain. Ia hanya membutuhkan tempat untuk berteduh malam ini, setelah itu akan memikirkan untuk mencari tempat tinggal keesokan harinya. "Tentu saja, Zee. Kau boleh tinggal selama yang kau mau. Tapi tunggu, apakah ada masalah?" "Nanti akan kuceritakan. Aku sedang menuju ke sana." Zanara mematikan sambungan telepon kemudian kembali fokus membelah jalanan menuju ke rumah Alice. *** Zanara duduk dengan nyaman, mengangkat kaki dan bersila di atas sofa. Alice menghampirinya dengan dua kaleng minuman ringan, lalu menyodorkan salah satunya pada Zanara. Gadis itu meneguk dan menyisakan setengahnya. Alice menggeleng heran melihat apa yang dilakukan sahabatnya itu. "Serius, Zee, ada masalah apa? Kau bertengkar dengan Brandon?" tanya Alice. Zanara hanya menggedikkan bahu. Alice justru mengibaskan tangan melihat jawaban sahabatnya itu. "Oh ... kupikir masalah besar." "Memang besar, Al." Zanara meletakkan minuman ke atas meja lalu memeluk kakinya. Matanya menatap kosong. Ia tak mengatakan apa pun, berharap Alice tahu apa yang terjadi tanpa harus ia ucapkan. "Oh, tidak. Kau bercanda kan, Zee?!" Alice menatap lekat mata Zanara yang mulai berkaca. Berikutnya, Alice memeluk Zanara dan membiarkan gadis itu menceritakan isi hatinya, dan menangis hingga lelah dan terlelap. Zanara kini tertidur di sofa ruang tamu. Berharap mendapatkan mimpi indah—Brandon yang datang padanya lalu memintanya kembali, atau bisa memutar waktu, agar apa pun kejadian hari ini dapat ia hindari. Tentu saja ia mencintai Brandon dengan sepenuh hati meski yang terlihat adalah sebaliknya—Brandon terlihat lebih banyak berkorban dan bertekuk lutut pada pesona dan d******i seorang Zanara Miller. Memang benar, banyak yang mengidamkan gadis seperti Zanara, begitu pula gadis yang mendambakan pria seperti Brandon. Zanara tak pernah mengetahui apa yang terjadi dibalik punggungnya, bahkan hingga masalah ini datang. Ia hanya berpikir, Brandon lelah karena selalu menjadi satu-satunya yang memperbaiki kerusakan yang terjadi antara mereka. Mungkin memang benar, Zanara tak pandai memperbaiki karena ia merasa tak pernah merusak. Dan kalau pun ia merusak segalanya, Brandon pun punya andil atas itu, maka kewajiban pria itu untuk memperbaiki. Meski begitu, setidaknya ia selama ini selalu menjaga diri dan hatinya. Dengan penampilan dan paras ayu, tak pernah sekali pun ia menanggapi godaan yang datang padanya. Hati dan raganya hanya untuk Brandon. Namun, itu saja ternyata tak cukup bagi Brandon. Buktinya, kini pria itu memutuskan untuk mempertimbangkan pernikahan mereka. Ia tak mengerti apa yang ada dalam hati dan pikiran Brandon hingga melakukan ini semua padanya. Ia sangat sakit atas apa yang baru saja menimpanya. Namun, jika diminta untuk kembali pada kekasihnya itu, tetap saja ia akan berpikir dua kali. Kecuali jika Brandon yang memintanya kembali. Itu pun hanya jika hatinya belum berubah. ***

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

TERNODA

read
198.7K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.8K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.4K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
59.8K
bc

My Secret Little Wife

read
132.1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook