PART 4

1076 Kata
Gadis bernama Aurora itu pun masih menjalani aktivitas dan pekerjaan seperti biasa. Aurora memlih untuk menerima takdirnya. Mungkin menjadi baby sitter tidaklah seburuk yang dibayangkan orang-orang. Beberapa orang menganggap jika pekerjaan itu gampang-gampang susah jika tidak bisa profesional. Apalagi selain menjaga dan mengasuh mereka dituntut untuk bisa mengarahkan anak-anak agar bisa tumbuh dengan baik. Bisa dibilang peran mereka hampir mirip dengan orang tua, namun orang tua lebih berperan penting bagi pertumbuhan anak. Tidak jarang di jaman yang semakin canggih serta super sibuk seperti ini, banyak pasangan suami istri yang memakai jasa baby sitter. Biasanya jasa ini sering dipakai oleh orang tua yang sama-sama bekerja, punya anak lebih dari satu, dan pasangan yang baru saja memiliki momongan. Peran pekerjaan ini cukup penting dan riskan. Banyak juga kasus pengasuh anak menyiksa bocah yang sedang mereka asuh. Cukup memprihatinkan dan harusnya jadi bahan peritimbangan bagi seluruh orang tua jika ingin memakai jasa ini. Aurora pun tidak berniat untuk menambah pekerjaannya untuk mengasuh anak. Cukup Aril saja yang akan dia asuh. Meskipun gajinya kecil, dia wanita ini tetap pasrah saja. Lagi pula dia tidak memiliki pilihan lain. Info pekerjaan belum dia dapatkan. Sementara dia akan menikmati pekerjaannya ini. Karena bermain seharian dengan anak kecil tidaklah menyeramkan. Tingkah mereka terkadang membuat orang dewasa di sekitarnya menjadi tertawa sendiri. Seperti Aril contohnya. “Balonku ada?” “LIMA,” jawab Aril bocah laki-laki anak dari Bu Diah dengan lantang. Jawaban cepat dari balita ini pun membuat Rora tertawa apalagi menjawabnya dengan lantang dan keras. “Rupa-rupa?” “WALNANYA,” jawab bocah itu lagi yang masih belum sempurna dalam berbicara. “Warnanya, Aril,” koreksi Aurora. “War-na-nya,” eja bocah kecil itu yang masih tetap salah. Memang Aril cukup sulit mengucapkan huruf konsonan R. “Hijau, kuning, kelabu, merah muda, dan?” “BILU.” Lagi dan lagi kurang sempurna, namun Aurora memaklumi. Dia pun tersenyum senang melihat perkembangan Aril yang semakin bertambah maju. Aurora pun memberi Aril mainan mobil-mobilan milik bocah itu hadiah ulang tahun dari Rendy. Gadis ini pun berdiri menuju ke arah dapur. Sepertinya dia mau membuatkan Aril s**u dan minuman untuk dirinya sendiri. Aril tipe anak-anak yang tidak rewel. Bocah itu akan diam jika di depannya ada mainan. Jika tidak, dia akan terus merengek kepada orang-orang. Aurora menuangkan s**u bubuk ke dalam gelas kecil milik Aril, menuangkan sedikit air panas, mengaduknya sebentar, kemudian menuangkan air dingin ke gelas itu agar tidak terlalu panas saat diminum. Setelah selesai membuatkan s**u untuk Aril, wanita itu membuat minuman untuk dirinya. Aurora mengambil sirup jeruk, menambahkan air dan es sebagai pelepas dahaganya. Panas-panas begini memang paling enak minum yang dingin dan segar. “Ra, buatin aku satu, ya?” Sebuah suara mengagetkan wanita ini. Aurora pun mengelus dadanya dan menengok siapa dalang dari keterkejutannya saat ini. Ternyata Mas Rendy yang memasang wajah tanpa dosanya, dan jangan lupa cengiran khas dari pria itu. Meskipun Aurora berada di rumah ini setiap hari, namun jarang sekali dia bisa berinteraksi dengan Rendy. “Iya, Mas. Tunggu di ruang keluarga saja, sebentar lagi aku bawa ke sana,” jawab Aurora yang diangguki oleh Rendy. Pria itu pun berbalik dan menuju ke ruang keluarganya. Terpampanglah sang adik yang sedang bermain sendirian. Rendy memandang adiknya prihatin. Adik kecilnya ini sepertinya tidak memiliki teman bermain sebayanya. Beberapa kali sang mama membujuk Rendy untuk mendaftarkan Aril masuk ke PAUD setahun lagi, namun pria itu bersikeras menolak usulan mamanya. Rendy terlalu sayang dengan adiknya. Dia hanya tidak ingin adiknya masuk ke pergaulan yang salah. Namun, melihat adiknya yang tidak memiliki teman bermain membuat hatinya sedikit tersentuh. Mungkin dia nanti akan memikirkan usulan dari Diah. “Ini, Mas, minumnya,” ujar Aurora yang baru saja kembali dari arah dapur. Sementara Aurora membantu Aril meminum s**u di gelas yang biasa bocah itu pakai, Rendy segera menyambar es jeruknya. Seteguk tiga teguk dahaganya menjadi lega. Cuaca akhir-akhir ini memang panas. Segala hal yang dingin memang menjadi obatnya. Namun tidak baik jika suhu panas begini sering minum dingin-dingin. Bisa-bisa kita terkena sakit tenggorok, pilek, dan pusing kepala. Rendy meletakkan gelasnya kembali kemudian memperhatikan interaksi gadis itu dan adiknya. Memang ini sudah jam sang adik untuk minum s**u. “Mas Rendy nggak kerja?” tanya Aurora basi-basi yang masih telaten memegangkan gelas s**u Aril. “Nggak. Hari ini rasanya lagi nggak enak badan, Ra,” jawab Rendy. Ya, entah mengapa hari ini dia sedikit tidak merasa enak di tubuhnya. Mungkin karena kelelahan dengan pekerjaan kantor yang banyak. Lembur sering dia lakukan akhir-akhir ini bahkan di saat hari minggu. Itu semua dia lakukan agar pekerjaannya tidak semakin menumpuk. Di tambah lagi teman-teman yang berada di divisinya ada yang berhenti bekerja. Yang satu berhenti karena sakit parah dan satunya lagi karena pindah rumah luar pulau. Maka dari itulah Rendy kadang lembur untuk mengurangi pekerjaan double yang ada di divisinya. Tidak hanya dia saja, teman-temannya pun sama-sama lembur. “Banyakin istirahat dan minum yang anget-anget, Mas biar badannya enakan,” nasihat Aurora yang diangguki oleh pria itu. Tadi dia sudah meminum obat yang dibelikan oleh sang mama. “Oh iya, aku baru ingat kalau kemarin ada info mengenai pekerjaan di kantorku, Ra.” Perkataan Rendy membuat wanita itu tertarik. Apa ini kabar bagus? “Ada info jika si bos sedang cari sekretaris baru,” lanjut Rendy yang membuat Aurora berpikir sejenak. Sekretaris? Pasti yang daftar banyak dan lulusan sarjana. Tidak mungkin rasa-rasanya dia akan diterima masuk sana. Apalagi dia tidak ada keahlian di bidang itu. Ya meskipun semua hal bisa dilakukan dengan belajar sedikit demi sedikit. “Sekretaris ya, Mas? Kalau resepsionis belum ada?” Wanita ini malah menanyakan lowongan pekerjaan lain yang membuat Rendy menjadi kikuk sendiri. “Kalau itu belum tau, Ra. Sejauh ini hanya info itu yang aku tau,” balas Rendy seadanya yang membuat Aurora mengangguk mengerti. “Kalau minat, segera daftar, siapa tahu kamu beruntung dan diterima,” lanjut Rendy. “Iya, Mas. Nanti aku diskusi sama Mama dulu. Kalau jadi daftar, mungkin besok aku akan taruh lamaran.” “Tidak usah taruh ke kantor secara langsung tidak apa-apa, Ra. Biasanya kantor terima lewat email juga. Dulu aku juga begitu. Jadi, kita bisa ikut melestarikan hutan dengan pengurangan penggunaan kertas,” jelas Rendy yang membuat Aurora menjadi kikuk sendiri. Terasa aneh percakapan mereka diselingi seperti ini. Namun, semua ada benarnya juga. Kita tidak harus melulu menciptakan polusi atau merusak lingkungan. Sedikit demi sedikit kita juga harus melestarikan lingkungan meskipun kontribusi itu masih kecil. Setidaknya paru-paru dunia akan tetap ada untuk anak cucu kita nanti. “Baik, Mas. Nanti sepulang dari sini aku akan coba.” Rendy pun mengangguk setuju. Jika Aurora jadi diterima di kantor yang sama dengannya, itu berarti Aril tidak akan ada baby sitter lagi. Dan cukup susah bagi Rendy dan Diah untuk mempercayai orang baru apalagi untuk mengasuh Aril. Mungkin nanti dia akan membicarakan hal ini dengan sang mama.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN