Number 25

2442 Kata
"Enghh ...." Perly mengerjap-ngerjapkan matanya dan perlahan membuka matanya, mengernyit kala matanya berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk dalam retina mata. Saat dia sudah membuka matanya, yang pertama kali dia lihat adalah, teman-temannya yang sedang duduk di sekelilingnya dengan wajah mengantuk dan hampir tertidur. Apa mereka tidak tidur karena menjaganya semalaman? Itulah yang Perly pikirkan saat ini. Perly berusaha untuk duduk. Malam tadi dia tidak tidur, tapi kenapa sekarang sudah pagi saja? Kapan dia tertidur? "Perly, kamu sudah bangun?" tanya Marta cepat menyadari pergerakan Perly. Akibat suara Marta, mereka semua ikut tersadar termasuk pemuda yang malam tadi membantunya masih ada di sana dengan beberapa helai tanaman melilit lehernya. Ah mungkin itu obat. Perly menatap mereka satu persatu. Mata sayu dengan lingkaran hitam yang sedikit kentara di mata masing-masing, "Apa kalian tidak tidur semalaman?" tanya Perly pelan pada mereka semua. "Kami semua khawatir dengan keadaanmu," jawab Zate. Perly menghela nafas panjang. Bagaimanapun juga, mereka termasuk pada kategori kepala batu. Tak akan mereka biarkan Perly senang dengan menurut saja padanya, "Sudah kubilang, aku baik-baik saja ...," lirihnya lemah. "Kamu tiba-tiba tidak sadarkan diri, bagaimana bisa kami menganggap kamu baik-baik saja." ucap Marta cepat. Dan Perly hanya diam. Tentu dia tak sadar kalau dirinya akan kehilangan kesadaran. "Sudahlah, lebih baik kau tetap beristirahat, jangan pikirkan itu lagi," lanjutnya di angguki yang lainnya. Sebisa mungkin menghindari pertengkaran dengan Perly. Hanya untuk saat ini. Perly menatap mereka semua, dan tatapannya terhenti pada Befra yang sedari tadi hanya menunduk. Biasanya dia yang akan mengoceh lebih dulu jika hal ini terjadi, seperti sebelum-sebelumnya. Perky membawa punggung tangannya untuk bersentuhan dengan kening Befra, "Befra, kamu sedang sakit? Kenapa kamu diam saja?" tanyanya dan semua tatapan kini tertuju pada Befra. Befra mengangkat kepalanya dan terlihatlah air matanya yang sudah berlinang di pelupuk matanya, membuat Perly dengan segera menegakkan duduknya, "Kenapa? Kamu menangis? Apa kamu terkena serangan Dark malam tadi?" tanya Perly cemas. Befra menggeleng, dan langsung saja memeluk Perly erat, "Maafkan aku. Untuk ketiga kalinya aku berbuat ceroboh dan hampir membuatmu tiada. Aku harusnya tidak mendengarkanmu tadi malam. Harusnya aku terus tetap bersamamu, mungkin aku bisa melindungimu, dan kamu tidak akan seperti ini ...," ucapnya panjang lebar sambil terisak. Perly yang mendengarnya langsung menatap lurus pada Tier yang memang berada tepat di depan matanya. Pemuda serba coklat yang ditatap seperti itu hanya menghela nafas panjang. Tier mengerti arti tatapan Perly. Dia juga sadar bahwa dia terlalu kasar pada Befra malam tadi. "Sudahlah, ini bukan salahmu. Berapa kali aku katakan, kalau apapun yang terjadi bukanlah sebuah kesalahan. Jadi berhenti menyalahkan dirimu sendiri," ucap Perly memegang kedua bahu Befra. "Tapi aku yang waktu itu menjagamu, harusnya aku tetap menjagamu," ucapnya lagi menundukkan kepalanya. Tangan kanan Perly tergerak untuk menyentuh dagu Befra, membawanya untuk menatapnya lagi, "Befra, ada atau tidaknya kamu di sampingku waktu itu tidak akan mengubah apa yang akan terjadi. Seperti yang dulu Marta katakan. Alurnya bisa saja berubah, tapi akhirnya tidak akan pernah berubah, akan tetap sama." Perly mengulas senyum, "Jadi sudah cukup. Jangan menyalahkan dirimu lagi, kau mengerti?" tanya Perly. Befra menatap tepat pada bola mata Perly lalu mengangguk pelan membuat Perly lantas tersenyum lebar. Selesai dengan bujukan pada Befra, matanya kini beralih menatap satu pemuda di depannya, "Tier, kamu tidak ingin mengatakan sesuatu?" tanya Perly menatap Tier. Tier hanya menaikkan satu alis matanya seperti sedang bertanya. "Ayolah, kamu sudah membuat seorang gadis menangis. Kamu tidak merasa bersalah?" tanya Perly lagi. Tier mendengus, "Ya akan aku pikirkan itu nanti," ucap Tier pelan menatap ke arah lain. Sebenarnya dia ingin meminta maaf pada Befra hanya saja egonya memaksanya untuk tetap diam. Dalam segala hal, egonya memang selalu menang, tapi sepertinya itu tak berlaku bagi Perly. Gadis itu selalu bisa meruntuhkan egonya. Perly menghembuskan nafas panjang dan beralih menatap pemuda yang sedari tadi hanya diam menatap mereka. Entah dia paham apa yang mereka bicarakan atau tidak. Dia hanya mencoba untuk menjadi sopan dengan tidak ikut campur sebelum mereka mempersilahkan. Perly mengulas senyum lebih dulu, "Terimakasih, karena telah membantuku tadi malam. Atau mungkin aku sudah mati sekarang," ucapnya. Pemuda itu hanya tersenyum tipis dan mengangguk, "Kau juga sudah menyelamatkan aku. Jantungku hampir tidak berfungsi jika saja kamu tidak menyelamatkan aku." jawabnya. "Apa kau terluka?" tanya Perly lagi. "Dia baik-baik saja. Lehernya juga sudah diobati. Hanya butuh beberapa hari untuk sembuh total," jawab Zate di angguki oleh pemuda itu. Perly mengangguk pelan, "Aku lega mendengarnya," gumamnya setelah itu. "Sepertinya aku belum memperkenalkan diri padamu," ucap pemuda itu lagi. Perly menatapnya dan tersenyum, "Ah ya, benar. Siapa namamu?" tanyanya. Pemuda itu berdiri dan menunduk pada Perly. "Namaku Pangeran Rastelio Nianta Plants," ucapnya. • "Jadi kamu kesatrianya?" tanya Perly tidak menyangka. Pangeran itu mengangguk sambil menunjukkan kalungnya yang berlambang pengendali plants. "Salamku, Putri," ucap pangeran itu kembali menundukkan kepalanya. Perly ikut menundukkan sedikit kepalanya, "Salam, Pangeran," ucap Perly membalas salamnya. Perly lalu melihat punggung jari kelingking kirinya, ya di sana sudah jelas adanya gambar lambang pengendali plants. Perly mengusap lambang berwarna hijau itu sambil tersenyum. Warna hijau, adalah warna favorit Teta. Masih ingat olehnya, hampir semua barang milik Teta berwarna hijau. Gadis itu seperti maniak dengan warna hijau. "Kau menyukai lambang itu?" Pertanyaan tiba-tiba dari Tier membuat Perly sadar bahwa dirinya diperhatikan sedari tadi. "Ya?" Perly malah memasang wajah tak mengerti. Tier menunjuk lambang plants di jari Perly, "Kau mengusap lambang itu sambil tersenyum, kau tak begitu pada kami sebelumnya," jelasnya yang terdengar sedikit nada iri di sana. Ah, sejenak, Perly merasa Tier ini mempunyai sisi kanak-kanak yang akan muncul saat pemuda itu merasa iri. Dan Perly merasa lucu akan hal itu. Dia menggeleng lalu tersenyum, "Aku hanya teringat seseorang, dia menyukai warna hijau," jawabnya. Mereka tak menjawab. Sangat mudah ditebak bahwa yang Perly maksud adalah orang-orang di dunia manusia. Mereka memaklumi. Rasa rindu bisa datang pada siapa saja dan kapan saja, mereka tak bisa melarang itu. Maka, untuk menghilangkan suasana hening, Marta berceletuk, "Setelah aku pikir-pikir lagi, kita semua dipertemukan dengan cara yang tidak disangka-sangka," ucap Marta yang kemudian diangguki yang lainnya. "Ya benar. Waktu itu aku hampir saja dibunuh oleh Pengendali Dark, dan Perly yang menyelamatkan aku," ucap Tier. "Dulu aku hampir saja jatuh tepat di atas api di pembakaran, kalau saja bukan Perly yang menyelamatkan aku, mungkin aku sudah tiada sekarang. Kalian tau bukan betapa bahayanya api bagiku apalagi sampai mengenai jantungku," timpal Befra dan mereka mengangguk mengerti. Kening Zate berkerut, tampak berpikir, "Apa itu artinya, Perly akan menemukan kita setelah dia menyelamatkan kita?" tanya Zate setelah mendengar cerita Tier dan Befra. Karena sebelumnya, dia juga mengalami hal yang sama bukan? Mereka semua berfikir sejenak, dan ucapan Zate memang benar adanya, "Ya itu masuk akal. Bukankah waktu itu kalian bahkan sudah menginap di rumahku? Dan kita sama-sama belum menyadarinya bukan? Sampai ketika kamu menyelamatkan aku, barulah lambang di jarimu itu tergambar," ucap Tier kembali menceritakan awal pertemuan mereka dulu, dan diangguki Perly dan Marta. "Benar juga, kenapa kita tidak berpikir sampai ke sana," ucap Marta pelan. Dan tak ada yang sadar, mungkin takkan pernah ada yang menyadari bahwa, pembahasan itu dan kata-kata mereka membuat Perly semakin takut, semakin terbebani. Alasannya? Alasan klise yang singkat, dirinya akan menjawab "Aku takut tak dapat menyelamatkan kalian dan pada akhirnya membuat aku tidak bisa menemukan kalian," jika ada yang bertanya alasan padanya. Dan Perly dengan cepat mengakhiri, "Tidak perlu terlalu dipikirkan. Semuanya sudah terjadi, tidak peduli dengan cara apa kita dipertemukan, yang terpenting adalah tujuan kita," ucap Perly membuat mereka mengangguk. Itu benar. Tatapan Perly kembali jatuh pada Pangeran Plants, yang ternyata sedari tadi sudah menatapnya lekat seperti ingin berbicara. "Ada apa?" tanyanya membuat si pangeran tersentak kaget. Dia melamun rupanya. Di pandanginya, mereka semua kini sepenuhnya memberi tatapan bertanya padanya. "Emm ...." Si pangeran mengalihkan tatapan ke arah lain, "Itu, aku minta maaf soal ucapanku tadi malam padamu. Itu terdengar sedikit kasar," ucap pada Perly sambil menggaruk kepala belakangnya. "Tidak apa. Sepertinya sifatmu memang seperti itu. Aku juga akan terbiasa nantinya," balas Perly terkekeh. Dia juga tidak merasa tersinggung sama sekali. "Ah, ya kamu sudah tau namaku bukan?" tanya Perly menunjuk dirinya sendiri. Pangeran Plants mengangguk, "Ya. Mereka sudah memperkenalkanmu padaku. Dan kamu bisa memanggilku, Anta," jawab Anta dan Perly hanya mengangguk mengerti. Gadis itu kembali memperhatikan Anta, tepat pada leher si pemuda, "Apa cekikan itu tidak bermasalah? Maksudku, kamu terlihat sangat baik untuk dikatakan mendapatkan serangan. Apalagi yang menyerangmu adalah Pengendali Dark," ucap Perly lagi. Dan setidaknya Anta langsung tau dengan sifat istimewa Perly yang satu itu. Banyak bertanya dan banyak bicara. Berbanding terbalik dengan dirinya yang terlalu malas untuk mengucap satu dua kalimat. "Sebenarnya, semua yang ada pada Pengendali Dark merupakan racun tersendiri bagi pengendali lainnya. Namun beruntungnya wanita itu mencekik Anta menggunakan energi, bukan kekuatannya. Jika dia menggunakan kekuatannya, mungkin Anta sudah tiada di detik ke dua," jelas Zate dan Anta hanya mengangguk. Beruntung ada Zate yang dengan senang hati menjelaskannya. "Tapi kenapa dia tidak menggunakan kekuatannya? Tampaknya waktu itu dia sangat ingin membunuhmu," ucap Perly lagi memasang ekspresi bingung. "Karena pedang yang aku gunakan tadi malam sudah aku olesi dengan air terjun Plants. Jika kamu bertanya kenapa, karena hanya untuk pertahanan diri saja. Seperti tadi malam, kejadiannya tidak disangka-sangka bukan. Dan karena pedang itulah dia tidak bisa leluasa menggunakan kekuatannya padaku," jawabnya dengan nada datar yang terkesan malas. Hah, nafasnya jadi sesak berbicara se-panjang itu. "Dia memang sudah ada di air terjun Plants, ketika kita akan pergi dari sana. Itu yang dia katakan," timpal Zate yang mengerti akan kebingungan Perly. Sudah dibilang, sangat mudah menebak pertanyaan dibalik raut bingung gadis itu. Perly membulatkan mulutnya dan mengangguk kecil beberapa kali. "Tapi aku penasaran. Kenapa kamu bisa ada di sini? Aku rasa waktu itu sudah cukup malam untuk sekedar berjalan-jalan di luar." Bukan Perly, namun Marta yang bertanya. Anta kembali mendengus. Anggukan Perly menandakan gadis itu seperti tidak lagi ingin bertanya, dirinya sudah merapalkan kata syukur dalam hati. Tapi Marta malah menambahnya. Anta berdecak, "Kalian sangat cerewet," ucap Anta menatap Marta membuat Marta melongo. Menukik alis, menekuk kedua tangannya di pinggang, "Hey!" Hardiknya, "Aku baru saja bertanya padamu dan kau mengatakan kalau aku cerewet? Baiklah, aku tidak akan berbicara apa-apa padamu lagi!" ucap Marta kesal dan menatap ke arah lain. Mereka semua hanya tertawa pelan melihat reaksi Marta, begitupun Anta ikut tertawa kecil. "Reaksimu terlalu berlebihan, Marta. Dia hanya bercanda, kau seperti anak kecil saja," ucap Perly santai membuat Marta bertambah kesal. Harusnya dia yang sekarang menjahili Perly, bukan dirinya yang dibuat kesal. "Sebenarnya, aku mengikuti kalian saat dari air terjun itu. Aku sempat mendengar pembicaraan kalian waktu itu, karena itulah aku penasaran dan aku memilih untuk mengikuti kalian." Anta memilih untuk menjelaskan. "Jadi, kamu sudah tau dari awal tentangku?" tanya Perly cepat menunjuk Anta. Mengedikkan bahunya, terlihat ragu, "Aku masih ragu untuk itu, karena itulah aku mengikuti kalian untuk memastikannya. Aku ingin bertanya, tapi kalian sudah lebih dulu pergi dan malah membuat tempat di sini," jelasnya. "Lalu kenapa kamu tidak langsung membantu kami saat para Dark itu datang? Apa kamu sengaja membiarkan kami celaka dulu baru mau menolong?" tanya Tier menatapnya intens. Dia akan sangat marah jika Anta menjawab iya. "Sudah kukatakan kalau aku masih ragu. Aku ingin melihat apakah penyelamat yang ditulis dalam buku takdir itu bisa mengalahkan dark-dark itu atau tidak. Dan jika aku sengaja, untuk apa aku menolong kalian. Lebih baik aku membiarkan kalian mati di tangan mereka tadi malam," jawabnya sedikit kesal. Meski tak sepenuhnya ucapan Tier salah, tetap saja maksudnya lain. "Ah, begitu ya ... pasti kamu menilaiku sebagai seorang pengecut yang tidak bisa melakukan apa-apa," ucap Perly pelan sedikit menunduk. "Ya awalnya memang begitu," jawab Anta cepat membuat Perly juga menatapnya dengan cepat. "Awalnya aku pikir aku telah salah mengira kalau kamu adalah penyelamat itu dan aku ingin pergi dan berhenti mengikuti kalian. Tapi naluriku membawaku kembali ke sini, dan benar saja kamu hampir saja mati diserang oleh wanita Dark itu," ucapnya lagi. Dia tersenyum kemudian, "Karena itulah aku berkata kasar padamu, karena aku merasa kesal kenapa kamu tidak melawan dan hanya diam. Tapi semuanya berubah saat kamu yang menyelamatkan aku dari kematian dan membunuh Dark itu," lanjutnya masih mengulas senyum pada Perly. "Bolehkah aku memukulmu?" tanya Tier sudah berdiri di samping Anta. Anta tidak menjawab dan hanya menatapnya bingung. Bugh! Namun sepertinya Tier memang tak butuh jawaban ataupun izin. Pemuda coklat itu malah langsung memukul perut Anta, lalu kembali berdiri di tempatnya semula. Seolah dia tak pernah melakukan apa-apa di tiga detik terakhir. "Apa-apaan kau ini!" marah Anta memegangi perutnya yang terasa nyeri. Pukulan Tier tidak main-main man. "Itu bentuk rasa kesalku padamu. Kalau kamu tetap membantu kami waktu itu, semuanya mungkin tidak akan separah ini," ucapnya datar. Anta mencebik kesal mendengar penjelasan Tier, "Ya ya. Kau menyalahkan semua orang sekarang. Tidak bisakah kau juga menyalahkan dirimu yang juga tidak bisa menjaga Perly? Seharusnya kau introspeksi diri sebelum menyalahkan orang lain. Tak tau diri!" ucap Anta menohok. Tier yang mendengar itu langsung menoleh pada Befra, begitupun yang lainnya. Lelaki itu terdiam. Rasanya tak ada kata lagi untuk dirinya membela diri. Melihat keterdiaman seorang Tier, Zate malah terkekeh geli, "Sepertinya lidahmu lebih tajam daripada pedangmu," ucap Zate menatap Anta. "Tier, apa kamu tidak ingin meminta maaf? Apa kalian akan terus seperti ini sampai nanti kita melanjutkan perjalanan?" tanya Perly menatap Tier. Dan apa-apaan tatapan datar itu? Sejak kapan gadis kecil ini mengerti bagaimana caranya mengintimidasi? "Perly, tidak apa. Biarlah seperti ini du--" "Tidak," ucap Tier cepat, menghembuskan nafas pelan, "Aku rasa sikapku tadi malam terlalu kasar untuk seorang pria kepada wanita. Aku mendorongmu dan juga memarahimu, aku minta maaf untuk itu. Kau tau? Emosiku sedang tidak stabil melihat keadaan Perly malam tadi. Aku hanya takut jika kembali terjadi apa-apa pada Perly," lanjutnya menatap Befra. "Jangan lupakan. Kamu juga membentak dan memakinya saat Perly tidak sadarkan diri, sampai Befra menangis hebat," sambung Anta santai. Tier mencebik dan menatap kesal pada Anta. Kenapa mulut pria itu sangat licin? Dan juga, kenapa tatapan Perly menjadi semakin datar pasanya? "Ya, untuk itu juga. Aku sangat menyesal. Aku mengakui kesalahanku," ucapnya nampak sedikit dipaksakan. Yaa ... tidak akan terpaksa jika Anta tidak ikut campur.. "Tidak masalah. Aku sudah memaafkanmu. Jika aku di posisimu, mungkin aku juga melakukan hal yang sama," jawab Befra tersenyum menatap Tier. Membuat tatapan Tier menjadi teduh. "Maafkan aku," ucap Tier lagi dan Befra hanya mengangguk sebagai jawaban. "Lihatlah, ucapanku benar bukan? Mereka sudah saling jatuh cinta sekarang," bisik Perly pada Marta. Marta mengangguk pelan, "Ya kamu benar. Aku juga melihatnya dari tatapan mata mereka," balas Marta juga ikut berbisik. Zate yang mendengar itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Terkadang mereka sangat akrab, dan terkadang terlihat seperti musuh bebuyutan, pikir Zate. Lihat saja sekarang, dengan akurnya mereka berbisik mengenai Tier dan Befra. Tapi tak akan sampai lima menit ke depan, suara pertengkaran akan segera terdengar dari keduanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN