bc

Istri Kecil Om Duda

book_age18+
2.2K
IKUTI
20.8K
BACA
HE
age gap
arranged marriage
kicking
campus
like
intro-logo
Uraian

Safiya harus menerima perjodohan yang pilih oleh ayahnya dengan duda anak dua Abram Kinoz, seorang pewaris perusahaan tekstil sang Kakek. Setelah melewati pernikahan, Safiya berharap bisa sampai ke tahap selanjutnya. Namun, sayangnya, rencana tidak berjalan mulus. Maxim anak dari suaminya adalah sesorang yang penah dekat dengan Safiya waktu di SMA. Akankah Safiya kembali ke cinta lamanya? Atau mungkin akan terus mencintai suaminya yang Om-om itu? Maxsim Kinoz kembali menawarkan cinta yang sulit ditolak oleh Safiya.

chap-preview
Pratinjau gratis
Pertemuan Pertama
"Tolong, tolong! Tolong aku!" Suara itu sayup-sayup terdengar di telinga seorang gadis bernama Safiya yang tengah sibuk menghabiskan es krim di tangannya. Safiya dengan patuh menunggu Rara–teman sekolahnya yang sedang mengambil motor di tempat parkiran mal. "Tante, tolong!" Safiya mulai mencari asal suara itu. Pandangannya mulai memindai sekitar. "Seperti ada yang minta tolong? Apa aku hanya salah denger aja?" Raut wajah Safiya berubah cemas saat kedua matanya menemukan seorang gadis kecil tengah dibawa paksa oleh beberapa pria bertubuh kekar. "Tante tolong!" Gadis kecil itu memanggil, ada harapan untuk bisa lolos dari para penjahat yang berniat menculiknya saat melihat Safiya. Tak bisa tinggal diam, Safiya pun berlari. Mengikuti arah ke mana para penjahat itu membawa gadis kecil pergi. "Woi berhenti!" pekik Safiya keras. Menghentikan langkah mereka yang kini langsung melihat Safiya dengan sorot mata yang tajam. "Jangan ikut campur gadis ingusan!" Mendengar perkataan itu, bukannya mundur, Safiya justru semakin berniat menyelamatkan gadis kecil yang terlihat menangis di tangan salah satu pria yang tak hanya sangar wajahnya, tetapi juga berotot. "Lepaskan gadis itu!" Safiya berteriak lantang. Namun, para penjahat itu malah menertawainya. "Jangan mimpi, Nona! Kami nggak akan mungkin ngelepasin anak ini!" Di area belakang parkiran mobil yang saat itu terlihat sepi, Safiya masih memaksa agar pada penjahat itu pergi tanpa membawa gadis kecil yang saat ini terlihat ketakutan. "Aku bilang lepaskan atau ...!" Mata laki-laki itu bergerak-gerak ke arah kanan dan kiri. "Hei, Nona. Kamu belum tahu siapa kami. Kalau kamu ikut campur kami juga akan menculikmu." Safiya menyipit, kedua alisnya bertaut, lalu bibirnya memburaikan tawa lepas. "Aku tak takut." "Berani ya, kemarilah." Laki-laki itu mengancam Safiya. Safiya menautkan alis. "Oh jadi kalian menculik anak itu?" Safiya menatap jengah seperti menatap mangsa terhadap predatornya. "Banyak bicara kamu." "Lepaskan." Bibir Laki-laki itu menyisakan tawa. "Kamu makin kurang ajar, Nona." "Mari kita berkelahi, kita adu jotos. Jangan hanya besar omong." Safiya sedikit menggeretak. Safiya dan Rara terbilang sering ke mall ini. Namun demikian, Safiya termasuk gadis yang cukup tahu seluk beluk mall ini. Safiya diam. Dia fokus berlari dengan kecepatan tinggi. Entah ilmu apa yang digunakannya. Ia sudah mendekati ketiga laki-laki asing itu. Safiya menendang dari arah belakang tubuh laki-laki itu. Kembali Safiya berlari dan menendang satu persatu lawannya. Namun sial! Safiya terhempas jatuh saat lengah. salah satu laki-laki itu mendorong tubuh Safiya hingga lengan baju kanannya tersangkut di spion mobil. "Rasakan gadis t***l keras kepala sih sok mau jadi pahlawan! Sok jadi pahlawan kesiangan." Tawa laki-laki itu sebelum akhirnya kembali berjalan menjauh. "Hey! tunggu!" "Tak ada waktu untukmu gadis gila!" Laki-laki itu tak mempedulikan seruan Safiya. Percuma saja ia berteriak hingga sakit tenggorokan. Punggung Safiya terasa sakit sekali. Susah payah ia bangun. Safiya sudah melihat orang-orang itu berlari menjauh darinya. "Siall!" umpat Safiya. Safiya tiba-tiba menyerang lagi dari belakang, mereka marah dan menahan serangan. Safiya tak gentar segera mengambil tindakan. Perkelahian tak terelakkan lagi, jika berhasil mengalahkan mereka, tentu Safiya tak menginginkan penculikan dan anak kecil itu jadi korbannya. Safiya terus melawan dua orang tinggi besar, satu orang mengendong anak kecil itu yang ketakutan, Safiya terus menyerang dan membuat dua laki-laki itu kewalahan. Satu kesalahan Safiya diganjar dengan satu tempelengan di wajah. Telapak tangan laki-laki itu sangat tebal. Tempelengannya berhasil membuat sudut bibir Safiya pecah dan berdarah. Safiya berteriak meminta tolong satpam. "Tolong! tolong! Kedua Satpam yang sedang berjaga itu mendengar jeritan Safiya. Dan kedua Satpam itu langsung berlari ke arah Safiya. "Hei ada orang?" tanya Satpam menatap ke atah kana dan kiri. "Pak Satpam ini orangnya," teriak Safiya kencang. Entah kenapa, Safiya reflek melompat. Setelah berhasil membuat laki-laki itu jatuh dan dengan cepat Safiya mengambil anak kecil itu dari cengkraman laki-laki itu. Safiya berteriak lagi, "tolong! tolong!" Kedua Satpam itu datang bersama beberapa orang menuju di mana Safiya berada. "Woi, awas lo!" kata laki-laki itu. Safiya tak peduli. Dari pada anak kecil yang jadi sasarannya. Lalu dengan suara yang ia lantangkan, Safiya berteriak lagi meminta tolong. Membuat banyak orang dalam parkir termasuk dua Satpam sudah berada di dekat Safiya. Lelaki itu mungkin merasa kalah karena Safiya telah mengambil anak kecil itu. Dia tersenyum saat melayangkan pukulannya ke arah Safiya. Namun Safiya menghindar, ke kiri hingga laki-laki itu terhuyang saat kakinya menyabet ke arah tulang keringnya. kedua laki-laki itu terjerembab dan tersungkur di lantai. Tubuh Safiya memang kecil, tapi tiga tahun berlatih taekwondo membuat ototnya lencir dan gerakan cukup cepat. Dengan segenap sisa tenaga dan akhirnya Safiya berhasil. Satpam dan yang lain datang menangkap mereka dengan cepat Safiya menggendong gadis kecil itu. "Tante, aku takut." "Sudah tak apa-apa ada, Tante di sini ya." Anak kecil itu ketakutan memeluk Safiya erat, ia takut akan kejadian tadi. Kedua Satpam menangkap ketiga laki-laki asing itu dan membawa mereka ke dalam ruang Satpam, kemudian menyerahkan mereka ke pihak yang berwajib. *** Satu jam setelah kejadian itu, Safiya dan anak kecil itu duduk di bangku Satpam sedang diintrogasi, setelahnya Ayah dari gadis kecil itu datang. Laki-laki tampan itu menatap ke arah Safiya intens, membuat Safiya bergidik ngeri. "Aku suka caramu menyelamatkan putriku!" Suara itu membuat Safiya terkesiap dan entah sedari kapan pria itu menyadari telah diam-diam mempertahankan Safiya. Safiya tersenyum. "Lain kali hati-hati, Om jagain putrinya." "Om," cetus sang pria itu tak suka dipanggil Om, dibarengi senyum mengejek. "Beri saya kejelasan mengenai kata, Om," tegas laki-laki itu berusaha meyakinkan Safiya. Tak mau dipanggil om karena dirinya masih sangat muda. "Maunya apa, sudah punya anak, menolak tua, dipanggil Om nggak mau!" ejek Safiya. Senyum pria itu perlahan memudar berganti tarikan napas pendek. Agak lama dia berpikir tanpa melepas sorot manik hitamnya. Nyaris membuat Safiya melengos jengah. "Dasar gadis kecil mendekatlah kemari," pria itu mulai memerintah dengan memutar posisi duduk kesamping kiri untuk menghindari dekat meja satpam yang membatasi mereka. Safiya menggelengan kepala. "Apa jangan-jangan kamu bersekongkol dengan penculik itu." Tuduh laki-laki tampan itu. Safiya begitu kesal ia berdiri mendekati laki-laki itu lalu menghentakkan kakiknya ke arah atas kaki pria itu membuat pria itu mengadus kesakitan. "Awwww sakit." "Syukurin. Ditolongin bukannya terima kasih malah bikin onar." Rara menggerang. Dia berlari ke arah sahabatnya. Rara menarik Safiya di hadapannya dengan menghadangkan tubuh laki-laki itu agar Safiya terhindar dari amukannya. Beruntung Rara berhasil menarik tubuh Safiya. Tarikan Rara cukup keras membuat tubuh Safiya terhuyung dan hampir terjengkang. Rok pendek seragam SMA makin naik ke atas Rara menutupi dengan tasnya. Memalukan sekali. "Maaf, Pak. Maafkan sahabat saya." Rara meminta maaf. Rasa tak enak hati memenuhi hatinya. "Rara." Tekan Safiya kesal. Laki-laki itu menjawab hanya dengan senyuman. Melirik Safiya yang di lindungi Rara di bakik punggungnya. "Apa-apaan sih, Ra?" tanya Safiya kesal. "Kamu buat ulah lagi?" "Astaga aku menolong putrinya, Ra." Jelas Safiya. "Oh iya." Rara menjawab pendek seraya tersenyum. Safiya tampak menggeram. Amarahnya tidak tersalurkan. Apalagi sesaat tubuh berada dibelakang tubuh Rara, terlihat pria itu tersenyum heboh. "Papa, Tante Fiya yang telah menolongku, aku tadi di culik sama laki-laki itu. Lihat tuh bibir Tante Safiya juga berdarah." Gadis kecil itu momohon pada papanya. "Tuh dengar, Rara. Kamu pikir aku kek cewek penjahat yang mau menculik apa?" kesal Safiya. "Habisnya kamu mirip juga tuh." Ledek Rara. "Hush mirip penjahat maksudnya?" "Wkwk." "Rara diam." Pekik Safiya. "Ya ini diam." Tak lama satpam memutar laptopnya, adegan Safiya menolong putrinya terekam di CCTV parkir mall. Pria tampan itu mendengus sebal. Diliriknya wanita yang tersenyum penuh kemenangan. "Silahkan dilihat, Pak. Mbak Fiya tak bersalah. Lain kali dijaga putrinya. Jangan menuduh sembarangan. Untung ada Mbak ini jika tidak putri Anda sudah di culik." Satpam itu mewakili menjawab. "Iya terimakasih, Pak." Pria itu mengangguk. Safiya tersenyum menang. "Bagaimana, Papa? Benar kan? Tante Fiya itu yang ...!" "Ya ya. Sebagai gantinya shoping. Sekarang kalian belanja aku yang akan bayar." Gadis kecil itu melonjak senang. "Papa keren." Safiya tersenyum kecut. Melajukan langkahnya dengan cepat mendekati pria itu. "Aku tak butuh." "Ayolah, Tante please." Pinta anak kecil itu membeliak seketika membuatnya tidak mampu berontak dan hanya bisa menyeka keringat dingin yang tiba-tiba saja menjalari pelipisnya. Selain mengikuti permintaan anak kecil itu. Setelah mendapatkan pengobatan di sudut bibir Safia, mereka langsung berburu barang gratis juga makan sepuasnya Safiya dan Rara pun pulang pamit pulang. *** Motor matic putih itu melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan kota menuju ke arah utara desa. Padatnya kota mulai berganti dengan pemandangan sawah berselang pemukiman penduduk. Kokohnya gunung tampak mengabur dalam pandangan Safiya. Safiya duduk dengan posisi kaku di belakang. Karena bawaan belanjaan juga makanan yang banyak sekali. "Aku menunggu lama dari tadi. Eh, kamu malah berantem." Jelas Rara. Safiya mengguman. "Untung kan kita dapat makan dan baju gratis." Rara hanya tertawa. "Fiya, kita beruntung hari ini, jadi dibeliin baju sama Om tampan itu." Rara merasa tak enak hati. Tapi juga senang. "Gayamu, Ra. Kamu enak ini bibirku sakit." "Hehe." Rara tidak membantah. Selesai mengantar Rara sahabatnya kini Safiya kembali pulang ke rumahnya. Ada Ayahnya yang duduk seraya mengupas singkong di halaman rumahnya. "Assalamu'alaikum, Ayah." Safiya mencium punggung tangan Ayahnya. Dan berusaha menyembunyikan bibirnya yang luka. "Wa'alaikumsam. Baru pulang?" "Hu um. Ini ayah aku bawakan makanan." "Tumben punya uang kamu?" "Ada sedikit sih." "Jangan bohong banyak sekali belanjaannya?" "Ya, Bu Nadia yang kasih bonus Ayah..." Safiya menjawab dengan berbohong. Safiya menarik napas. Baru kali ini ia melihat ada yang beda dari wajah Ayahnya. "Duduklah sini, Nak." Safiya mengikuti ayahnya duduk di samping ayahnya. "Ada yang ingin melamar kamu?" cetus sang Ayah di tengah keheningan. Safiya mendongak. Kaget. Lalu reflek tersenyum simpul. "Waduh, ngomong apa Ayah, bahkan Safiya baru saja mau lulus." "Ya. Ini serius." Safiya terlihat kaget "Enggak, Ayah. Bagaimana bisa?" "Bisa taaruf lewat jalur langit kan, Fiya." Safiya menunduk. Ia tahu jika Ayahnya tak pernah berbohong atau bercanda soal hal penting seperti ini.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.4K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.7K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.8K
bc

TERNODA

read
198.7K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
59.8K
bc

My Secret Little Wife

read
132.1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook