Bel pulang sudah berbunyi, semua siswa siswi berhamburan keluar kelas ingin cepat-cepat pulang ke rumah masing-masing. Ada yang nongkrong bersama di cafe atau bergosip di kelas dan ada juga yang mengikuti ekskul.
"aku duluan, Meika" pamit Siska.
"hati-hati" balas Meika sambil merapikan buku-bukunya untuk diletakkan dilaci barunya.
Saat ini kelas begitu sepi hanya ada Meika yang sedang menata bukunya didalam laci barunya. Dia menoleh kebangku yang ditempati oleh Jay, disana ia melihat tas Jay yang masih rapi tanpa disentuh oleh siapapun.
"kemana dia?" tanya Meika pada dirinya sendiri.
Tiba-tiba pintu kelas terbuka, mendengar itu Meika langsung menolehkan badannya kearah pintu dan benar saja Jay sedang berdiri disana dengan luka yang mulai mengering diwajah lelaki iu. Jay menghiraukan keberadaan Meika, ia berjalan masuk dan menuju bangkunya untuk mengambil tasnya. Setelah mendapatkan tasnya, ia langsung beranjak pergi dari sana sebelum suara itu menginterupsi langkahnya.
"tunggu.." kata Meika menghentikan langkah Jay.
"apa?" tanya Jay dingin.
"lukamu sudah hampir mengering dan itu perlu diob-
"tidak perlu aku bisa mengobatinya sendiri" ucapan Meika sipotong oleh Jay.
"tap-
dan lagi, belum sempat dia melanjutkannya Jay sudah pergi begitu saja meninggalkan Meika sendirian di depan pintu kelas.
Dengan berat hati Meika mulai beranjak pergi meninggalkan kelas dengan perasaan bersalah kepada Jay karena tidak membawanya ke UKS dan tidak memgobatinya juga saat itu. Mungkin Meika harus minta maaf pada Jay besok, eh tapi, kenapa tiba-tiba Meika berfikir untuk meminta maaf pada lelaki dingin itu *aneh* pikir Meika.
❇
Sampainya dia depan gerbang sekolah, Meika melihat mobil yang masih terparkir dihalaman sekolah. Meika mengedikkan bahu dan keluar dari sekolah dan menemukan mobilnya sudah terparkir didepan sekolah dengan sang supir yang berdiri diluar bersandar pada pntu mobil. Meika langusng menghampiri mobinya.
“silahkan nona” kata sang supir sambil membukakan pintu untuk Meika.
“terimakasih” kata Meika sebelum masuk mobilnya.
Setelah Meika masuk dan duduk dengan nyaman dijok belakang, sang supir masuk kejok depan dan mulai mengendarai mobilnya pulang ke rumah majikannya.
❇
Dikamar mandi sekolah. Setelah meninggalkan Meika sendirian didalam kelas, Jay menuju kamar mandi untuk menetralkan rasa sakit diwajahnya menggunakan kapas yang dia ambil di UKS dengan air wastafel. Saat sedang asyik mengobati lukanya, Jay melihat pantulan tubuh Sandi yang dihasilkan oleh kaca wastafel. Sandi berdiri dibelakang Jay dengan wajah yang sudah agak membaik.
"mau apa kau?" tanya Jay to the point dan dingin seperti biasanya.
"aku hanya minta kau jauhi Meika" pinta Sandi.
"apa? Hahaha menjauhi gadis itu!.." kata Jay sambil tertawa "..kalau aku tidak mau bagaimana?" tambahnya dengan wajah yang mulai serius.
"bagaimana kalau kita taruhan?" tawar Sandi.
Jay hanya menyernyitkan alisnya tanda dia tidak paham dengan apa yang diucapkan Sandi saat ini.
"kita taruhan mendapatkan Meika, siapa yang bisa membuat Meika jatuh cinta dengan salah satu dari kita dia yang menang" jelas Sandi.
"apa untungnya?" tanya Jay.
"yang kalah harus mau menjadi b***k selama berada di sekolah sampai kita lulus, bagaimana?" jelas dan tanya Sandi
Jay hanya diam dan berfikir sebelum akhirnya dia-
"call" jawabnya tanpa ragu.
"kalau begitu kita mulai tahurahan ini besok" kata Sandi sambil berlalu dari hadapan Jay.
"kita lihat saja siapa yang menang" kata Jay dengan semirk diwajahnya.
❇
Meika yanga baru saja sampai di rumahnya berjalan lesu menuju kamarnya dilantai dua. Setibanya di kamar ia langsung merebahkan dirinya dikasur berharap semua yang terjadi selama di sekolah tadi bisa hilang begitu saja dari otaknya terutama lelaki yang bernama Jay itu. Meika sangat penasaran dengan Jay, tapi dia juga merasa jengkel dengan lelaki itu, dia jadi ingat saat diatap sekolah tadi.
"aaaaaaaa dasar lelaki dingin sialan!" teriak Meika sambil mengacak rambutnya dan menendang-nendangkan kakinya keudara, merasa jengkel sendiri. Sedangkan pelayan yang lewat didepan kamarnya merasa khawatir dengan keadaan nona mudanya.
"NONA, APAKAH ANDA BAIK-BAIK SAJA?" tanya sang pelayan dengan berteriak.
"YA, AKU BAIK-BAIK SAJA BI" balas Meika dari dalam kamar dengan berteriak juga.
Mendengar jawaban sang nona, pelayan tadi merasa lega dan mulai melanjutkan pekerjaannya kembali. Sedangkan Meika menenggelamkan wajahnya didalam bantal favorite-nya, merasa malu sudah didengar oleh pelayan yang ada di rumahnya ini saat ia meneriaki si-lelaki dingin Jay itu. Tapi, Meika merasa aneh kenapa dia hanya memikirkan Jay sedangkan Sandi, dia tidak memikirkannya sam sekali padahal yang menolongnya adalah Sandi. Ah entahlah memikirkan itu hanya akan membuat Meika sakit kepala lebih baik dia bergegas tidur siang saja agar sesuatu yang terjadi hari ini lenyap dari otaknya.
❇
Sandi pov
Aku sedang berjalan pulang menuju rumahku dengan motoryang biasa aku kendarai ke sekolah. Meskipun kalian tahu jika anak SMA dilarang mengendarai motor, tapi aku tetap ngotot naik motor ke sekolah dengan berjanji pada orang tuaku jika aku akan hati-hati mengendarai motor kesayanganku ini. Tak lama aku mengendarai motorku, aku sudah sampai di rumahku yang bisa dibilang tidak kecil ini. Aku memarkirkan motorku di garasi dan aku langsung masuk kedalam rumah lewat pintu garasi. Aku melihat sekeliling rumah yang sepi dan aku langsung berjalan kelantai dua dimana kamarku berada. Sampai di kamar aku langsung merebahkan tubuh lelahku diatas kasur besarku. Aku memandang langit-langit kamar sambil membayangkan wajah Meika yang mengobatiku tadi. Sungguh jika dilihat dari dekat wajahnya cantik dan manis membuatku tidak bisa mengalihkan tatapanku dari wajahnya. Tapi, saat aku membayangkan Meika tiba-tiba aku terngiang dengan taruhanku bersama Jay tadi.
"aaaaarrggghhhh kenapa aku begitu bodoh mengajak orang itu taruhan, sial!" monologku sambl menjambaki ranbutku frustasi "…tapi, tidak apalah aku pasti bisa mendapatkan Meika nanti" monologku lagi dengan tersenyumku yang penuh arti.
Sandi pov end
❇
Jay sudah sampai di rumahnya dan sudah berbaring nyaman diranjang kamarnya sambil memikirkan tentang pembicaraannya dengan Sandi saat ditoilet tadi. Kenapa dengan bodohnya ia begitu enteng menerima taruhan dari Sandi. kenapa dia tidak menolak taruhan itu saja, tapi jika ia menolak bisa-bisa Sandi mengatainya pengecut dan ia tak mau direndahkan oleh lelaki itu.
"AARRRGGHH APA YANG HARUS AKU LAKUKAN!" teriaknya sambil mengacak surai hitamnya.
Tak disangka seorang pelayan yang sedang lewat didepan kamarnya mendengarkan teriakannya itu.
"TUAN MUDA APA ANDA BAIK-BAIK SAJA?" tanya pelayan itu dengan berteriak.
Jay yang mendengar teriakan dari luar kamarnya merasa malu. Dia kira tidak ada siapapun dilantai dua, tapi ternyata ada yang mendengar teriakannya itu, dengan cepat ia menjawab.
"TIDAK APA-APA KOK!" setelah mendengar jawaban dari sang tuan muda, pelayan itupun pergi meninggalkan kamar sang majikan dengan merasa sedikit aneh, tapi dia mengabaikan rasa aneh itu dan melanjutkan pekerjaannya. Saat dirasa sudah tidak ada suara lagi, Jay pergi keluar kamar untuk pergi menemui teman-temannya ditempat biasa mereka berkumpul. Saat ia baru menginjakkan kakinya diruang tamu tiba-tiba pintu rumahnya terbuka menampilkan seorang lelaki jakung bersama seorang wanita yang mungkin usianya masih duapuluh-an yang berdiri disamping lelaki jakung itu sambil menyandarkan kepalanya kebahu sang lelaki. Melihat hal itu, membuat Jay naik darah dengan cepat ia melangkahkan kakinya meninggalkan kedua orang yang berbeda gander itu dengan tatapan sinis.
Flat Eric. Lima namja sedang duduk disofa depan tv dan memakan camilan yang sudah disediakan sang pemilik flat, ya disinilah Jay pergi-flat Eric yang sederhana dan tidak ada siapapun disana kecuali mereka berlima (Jay, Reza, Eric, Jacop dan Dimas). Eric memang tinggal sendirian didalam sebuah flat sederhana sehingga tidak ada yang menegur mereka saat mereka sedang bertengkar atau berisik karena sebuah permainan atau rebutan soal camilan atau hal lainnya. Berbeda dengan Jacop, Jay dan Reza yang tinggal di rumah besar dan mewah bisa di bilang mereka berkelimangan harta, tapi itu berlaku untuk ketiga lelaki itu dan bukan untuk Dimas yang sama seperti Eric, tapi bedanya ia masih memiliki orang tua yang merawatnya. Begitupun dengan Jay, meskipun ia berkelimang harta, tapi hal itu tak berpengaruh baginya. Ia tidak pernah mengeluarkan uang yang diberi oleh ayahnya kerekening yang ia punya. Itu terjadi semenjak ibunya meninggal dan ayahnya yang bermain wanita, dia hidup sendiri di rumah mewahnya dan tidak pernah menganggap ayahnya ada bahkan saat sarapan dan makan malam bersamapun Jay menolak ajakan itu, dia lebih memilih sarapan dikantin sekolah dan makan malam diluar bersama teman-temannya. Karena Jay tidak suka ada wanita lain yang menggantikan posisi ibunya didalam kehidupan keluarganya, sebab itulah dia membenci ayahnya karena dengan mudah orang tua itu mencari pengganti ibunya.
Kembali ke flat Eric. Dimas sedang memainkan video games menoleh kearah Jay dan berkata.
"kak, kenapa wajahmu seperti itu? Aku jadi takut" ucapnya.
"diam kau kecil!" jawabnya acuh.
"apa kau sedang ada masalah?" tanya Eric akhirnya.
"Sandi tadi mengajakku taruhan" jawab Jay malas.
"APA? TARUHAN?" kejut keempat sahabatnya dengan tidak percaya.
"ya taruhan, siapa yang mendapatkan Meika.....dia yang menang"
"lalu yang kalah?" tanya Dimas penasaran.
"yang kalah harus menuruti semua perintah yang menang"
"lalu kau menerimanya?" tanya Reza yang dibalas anggukan dari Jay sebagai jawabannya.
"wow Jay.....aku yakin kau akan menang" semangat Jacop kepada Jay.
Tak lama Jacop mengucapkan itu bel flat Eric berbunyi dan segera saja pemilik flat membuka pintunya. Dan betapa terkejutnya yang datang adalah Rika.
"kakak" kaget Eric.
"hai adikku, apa kabarmu?" tanya wanita itu ceria sambil masuk kedalam flat tersebut tanpa disuruh oleh pemilik flat.
"aku baik, kenapa kakak kemari?" tanyanya setelah menutup pintu dan mengikuti kakaknya masuk.
"wah sedang ada tamu rupanya, halo namaku Erika..sala kenal semuanya" kata Rika mengabaikan pertanyaan Eric tadi.
"halo" balas ketiga orang disana kecuali Jay.
"aku Dimas dan ini Jay...itu Reza dan sebelahnya Jacop" ucap Dimas memperkenalkan teman-temannya pada Rika.
"senang bertemu kalian berdua" ucapnya lagi dengan senyum yang merekah diwajahnya.
Eric yang diabaikan akhirnya berkata.
"kakak tidak menjawab pertanyaanku tadi!" sungutnya.
"baiklah-baiklah maafkan aku Eric....aku pindah kemari" cerianya.
"APA!-
"ya aku pindah kemari dan aku sekolah ditempatmu sekolah, paman dan bibi menyuruhku pindah kemari untuk mengawasimu" potong Rika dengan senyum merekah diwajahnya.
"tapi, mereka tidak memberitahuku soal ini" protes Eric.
"ponselmu tidak bisa dihubungi kemarin jadi aku langsung disuruh kemari oleh bibi" jawab Rika "....ya sudah ya kalian bersenang-senanglah aku mau istirahat dulu" lanjutnya sambil berjalan memasuki kamar yang tidak dipakai oleh Eric.
Flat Eric memang kecil, tapi di flat itu terdapat dua kamar, satu kamar mandi, disebelah kamar mandi ada dapur mini dan satu ruang tamu yang sekarang diisi oleh keempat lelaki yang memandang Rika dengan tatapan yang berbeda.
"kau tidak cerita pernah cerita tentang kakakmu itu, Ric?" tanya Dimas.
"dia bukan kakak kandungku, tapi dia anak bibiku, kakaknya ibuku" jawab Dimas.
"Ooo pantas muka kalian berbeda" kata Reza.
Mereka berempat kembali menikmati acara mereka yang tertunda dan Jay tidak ikut bermain dengan keempat temannya karena saat ini, ia sedang memikirkan sesuatu yang sejak tadi mengganggu otaknya dan membuatnya harus memikirkan hal tersebut. Jay tidak tahu kenapa harus memikirkan hal itu.
Tbc....