Semua orang berdiri menyambut kedatangan Thomson dan kedua anaknya. Mereka dengan canggung menuruni tangga ketika menyadari semua tamu sudah berada di sana. Mereka yang tuan rumah, mereka yang telat.
"Aku sangat iri anakmu bisa lolos di Harvard..." Serlin berbisik kepada Aurelia, membuat Aeera yang mendengarnya tersenyum risih karena merasa tidak nyaman.
"Betul sekali, kuharap Edward juga seberuntung Leo," tambah Christina sambil menaikkan sedikit dagunya. Anaknya menjadi peringkat satu di kelas. Itu merupakan suatu kebanggaan luar biasa baginya.
Aurelia tertawa kecil. "Tenang saja, Edward dan Aeera akan berhasil juga, kalian hanya tinggal menunggu waktu. Aeera dan calon menantuku adalah anak yang cerdas bukan?" Perempuan itu menatap Edward sambil melemparkan senyum.
Thomson kini berada di hadapan semua orang. “Maafkan aku yang tidak menyadari kalian semua sudah tiba di sini,” gumamnya sambil menunduk meminta maaf lalu mengambil posisi duduk tepat di sebelah istrinya.
Semua orang duduk kembali.
"Oh iya, mana orang tua Angela? Apa mereka sedang sibuk?" tanya Aurelia.
Semua yang hadir menggeleng. Bukan hanya orang tua—tetapi, anak-anak mereka juga, baru kali ini Angela dan keluarganya absen untuk makan malam komunitas.
"Mungkin dia ada halangan aku akan meneleponnya nanti, Oh iya anak-anak, kalian pergilah bercerita. Kami para orang tua harus membahas sesuatu." Aurelia tersenyum, mengedipkan matanya kepada Arabelle. Mengisyaratkan bahwa anaknya itu harus mengajak teman-temannya untuk pergi meninggalkan meja. Seperti biasa, tidak ada anak yang terlibat dalam pembicaraan orang tua apabila makan malam dilaksanakan. Anak-anak dan orang tua makan secara terpisah.
Arabelle membawa mereka ke ruang tengah. Di sana tak kalah megahnya, tetapi mereka duduk di sofa-sofa, lebih sedikit santai dan leluasa. Cocok untuk jiwa muda mereka.
"Kakakmu hebat Arabelle dia bukan hanya kuliah di Harvard tetapi gelarnya juga sarjana kedokteran. Sebentar lagi kau juga akan segera menyusul. Setahun lagi," ujar Aeera setelah menyeruput ice tea lemonnya.
Arabelle tersenyum tipis. "Ya, aku juga akan kuliah di luar negeri. Aku ingin kuliah di Seoul, jurusan Seni. Aku tidak akan memegang darah sepertinya. Kalian tahu aku ingin menjadi model bukan?"
Suasana hening beberapa saat karena mereka menikmati hidangan dihadapan mereka. Ada currywurst cemilan Jerman dengan bumbu kari dan saus tomat, crepes makanan Prancis yang diatasnya ada potongan blueberry kecil, dan banyak lagi. Sebagai penutup disajikan Gelato es krim khas Italia.
Makanan itu dibuat oleh lima koki handal yang dibayar per jam.
"Kuliah di Seoul? Bagaimana tunanganmu dengan Edward?" tanya Chasandra masih dengan topik pembicaraan sebelumnya.
Arabelle tersedak, cepat-cepat menenggak air minum dihadapannya.
"Kupikir pertunangan kami tidak akan dibahas disini." Edward angkat bicara.
"Ya, masalah percintaan itu adalah privasi. Ayolah Chasandra nikmati masa mudamu juga," gerutu Alex.
Dengan nada meledek Chasandra berkata, "privasi? Bukan kah peraturan pertama Elite Student adalah tidak menyimpan rahasia satu sama lain."
Hening.
Tiba-tiba Aeera bangkit, meninggalkan mereka.
Mereka tahu betul Aeera tidak menyukai jika Elite Student dibawa ke setiap topik pembicaraan. Setiap pertemuan dianggapnya sebagai pertemuan biasa untuk mempererat hubungan dengan sesama teman. Semua orang sudah tidak pernah lagi menyinggung tentang komunitas s****n itu. Tetapi Chasandra yang baru saja pindah dari Sidney dengan congornya berkata tanpa rasa bersalah.
"Kenapa kita harus membahas Elite Student itu lagi? Kau seharusnya mengisolasi mulutmu Chasandra. Atau kau ingin aku yang mengisolasinya?" Arabelle ikutan kesal, pergi menyusul Aeera.
"Kue punya rasa yang manis bukan?" ujar Andi tiba-tiba membuat segalanya malah tidak nyambung.
Chasandra memutar bola mata. "Lihatlah kelakuannya. Bukan kah sebagai tamu kita harus dilayani dengan baik? Dan Aeera, mengapa dia marah? Dia kira ini pertemuan biasa bukan pertemuan Elite Student, kalau iya, mengapa dia tidak mencari Sinta? Karena keluarga Sinta bangkrut kan, jadi dia tidak bisa ikut lagi. Intinya Aeera tahu ini, Cuma berusaha bersikap sok baik dihadapan kita semua. Sikapnya tidak berubah dasar perem-"
"DIAM!"
Suasana hening seketika karena teriakan Edward. Laki-laki itu menghela napas panjang berusaha menenangkan dirinya, sesaat ia tersenyum. "Mari makan lagi. Kupikir kita semua tidak akan bisa menghabiskan semuanya kalau hanya berempat." Senyumnya membuat semua orang merasa risih.
Dimata semua orang, Edward adalah sosok yang luar biasa, tidak ada celah untuk mencari kekurangannya. Dia sosok yang melankolis, cerdas, tampan dan sering menolong orang. Namun, karena itu semua orang akan risih terhadapnya karena ia merasa terlalu sempurna. Segala keputusan yang diambilnya adalah benar. Kecuali Andi—dia ingin sekali meremukkan wajahnya kalau diizinkan, sayangnya Andi tipe yang malas bergerak. Sleepyhead, salah satu julukan yang pantas untuknya.
"Edward benar. Ayo makan lagi," timpal Alex canggung, menyendok Gelatonya sekali lagi.
Sementara Chasandra sok sibuk memainkan handphone-nya, seolah kejadian barusan terjadi bukan karenanya.
"Aku jadi tidak selera sekarang." Andi berkata seraya menatap Edward tajam. Ikut pergi meninggalkan tempat.
Jadi lah mereka tinggal bertiga.
Suasana semakin canggung.
*
Aeera duduk di halaman belakang, berhadapan dengan kolam renang dan taman mini yang disinari cahaya kekuningan. Di sebelah perempuan itu sudah ada Arabelle yang berusaha menenangkannya.
Angin sejuk menerpa wajah mereka.
"Ayolah Ra, aku tahu Chasandra berlebihan. Snake Queen itu memang sengaja memancing emosimu, jangan buat makan malam ini jadi berantakan, kamu tahu bagaimana orang tua kita saat mereka marah?" celetuh Arabelle berusaha menenangkan sahabatnya yang kini memijat kening.
Aeera menarik napas dalam-dalam, membenarkan apa yang sahabatnya katakan. "Ya, mengapa aku harus tepancing dengan perkataannya. Dia berusaha menyinggungmu dengan Edward—tetapi aku yang malah terpancing. Kenapa sih dia harus menyebut Elite Student itu. Kita semua tahu kan orang tualah yang menginginkan komunitas itu dibentuk. Bukan kita."
Arabelle mengangguk setuju. "Elite Student? Aku juga benci menyebutnya Ra—tetapi faktanya kita adalah bagian dari komunitas itu."
Helaan napas berat Aeera terdengar.
"Ya, aku mengerti kita bahkan melakukan pertemuan untuk menyambut Chasandra atas nama Elite Student kemarin. Tetapi... Ah sudahlah. Aku tidak ingin lagi mama mengurangi uang jajanku karena cemberut malam ini. Dan—minta maaf juga Arabelle, karena kemarahanku pestamu jadi berantakan."
“Tidak masalah,” ucap Arabelle tersenyum. “Di sini dingin, ada baiknya masuk sekarang,” sambungnya, membawa Aeera masuk ke dalam.
Di waktu yang bersamaan, tak kalah dengan anak mereka—para orang tua juga tenggelam dalam pembicaraan mereka. Tetapi jangan lupakan bahwa mereka adalah orang dewasa. Pembicaraan mereka sedikit lebih serius ketimbang membahas ‘apakah Elite Student pantas keberadaannya?’
"Aku sangat iri denganmu, Leo kakaknya Arabelle sudah lulus. Sementara Aeera? Kuharap dia bisa lulus juga, kedokteran," ujar Serlin lagi dan lagi, sembari mengambil gelas yeng berisi teh Gyokuro di hadapannya. Agaknya Aurelia muak, namun berusaha tetap tersenyum (Ingat! ini pembicaraan orang dewasa. Image adalah hal yang paling penting, bahkan saat kalian disinggung kalian harus tetap tersenyum.)
Aurelia tersenyum kikuk. "Jangan ada yang iri, setiap anak pasti punya jalannya masing-masing."
Mendengar itu, semua mata langsung tertuju padanya.
Punya jalan masing-masing?
Itu terdengar seperti omong kosong belaka bagi keluarga yang terdaftar di Elite Student. Mereka semua percaya bahwa anak tidak akan mendapatkan jalannya apabila tidak ada usaha dari orang tua. "Anda tidak ingin Aeera kuliah di luar negeri?" sambungnya, berusaha menutupi ucapan sebelumnya.
Serlin tersenyum kecut, hampir saja tersedak. "Tidak, dia anakku satu-satunya, kalau dia keluar negeri, aku pasti gila ditinggal sendirian."
Aurelia mengangguk, paham betul bagaimana kondisi Serlin.
"Sama, aku juga ingin Edward kuliah di dalam negeri , jurusan Manajemen tapi," timpal Christina.
Aurelia mengangguk mengacungkan jempolnya. "Tentu saja, bukan kah menantuku harus menjaga perusaahan papanya setelah lulus? Edward tidak boleh pergi jauh karena aku akan merindukannya,"
Christina tertawa kecil, senang mendengarnya.
Dalam pesta malam ini terlihatlah siapa yang paling dominan berbicara. Padahal sejujurnya, Aurelia tipe orang yang tak suka berbasa-basi namun dia harus melakukannya karena dia adalah tuan rumah.
Tak boleh ada satu hal momen pun yang boleh merusak pestanya.
Namun perempuan di seberang sana yang sedari tadi memainkan ponsel tanpa peduli apa yang sekitarnya bicarakan tiba-tiba mendongakka kepala. "Apa acara ini sudah selesai? Ada hal penting yang harus kulakukan."
“Ti-tidak ada kok. Kalau anda ingin pergi sekarang, tidak masalah. Jangan merasa sungkan,” gumam Aurelia.
“Baiklah kalau begitu, terima kasih sebelumnya atas jamuan makan malam ini dan selamat atas anak anda. Andi anakku kutitipkan di sini, aku pergi dulu.” Perempuan itu melangkah keluar. Hentakan heels-nya terdengar sampai ia menghilang dari balik pintu.
Semua orang diam beberapa saat.
"Lihatlah dia… bahkan bila harta kita semua disatukan itu tidak akan menembus dinding yang dibuatnya," kata Serlin, namun hanya dalam pikirannya. Mulutnya masih mengatup, menahan kekesalan.
"Wah... wah... dia berada di puncak strata dia bisa menginjak kita.” Papanya Alex berujar dan tidak dalam pikirannya, ia bersuara dengan lantang membuat semua orang terkejut tapi tak ada yang berkomentar karena itulah faktanya. Lagi pun, tidak ada satu pun diantara mereka yang menyukai perempuan itu.
"Kuharap dia bangkrut seperti orang tuanya Sinta," bisik Aurelia tepat di telinga suaminya. Kesal, karena pestanya malam ini tidak berjalan lancar.
“Lupakan tentang itu, fokuslah. Kita harus membicarakan apa yang harusnya dibicarakan.” Thomson menoleh. “Ehem… hari ini, apa ada baiknya kita membahas tentang les privat. Anak kita sudah kelas tiga. Ada baiknya kita menambah waktu belajar mereka.”
“Setuju.” Serlin spontan menyahut.
“Benar,” timpal Beltran.
“Ya, Chasandra sangat tertinggal dia harus belajar lebih. Bukan begitu Pa?”
Maka jadi lah semua orang tua setuju menambah jam les privat untuk anak mereka.
Dari hasil pembicaraan, para orang tua sepakat untuk membawa pembimbing pribadi dari sebuah lembaga khusus V.I.P ternama yang berisi alumnus dengan title professor, tetapi mereka bukan orang tua kepala lima melainkan lulusan terbaik yang lulus dengan singkat berkat kecerdasan mereka.
Ada total lima belas pembimbing dari berbagai macam bakat yang akan mengajar. Satu pembimbing untuk satu murid dalam satu tahun. Jika orang tua pada umumnya sudah mengeluarkan biaya yang cukup besar Maka jangan tanyakan berapa biaya yang perlu para orang tua Elite Student keluarkan demi bimbingan khusus ini.
Edward dengan pembimbing khusus Manajemen.
Aeera dengan pembimbing khusus Kedokteran.
Arabelle dengan pembimbing khusus Modeling.
Chasandra dengan pembimbing khusus Hubungan Internasional.
Alex dengan pembimbing khusus Keolahragaan.
Pembimbing yang mereka pilih bukan sepenuhnya berdasarkan jurusan yang mereka ambil. Tetapi semacam prestasi yang menunjang mereka dalam bentuk portofolio masuk perguruan tinggi terbaik. Hampir sama halnya dengan SNMPTN yang kita ketahui, tetapi bukan hanya nilai rapor saja yang dibutuhkan untuk masuk ke perguruan tinggi terbaik di negara mereka lewat jalur undangan. Portofolio prestasi jadi salah satu hal penting, 50 banding 50 dengan nilai rapor.
Bagaimana dengan Angela dan Andi?
Saat Serlin menghubungi keluarga mereka, keluarga Angela tidak dapat dihubungi. Sementara orang tuanya Andi berkata tidak memerlukan pembimbing semacam itu.
Anggota keluarga Elite Student yang lain penasaran apa yang terjadi kepada keluarga Angela. Di sisi lain mereka juga bahagia, sekaligus kesal dibumbui sedikit rasa cemburu mendengar jawaban dari keluarga Andi, mungkin anaknya telah dipesankan pembimbing yang lebih dari pada pembimbing mereka.