Hujan

1918 Kata
Bel pulang berbunyi nyaring, semua murid berhamburan keluar kelas termasuk Arana dan kedua temanya yang berjalan santai. "Na," panggil Gita membuat Arana menoleh kearahnya. "Apa?" "Kita main kerumah lo ya na, gue bosen dirumah," pinta Gita. Arana berdehem, "gabisa, rumah gue lagi sepi," ucap Arana. "Ya bagus lah, kita lebih bebas mainya," timpal Nesya dan diangguki Gita. "Em, rumah gue berantakan, lain kali aja ya, gue duluan," pamit Arana dan berlalu begitu saja dengan langkah terburu-buru. Gita dan Nesya hanya bisa menghela napas melihat kepergian Arana, selalu begitu, Arana tidak pernah mengizinkan mereka untuk main kerumahnya dengan seribu alasan. Apa yang lo sembunyiin dari kita sih na, batin Gita. Arana terus melangkahkan kakinya, ia menunggu bus di halte, ia tak pernah membawa kendaraan pribadi kesekolah baginya itu hanya akan merepotkan. Arana mendongak melihat langit mendung, gadis itu melirik jam yang melingkar manis ditangannya, sepertinya semua murid telah kembali kerumahnya, sepi, itu lah yang menemani Arana saat ini, kesepian dibawah langit mendung. Setetes demi setetes air turun membasahi bumi membuat Arana menarik kedua susut bibirnya, ingatan gadis itu kembali kebeberapa tahun yang lalu. Flashback on Arana kecil yang masi berumur 8 tahun sedari tadi duduk didepan pintu menghela napas berkali-kali. Ia selalu menantikan kepulangan papanya, tapi sepertinya hal yang ia lakukan akan berakhir sia-sia, jika pun papanya pulang, seperti biasa ia akan mengabaikanya dan kembali sibuk di ruangan pribadinya. Sudah beberapa kali pelayan meminta Arana untuk masuk kedalam rumah karena cuaca mendung dan tidak mau gadis itu kedinginan, namun Arana selalu menolaknya hingga setetes demi setetes air membasahi bumi. Ketika hujan semakin deras Arana mengembangkan senyumnya dan berlarian kebawah guyuran hujan membuat beberapa pelayan panik dan hendak menarik paksa gadis itu. Arana bertahan dengan sekuat tenaganya, "Arana gamau masuk, Arana suka hujan," teriak gadis itu. "Bibi tau kenapa Arana suka hujan? Karena hujan itu sama kayak air mata jatuh ketika kita sedih, sekarang bumi sama Arana lagi sedih jadi biarin Arana nangis bareng bumi," ucap gadis kecil itu dan setetes air matanya terjatuh bercampur dengan air hujan. "Tapi, kadang air mata juga jatuh ketika kita bahagia, tapi Arana gapernah ngerasain itu, apa bibi tau kapan Arana bahagia?" Tanya gadis itu. Pelayan itu membawa tubuh kecil Arana kedalam pelukannya, gadis itu terus menangis hingga pandanganya menjadi gelap dan ia jatuh pingsan. Flasback off. Arana tersenyum tipis ketika memori masa lalu kembali terputar. Lo gabutuh kebahagiaan Arana, batin gadis itu. Tiba-tiba seseorang menancapkan pisau dipunggung Arana membuat gadis itu meringis kesakitan, Arana dengan segera mencabut pisau yang tertancap dipunggungnnya dan darah segar pun mengalir membasahi seragam sekolahnya. Arana berdecak kesal dan membalikan tubuhnya menghadap orang berpakaian serba hitam yang barusan menyerangnya. "Hanya pengecut yang nyerang dari belakang," ucap Arana. Arana dengan segera menyerang orang itu dengan tangan kosong, namun orang itu tak tinggal diam, dan terjadilah perkelahian di halte sepi dibawah guyuran hujan. Bughh.. Bughh.. Bugh.. Arana menyerang lawanya bertubi-tubi membuatnya tersungkur tak berdaya, Arana tersenyum sinis dan berjongkok dihadapan orang itu. "Lo siapa? Dan apa yang lo mau?" Tanya Arana dengan aura menyeramkan yang keluar dari tubuhnya. Namun tiba-tiba orang itu mengeluarkan sebuah belati dan hendak menancapkannya di jantung Arana, namun gadis itu dengan segera mengelak, dan sosok berpakaian serba hitam itu tak menyiakan kesempatan untuk melarikan diri. Arana berdecak kesal dan mengepalkan tangannya, hujan terus membasahi tubuhnya membuat luka yang ada dipunggungnnya bertambah sakit. Gadis itu berdiri dan memejamkan matanya dibawah guyuran hujan dengan darah yang terus mengalir membuat seragam putihnya berubah warna menjadi merah, sakit yang menenangkan. Tiba-tiba sebuah klakson membuat gadis itu terlonjak kaget dan membuka matanya. "Mau ngapain lo?" Kesal Arana kepada sosok yang menunggangi motor ninja bewarna hitam. "Punggung lo berdarah," ucap cowok itu dengan raut datar yang tak pernah luntur dari wajahnya, setelah mengatakan itu Valdo kembali melajukan motornya meninggalkan Arana yang semakin kesal. "Lo pikir gue b**o gabisa ngerasain punggung gue luka," kesal Arana sembari melihat kepergian Valdo. Arana memutuskan untuk meminta orang suruhan papanya untuk menjemputnya, karena tidak memungkin kan untuk pulang dengan bus dalam keadaan seperti itu. Sesampainya dirumah Arana melangkahkan kakinya santai namun terhenti ketika Bara memanggil namanya. "Arana!" Arana menaikan satu alisnya, "ya?" Bara melemparkan sesuatu dan Arama dengan sigap menangkapnya, "mulai besok bawa mobil kesekolah," perintah Bara. "Tapi kan papa tau Arana gasuka bawa kendaraan, ini juga bukan mobil biasa pa, terlalu mewah buat Arana bawa kesekolah," ucap gadis itu. "Saya tidak terima bantahan, dan satu lagi, jauhi cowok itu, kamu tahu pasti siapa dia." "Papa mata-mata in Arana?" "Hm." "Tapi pa-" Bara segera bangkit, "saya mau istirahat, jika kamu membantah, kamu tahu pasti apa akibatnya Arana." Dan setelah itu Bara berlalu meninggalkan Arana yang mengepalkan tangannya menatap punggung Bara penuh kebencian. Arana melangkahkan kakinya menuju kamar, sesampainya dikamar gadis itu kembali menutup rapat kamarnya, ia menatap kosong kamar itu "Jangan sakiti kami!" "Dia tidak ada disini, dia melarikan diri." "Lepaskan kami!" "Jangan menyentuh anakku!" "Bunuh aku saja!!" "Arrrrghh!!" Kata-kata itu, teriakan itu, dan ringisan kesakitan itu kembali memasuki indra pendengaran Arana membuat gadis itu luruh kelantai dan menutup kedua telinganya, Arana terus menggelengkan kepala tak ingin mendengar suara itu, tapi suara itu semakin mengeras dan memekakkan telinganya. Wajah Arana berubah menjadi merah dengan air mata yang tak berhenti mengalir, Arana pun berteriak keras masi dengan menutup telinganya. Dilain tempat Valdo berjalan memasuki rumahnya dengan tatapan kosong hingga ia berpapasan dengan Vanya. "Do!" Panggil Vanya namun diabaikan Valdo. "VALDO! LO b***k YA!" Teriak Vanya membuat Valdo tersadar dan menoleh kearah gadis itu. "Lo kesambet apa?" Tanya Vanya. Valdo masi menatap lurus kearah Vanya, "menurut lo dia ngelakuin itu karena apa?" Tanya Valdo tiba-tiba. Vanya mengernyitkan dahinya, "dia siapa?" Valdo kembali tersadar dan menggelengkan kepalanya, "lupain aja," ucapnya dan kembali melangkah menuju kemarnnya. Vanya yang ditinggal pun menggedikkan bahunya acuh dan kembali memakan eskrim nya. *** Arana keluar dari mobil dan melepaskan kacamata hitam yang bertengger manis di hidung nya, Arana mengernyitkan dahinya ketika mendapat banyak pasang mata yang memperhatikannya. "Ada yang salah?" Tanya gadis itu kepada dirinya sendiri. Arana menggedikkan bahunya dan melangkahkan kakinya menuju kelas, namun semakin banyak pasang mata yang memperhatikannya, kali ini bahkan ada yang terang-terangan membicarakannya. "Gue denger Arana bawa mobil mewah ya, ck biasa mau pamer." "Iuh jijik banget gue sama dia, so cantik, so kaya, so berkuasa lagi." "Manusia kayak dia tuh harus musnah, ih semoga gue gaketemu lagi sama human kayak dia." "Uang dari orang tua aja bangga. "Palingan juga maksa orang tuanya buat beliin tuh mobil, gue tuh hafal banget sama manusia sejenis Arana." Arana terus berjalan berusaha mengebalkan telinganya, disepanjang koridor orang terus bergosip tentang nya, ini lah yang tidak Arana suka, sedikit saja hal kecil yang ia lakukan pasti langsung dicap buruk oleh orang lain. "Eh, tapi kemaren gue denger Arana gaizinin temanya sendiri buat main kerumahnya," gosip salah satu siswi. "Soal itu gue udah lama tau Arana emang gapernah izinin siapa pun buat main kerumahnya." "Kira-kira ada apa ya? Atau jangan-jangan dia miskin terus pura-pura kaya?" "Ya lo mikir lah, orang miskin dapat uang dari mana buat beli mobil semewah itu?" "Mungkin kah dari om-om?" sela seorang gadis yang suara nya sangat dikenali Arana, Arana yang tidak tahan menarik kerah gadis itu dan menghempaskannya ke tembok membuat beberapa gadis lainya terpekik karena kaget. "MAKSUD LO APA?" tanya Arana dengan nada tinggi membuatnya menjadi sorotan. "A-aku salah apa?" Tanya Melisa gugup membuat banyak mata menatapnya kasihan dan menatap Arana penuh kebencian. "Si Arana bener-bener ya, beraninya sama yang polos." "LO NANYA SALAH LO APA? LO PIKIR GUE GADENGER UCAPAN LO TADI!" bentak Arana menunjuk Melisa dengan jarinya. "E-emang a-aku bilang apa?" Arana berdecak kesal dan menarik rambut gadis yang ada di hadapannya, Arana mendekatkan wajahnya dengan telinga Melisa, "terus pura-pura polos sampai kepura polosan lo ngerusak hidup lo sendiri b***h!" Melisa yang hendak membalas jambakan Arana tak sengaja memegang luka yang ada dipunggung Arana membuat gadis itu meringis. "Arkkhh!" Pekik Arana karena luka nya yang seperti terbuka kembali dan dengan spontan Arana melepaskan jambakannya di rambut Melisa. "Arana! Kamu kenapa?" Panik Melisa dan berpura-pura baik membuat netizen semakin mengolok Arana. "Melisa! Ayo balik! Ngapain lo peduli sama manusia kayak dia, dia udah jahat sama lo mel," ucap Caramel sahabat Melisa. "Tap-" "Udah lah mel, dia itu cuma caper," kesal Caramel, gadis itu dengan segera menarik tangan Melisa yang tanpa diketahui orang tersenyum sinis. Arana yang masi kesakitan bertumpu kepada tembok menahan rasa sakit yang kembali menyerangnya, "NGAPAIN LO SEMUA MASI DISINI KALO CUMA MAU LIATIN GUA!" pekik Arana membuat seketika semuanya bubar tanpa ada yang berniat membantu gadis itu. "Na! Lo kenapa?" Panik Gita yang baru datang bersama Nesya yang segera menghampiri Arana. Arana menggelengkan kepalanya, "gapapa." Tak berapa lama Arana kembali menegakkan tubuhnya, masi sakit tapi ia berusaha menahannya tak mau membuat kedua sahabatnya khawatir. "Ayo ke kelas," ajak Arana dengan bibir yang memucat. "Lo beneran gapapa na?" Tanya Nesya memastikan. "Iya, ayo buruan sebelum guru masuk." Nesya dan Gita hanya menganggukkan kepalanya dan mengikuti Arana yang berjalan menuju kelas. *** Valdo dan keempat temannya berjalan menyusuri koridor dengan raut bingung karena semua orang yang sibuk bergosip sampai mengabaikan kehadiran mereka, jika biasanya mereka akan menatap kelima cowok itu kagum namun sekarang mereka seakan sibuk dengan dunia lainya dan tak melihat kehadiran kelima cowok itu. "Neng geuliss!" Goda Wanda kepada salah satu siswi membuat beberapa murid akhirnya menyadari kehadiran kelima cowok itu. "Ada apa si?" Tanya Andara kepada salah satu siswi. Anje yang berada disebelah Andara pun ikut menyahut, "iya ada apaan? Kok kayaknya heboh banget?" "I-itu tadi Arana bikin ulah lagi, dia ngelabrak Melisa yang jelas-jelas gaada salah apa pun," jawab salah satu siswi. "Iya, terus malah caper dengan pura-pura sakit," timpal gadis lainya. "Kalau boleh tau, awal masalahnya dari apa?" Tanya Zean buka suara. "Arana pamer mobil mewahnya terus digosipin satu sekolahan, karena kesal dia malah lampiasin ke Melisa." "Iya kasihan banget Melisa, Arana emang gaada hati," sambung teman gadis itu. "Bawa mobil gitu doang dibilang pamer, dasar warga +62," ucap Vanya yang kebetulan lewat, Vanya menatap kedua gadis itu dan tersenyum sinis lalu kembali melangkah kan kakinya. "Buset! Yang barusan beneran Vanya kan ya?!" Kaget Wanda. Sedangkan kedua gadis yang tadi sangat semangat untuk menceritakan keburukan Arana dengan segera menunduk malu, "yaudah kalo gitu kami ke kelas dulu," pamit salah satu gadis dan menarik tangan temanya untuk segera menghindar dari kelima cowok itu. "Tapi yang dibilang Vanya bener si, gitu doang dibilang pamer, gimana kalau gue bawa jet pribadi? Dibilang apaan tuh?" Sahut Anje. "Itu mah disebut kang halu," ucap Andara menepuk bahu Anje. Anje mendelik kesal, "awas aja lo, gue minta bapak Dinata buat beliin jet pribadi khusus buat gue," ucap Anje. Wanda ikut menepuk bahu Anje, "siap-siap nama lo di depak dari kartu keluarga." "Bentar lagi bel," ingat Valdo dan jalan terlebih dahulu menuju kelas dan dengan seger disusul keempat temanya. Sesampainya dikelas kelima cowok itu mendudukkan dirinya di kursi masing-masing, "A'a Valdo, nyontek tugas kimia dong," pinta Andara. Valdo merogoh tasnya dan melemparkan buku kimianya ke Andara, "lain kali otak lo dipake jangan dipajang doang," ucap Valdo terkesan kasar, tapi tenang keempat teman Valdo sudah terbiasa dengan kata-kata pedas yang keluar dari mulut Valdo sang irit bicara. "Geser lo nda, gue mau ikut nyontek," ucap Anje. "Gue juga ikutan," sahut Wanda. Zean yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya dan kembali sibuk dengan komik nya, lain hal dengan Valdo yang kembali menatap punggung seorang gadis yang duduk dibarisan depan lebih tepatnya dihadapan meja guru yang sibuk membaca buku pelajaran.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN