Perly sedikit terkejut saat mendengarnya. Kepalanya langsung dia tolehkan ke sana ke mari untuk mencari sumber suara.
Sedikit banyaknya, Tier dapat menangkap gelagat Perly dari ekor matanya meski dirinya memandang ke langit, "Ada apa? Kamu mencari sesuatu?" tanya Tier yang melihat Perly.
Dan Perly langsung menghentikan aksinya, menatap mereka semua yang menatap heran padanya, "Ya? Ah, tidak. Aku rasa tadi ada yang memanggilku, mungkin aku salah dengar." jawab Perly dan mereka hanya mengangguk mengerti.
"Kamukah itu? Itu benar-benar kamu? Kamu masih mendengarku? Kamu masih di sana? Jawablah." Lagi batin Perly memanggil orang yang menjawab ucapannya tadi.
Tak ada jawaban, membuat Perly menutup mata dengan lebih serius untuk membatin sekarang, "Bisakah kita bicara lagi? Kumohon, ada banyak yang ingin kubicarakan dan aku tanyakan padamu."
Masih tak ada jawaban dan Perly kembali menghembuskan nafas panjang. Mungkin dia hanya berhalusinasi saat mendengar jawaban itu. Berhalusinasi karena dirinya saat ini benar-benar ingin membicarakan sesuatu dengan gadis itu.
"Aku sudah mengantuk, ayo kita masuk," ucap Perly seraya berdiri, menepuk bagian belakang yang terasa kotor.
Namun dia tidak jadi melanjutkan langkah saat teman-temannya tidak ada yang bergerak. Mereka kembali mematung seperti di festival waktu itu.
Tak sampai di sana, Perly membawa matanya, menatap sekeliling, ya itu terjadi lagi. Dedaunan yang terbang tertiup angin, pun menggantung di udara.
Meski hanya beberapa kali berada di situasi seperti ini dalam waktu yang sangat singkat, setidaknya Perly sudah mulai mengerti kenapa hal ini terjadi. Mereka, yang tak ingin menampakkan wujud kepada siapapun termasuk dirinya, akan menghentikan waktu sekitar.
Maka dari itu, Perly menghembuskan nafas pelan, terlihat lebih tenang sekarang, "Di mana kau? Aku sedang tak ingin berlama-lama sekarang," ucapnya membuat sebuah cahaya bergemerlap di belakang tubuhnya.
"Apa yang ingin kamu bicarakan dan kamu tanyakan padaku?" Tiba-tiba sebuah suara muncul dari belakangnya.
Perly perlahan berbalik dan menemukan sosok dirinya yang sedang berdiri tak jauh darinya.
Namun tampilannya sedikit berbeda, dulu dia serba emas, tapi yang berdiri di depannya ini berwarna perak. Oh, apa gadis ini juga bisa merubah elemen seperti dirinya? Pikirnya.
Namun, Perly tetap tak yakin. Sangat mustahil jika dirinya sendiri tak mengenali dirinya sendiri, "Kaukah itu?" tanya Perly memastikan.
"Ya." Gadis itu mengangguk pelan, terlihat anggun meski hanya sekali angguk, "Ini aku. Senang bisa kembali bertemu denganmu," ucapnya tersenyum lalu mendekat ke arah Perly.
Bersejajar dengan gadis di depannya membuat dirinya merasa aneh. Merasa hal lain yang tidak dia mengerti itu apa. Membuat Perly hanya diam menatap lekat gadis di depannya.
"Katakanlah, apa yang ingin kamu ketahui dariku," ucapnya setelah berada di dekat Perly, masih memasang senyum manis yang tak pernah hilang dari wajah si gadis.
Dan di seperkian detik Perly menatapnya, Perly baru menampakkan senyum lebarnya, membuat wanita itu ikut tersenyum sampai menampakkan giginya yang putih.
Namun perlahan senyum Perly memudar, digantikan oleh wajah datarnya. Percaya tak percaya, Perly merasa aneh dengan sifatnya. Dia merasa sangat berwibawa dan terkesan dewasa di depan gadis ini atau yang sebelumnya. Ada teriakan dalam hatinya untuk terus mendoktrin dirinya berbuat demikian, berbeda dengan dirinya yang ketika berada di antara teman-temannya.
"Sudah aku duga, kamu bukanlah gadis yang dulu. Kamu bukan Perly. Kamu hanya menyerupaiku," ucap Perly pada wanita itu.
Gadis itu malah semakin melebarkan senyumnya, terkesan seperti terkekeh dalam diam, "Apakah aku terlihat berbeda?" tanyanya.
"Ya. Kau berwarna perak, sedangkan aku yang dulu berwarna emas," jawab Perly.
Alis gadis itu terangkat sebelah, bertanya, "Hanya itu? Itu tidak bisa membuktikan kalau aku berbohong. Bisa saja aku mengganti pakaianku. Atau aku mengganti elemenku? Bukankah kau juga dapat berbuat seperti itu? ucap gadis menyanggah tuduhan Perly.
Dengan tatapan yang masih sangat datar itu, Perly mendikte satu per satu, "Aku mempunyai gigi kelinci sedangkan kamu tidak, rambutku bergelombang sedangkan kamu lurus, tinggi kita tidak sama, dan aku tidak pernah meninggalkan antingku sedangkan kamu tidak memakainya," ucap Perly menjelaskan.
Menjeda sejenak. Ingin melihat bagaimana reaksi gadis ini setelah dia menghabiskan waktu kurang lebih lima detik untuk berucap. Dan yang dia dapati tetap sama, senyum manis yang terpatri di wajah cantiknya.
"Orang yang dulu pernah menemuiku, bagaikan bayanganku di cermin. Dan sekarang, orang yang sama datang dengan bayangan yang sudah berubah. Apakah itu tidak terasa janggal bagimu?" tanya Perly.
"Kau jelas, bukan orangnya," lanjutnya membuat gadis itu tertawa pelan, entah menertawakan apa.
"Aku sangat tersanjung dengan kecerdasan yang kamu punya," pujinya masih mempertahankan senyumnya.
Perly bertanya, apakah tidak lelah otot bibirnya terus tertarik seperti itu?
Perly terdiam, kali ini sambil berpikir. Membuka kembali lembaran ingatan tentang gadis ini. Menggilas habis semua ingatan tak berguna demi menemukan satu pertanyaan, "Apakah kalian orangnya?" Perly bertanya.
"Apakah kamu adalah kembaran dari orang yang menemuiku dulu? Apakah kalian pendahulu yang memulai kisah ini? Benarkah kalian pendahulu itu?" lagi Perly memberondong gadis di depannya dengan pertanyaan
"Jika kamu mengetahuinya apa yang akan kamu lakukan?"
"Tentunya aku tidak akan melakukan hal yang tidak berguna untuk dilakukan." jawab Perly tegas
"Jika aku tidak memberitahumu, apa yang akan kamu lakukan?"
"Aku tidak akan melakukan apapun. Karena kamu pasti akan memberitahukannya padaku."
Gadis itu tertawa pelan mendengar jawaban tegas dari Perly. Gadis ini memang definisi pemberani yang sesungguhnya. Tak ada kata segan di matanya saat menatap telak bola mata berwarna perak miliknya. Tak ada kata takut kala gadis ini menuduhnya lengkap dengan telunjuk yang mengarah, juga tak ada kata ragu dalam ucapan kala dia sudah meyakininya. Dan satu lagi, tak ada kata lelah baginya untuk terus bertanya sampai jawaban memuaskan didapat.
"Kenapa kamu begitu yakin kalau aku akan memberitahukannya padamu?"
Perly mengedikkan bahu. Dirinya terlihat lebih santai dari sebelumnya, "Well ... karena aku sudah mengetahuinya. Aku hanya perlu memastikannya, apakah itu benar adanya?"
Gadis itu terkekeh, lagi. Menepuk pelan puncak kepala Perly, "Kau benar-benar adikku." ucapnya pelan namun masih bisa didengar oleh Perly.
"Itu artinya, apa yang aku katakan itu benar?" tanya Perly dengan raut tenang yang kentara akan rasa terkejut.
"Iya Perly. Kamu benar, apa yang kamu ucapkan itu benar."
Perly berbalik ke belakang dan di sana ada seorang gadis serba emas, gadis itu adalah dirinya, dirinya yang dulu. Ya gadis yang dulu pernah menemuinya di festival.
Gadis itu berjalan mendekat, dan berdiri tepat di depan Perly, persis di samping gadis perak. Lihatlah, dia benar-benar sedang bercermin sekarang. Perly jadi bertanya, apakah Bupo dengan jahil menaruh cermin transparan di depannya?
"Kamilah yang dulu temanmu ceritakan, cerita kami yang dulu dia kisahkan padamu," ucapnya tersenyum.
"Salam kami." Kedua gadis itu berucap bersamaan kepada Perly. Menunduk pelan pada Perly membuat Perly mengikuti.
Ada tiga. Sekarang dirinya ada tiga. Bisakah ini di percaya? Dia saja masih tidak percaya ini terjadi, apalagi nanti orang-orang melihatnya.
"Katakanlah dan tanyakanlah. Bukankah itu tujuanmu memanggilku?" tanya gadis emas itu.
Namun pertanyaan Perly berubah haluan. Keingintahuannya kini lebih besar untuk mengetahui, siapa mereka berdua? Siapa dirinya? Tentu ada penjelasannya bukan?
"Aku masih belum bisa memahami. Kenapa ini terjadi? Kamu, aku, dia, kenapa bisa seperti ini? Aku tau ini bukanlah sebuah kebetulan bukan?" tanya Perly menatap kedua gadis itu bergantian.
"Kau tak percaya kebetulan?" tanya si gadis perak. Gadis ini paling suka mendebatnya. Bak kakak yang jahil pada adiknya.
"Aku tak akan bertanya jika aku percaya." Tatapan datar Perly kembali.
Lihat? Begitu banyak perbedaan dalam dirinya. Perly yang kesal adalah Perly yang selalu membuat wajah lucu yang menggemaskan, namun kali ini raut dewasanya kentara sekali.
Sedangkan gadis emas hanya tersenyum lalu berkata, "Percayakah kamu jika seseorang yang sudah mati bisa terlahir kembali?" tanya gadis emas pada Perly.
"Itu mustahil bagiku," jawabnya.
Tidak ada hal semacam itu. Keamatian seseorang tidak akan berubah dengan kehidupan.
"Ya benar. Tapi jika aku dan kamu dibandingkan dalam waktu yang berbeda, bukankah itu sangat lama?" tanyanya lagi.
Perly berpikir sejenak benar-benar mencerna ucapan yang masuk ke telinganya, sebelum kemudian matanya melotot saat menyadari sesuatu.
Lagi, telunjuk itu tertuju pada gadis emas dan gadis perak, "Jadi kamu ...."
Gadis emas menggangguk pelan, Ya, aku adalah dirimu di kehidupan dahulu, dan kamu adalah diriku di kehidupan saat ini," jawabnya cepat seakan tau apa yang akan Perly katakan.
Ingat? Mereka orang yang sama. Tak susah untuk satu sama lain menebak isi pikiran.
"Tapi kenapa kita berbeda? Maksudku, kamu mempunyai kembaran dan aku tidak."
"Bukankah kamu sudah mendengar bahwa akulah yang mengucapkan kutukan dan sumpah terlarang itu? Maka sebagai gantinya, hanya akulah yang bisa memperbaikinya seperti keadaan semula, bukan kakakku," jawabnya dan Perly mengangguk mengerti.
Sebuah anggukan yang tak akan langsung membawa dirinya pada akhir pertanyaan, masih ada beberapa jenis pertanyaan lagi yang ingin dia lontarkan, "Jadi karena itu aku tidak memiliki kembaran?" gumamnya pelan.
Dua gadis di depannya tidak menjawab, Perly sudah cukup pintar untuk mengerti itu.
"Lalu, bagaimana dengan mereka? Kamu pasti juga mendengar apa yang mereka ucapkan bukan? Tidak bisakah mereka mencapai keinginannya lebih dulu agar tidak berharap padaku lagi?" tanya Perly menatap teman-temannya yang masih mematung.
"Kenapa kamu tidak mau mereka berharap padamu?" tanya gadis perak.
Tatapan Perly menyendu. Berbagai perasaan dan emosi bercampur dalam hatinya saat ini. Membuatnya tak tau harus mengekspresikan yang mana terlebih dahulu, "Aku tidak mau mengecewakan mereka. Adikmu sendiri yang mengatakan bahwa aku bisa saja ragu pada akhirnya. Dan keliru membuat kehancuran pada dua dunia ini," jawab Perly.
"Yang mereka inginkan adalah bertemu denganmu Perly. Apalagi yang mereka inginkan selain itu?" ucap gadis emas.
Kali ini Perly malah memasang senyum miris, "Ya, mereka ingin bertemu denganku dan berharap aku akan membawa mereka pada orang tuanya. Dalam artian lain, yang mereka inginkan bukanlah aku, tapi orang tuanya," jawab Perly cepat. Sejenak perly alihkan tatapan untuk sedikit mengusap kasar air matanya yang terjatuh, "Tidak bisakah kamu mengubahnya? Sedikit saja, biarkan mereka bertemu. Walaupun hanya sekedar sebuah bayangan, tapi setidaknya keinginan terbesar mereka sudah terpenuhi, "ucap Perly lagi menyatukan kedua telapak tangan memohon.
Gadis emas itu tersenyum dan maju beberapa langkah, memegang kedua tangan Perly. Lalu digenggamnya erat.
"Ubahlah jalannya jika jalan yang sebelumnya menyulitkanmu untuk menuju tujuanmu," ucapnya tersenyum.
•
"Jadi kalian sudah menemukannya?" tanya Bupo pada mereka semua saat masih memakan makanannya.
Mereka mengangguk serentak, kecuali Zate. Itu sudah terencana, kata Perly waktu itu, "Kalian tau aktris dan aktor? Nah, berlakulah seperti mereka, berackting, oke?" Jempol dia berikan pada mereka yang hanya menatapnya seolah berkata 'Kau bicara apa? Siapa itu aktris dan aktor? Mermaid juga?' Dan Perly yang melihat itu mendengus, membuat dirinya harus menjelaskannya dari awal tentang kata-kata baru yang dia ucapkan.
Dan dengan tidak tau dirinya_menurut Perly_Marta malah memukul bahunya kencang, menyalak garang padanya, "Tinggal suruh kami untuk berbohong kenapa kau malah berbelit!" Pekiknya kesal kala itu.
Maka sesuai rencana dari Perly jugalah Tier menjawab, "Ya, kemarin kami sudah menemukannya lalu dia bilang ingin pulang ke laut. Karena itulah kami juga akan pulang ke laut," jawab Tier lancar, melafalkan kalimat yang malam tadi Perly cecarkan padanya.
"Jadi kalian semua bersaudara?" tanya Bupo membuat mereka berhenti mengunyah, dengan ototmatis langsung mengalihkan tatapan pada Perly yang malah sibuk dengan dunianya, si Buah Apel merah dan irisan Buah Melon.
Mendengus sebal. Padahal gadis itu yang merancang segalanya, dan pertanyaan Bupo sungguh di luar rencana.
Tak ingin membuat Bupo curiga, tak ada harapan juga pada Perly tampaknya, maka Marta menjawab, "Tidak. Aku dan Tier yang bersaudara, sedangkan mereka adalah teman kecil kami karena itulah mereka ikut membantu," jawab Marta membuat Bupo mengangguk mengerti.
Ingatkan Perly untuk berterimakasi pada Marta nantinya.
Bupo kembali mengambil satu Buah Leci yang sudah di kupas sebelumnya, lalu menunjuk Zate singkat, "Lalu Zate? Kamu ikut dengan mereka? Jika mau, tinggallah bersamaku. Aku hanya sendiri di sini," ucap Bupo menatap Zate.
Yang satu ini, Perly sudah mempersiapkannya. Jadi, Zate dengan lancar menjawab, "Ah, itu tidak perlu. Aku rasa aku akan pulang ke rumahku saja. Aku tidak suka merepotkan seseorang terlalu lama," jawab Zate tersenyum.
Terlihat mulus sekali bukan? Mereka jadi curiga, apa Perly menjadi pakar pembohong di dunia manusia? Kenapa gadis itu mulus sekali menyusun kata-kata?
Bupo menghela nafas panjang, bahunya merosot, "Padahal aku akan sangat senang jika kau di sini. Aku benar-benar tidak suka sendirian," ucap Bupo memasang ekspresi sedih.
"Jangan bersedih. Kami akan berusaha mencarikan seorang gadis untukmu agar kamu tidak kesepian lagi," ucap Perly santai masih memakan buah di tangannya.
Ternyata gadis itu sedari tadi mendengarkan percakapan mereka. Lalu kenapa si nakal itu hanya diam saja tadi?
"Kamu terus saja membahas gadis. Kamu membuatku seperti tidak akan mendapatkan pendamping," jawab Bupo kesal.
Dengan santai Perly mengedikkan bahu, tampak sangat tak peduli, "Memang keadaannya seperti itu sekarang," balas Perly membuat Bupo semakin kesal.
"Maaf Bupo, kami terus membohongimu ...," batin mereka semua meminta maaf pada Bupo.
Mereka kembali terdiam dan menghabiskan makanannya masing-masing. Tentu dengan pemikiran masing-masing yang berkecamuk entah memikirkan apa. Tak terucap memang, tapi ekspresi dari masing-masing mereka menggambarkan semuanya.
"Jangan lupakan aku. Dan ingatlah untuk sering datang ke sini dan menginap lagi di rumahku," ucap Bupo saat mengantar mereka keluar. Laki-laki itu bahkan masih memegang tangan Perly, berharap dengan begini mungkin saja gadis itu akan berubah pikiran dan tetap tinggal dengannya.
"Kami pasti tidak akan bisa melupakanmu Bupo. Berkat kamulah kami bisa bertahan sampai sekarang." jawab Befra diangguki yang lainnya.
"Ya, suatu saat kami pasti akan membalas semua kebaikanmu." timpal Marta.
"Aku pasti akan sangat merindukan kalian semua ...," ucapnya sedih.
Ah, apakah Perly sudah pernah mengatakan kalau dia sangat lemah pada seseorang yang memasang ekspresi sedih selain barusan? Jika belum, maka dia mengakui itu. Hatinya terlalu mudah tersentuh kala melihat air mata tulus seseorang.
Maka Perly melepaskan genggaman Bupo dan memeluk tubuh yang jauh lebih besar darinya itu, "Kami juga akan merindukanmu," jawab Perly dengan suara teredam di d**a Bupo.
Lihat, gadis itu bahkan tidak bisa menyatukan tangannya di balik punggung Bupo. Lelaki ini benar-benar memiliki kelebihan.
Dengan perlahan, Perly mendongak dalam keadaan masih memeluk Bupo menumpukan dagu di d**a pria itu, lalu tersenyum.
"Jangan bersedih, nanti kau bisa kurus, sudah tak empuk lagi untuk kupeluk," ucapnya gamblang mendapat cubitan ringan di pipi oleh Bupo.
Pria itu tertawa pelan lalu melepas pelukan Perly. Ah, dia benar-benar merasa punya anak sekarang ini.
"Jangan bahayakan dirimu lagi. Jika aku sudah kurus nanti, aku akan menjadi tampan, dan kau tak akan mengenaliku lagi, lalu aku tidak akan bisa mengobatimu lagi," balasnya yang gantian membuat Perly tertawa renyah.
"Ya sudah, kami harus pergi sekarang. Sampai jumpa." Mereka semua melambaikan tangan pada Bupo.
"Sampai jumpa dan berhati-hatilah. Jangan sampai kalian kembali terluka," ucap Bupo juga melambaikan tangannya.
Mereka mengangguk dan pergi meninggalkan rumah Bupo.
"Aku merasa bersalah terus membohonginya," ucap Perly pelan setelah jauh dari rumah Bupo.
Dia bahkan tak henti menengok ke belakang, berharap Bupo masih memandangi mereka dari jauh. Tapi ini sudah cukup jauh, pria itu tak mungkin memilih bodoh untuk berdiri di ujung jalan dan hanya menatap kepergian mereka.
Ah, Perly jadi merindukan papanya di dunia manusia.
"Tidak apa-apa, itu juga untuk kebaikannya," jawab Zate dan Perly hanya mengangguk.
"Baiklah, jangan memikirkan itu lagi. Sekarang kita harus menentukan kita akan ke mana, masih ada 4 kesatria yang harus kita cari," ucap Marta diangguki yang lainnya.
"Aku rasa kita harus ke daerah Plants terlebih dahulu, itu adalah daerah yang paling dekat dengan daerah Lightning," jawab Zate memberi usul.
Pemuda earth mengangguk, "Ide bagus. Bagaimana? Kalian setuju?" tanya Tier.
"Ayo. Itu akan lebih baik daripada kita harus menempuh daerah yang lebih jauh," ucap Perly juga menyetujui.
Dan jika Perly sudah menyetujui, punya kuasa apa mereka untuk menolak? Maka mereka memberi anggukan dan berjalan ke arah selatan dari daerah lightning.
Namun belum lama mereka berjalan, tiba-tiba lengan kanan atas Perly mengeluarkan cahaya berwarna kuning seperti matahari membuat semuanya menutup matanya karena silau.
Lalu setelah cahaya itu hilang, sebuah lambang tergambar di sana, lambang dari pengendali Lightning.
•