C H A P T E R VIII

2510 Kata
Olive Pov Kami berangkat memulai pertualangan kami, sepanjang perjalanan aku sibuk dengan kebiasaanku menikmati keanekaragaman ciptaan Tuhan yang begitu indah, terkadang aku tak mendengar apa yang diucapkan Jeffry sebab terlalu asik memperhatikan pemandangan di kiri dan kanan jalan hingga tak jarang Jeffry menepuk lututku yang membuatku terkejut hanya untuk  memintaku mendengarkan atau menjawab apa yang dia ucapkan, namun setelahnya aku kembali asik menatap alam yang membutku terkagum-kagum kami tiba di candi pertama yakni Candi Prambanan, kami hanya masuk beberapa saat berjalan naik turun di sekitar candi. Setelah dirasa cukup kamipun melanjutkan perjalanan ke candi mendut, candi ini tidak secantik candi Prambanan namun tetap sangat eksotis aku kagum dengan pemahat yang sangat hebat membuat karya-karya bersejarah ini yang bisa tersohor ke manca negara bahkan dunia internasional Berikutnya Jeffry memberi aku pilihan, Live mau ke Borobudur atau ke Kali Urang Puncak Gunung Merapi? aku tidak langsung menjawabnya, sejenak aku berpikir menit kemudian aku menjawab  “bailah kita ke Kali Urang aja, aku sudah pernah ke Borobudur dulu ketika semester dua dengan teman-teman gereja” jawabku menjelaskan. “jadi sekarang kita ke Kali Urang?” tanyanya lagi memastikan. Aku menganggukan kepala pasti... baiklah kita kesana ujarnya lagi, “Lagian Borobudur kalau siang begini panasnya luar biasa” ucapku menambahkan. “Benar, jika mau kesana harus pagi-pagi sekali supaya ketika kita masuk ke candi belum panas” sahut Jeffry menimpali. Kami beranjak menuju parkiran dan menit berikutnya kami mulai bergerak menyusuri jalan menuju ke puncak Gunung Merapi. Perjalanan ke Kali Urang benar-benar mengasikkan... tanpa mempedulikan apa saja yang diucapkan Jeffry aku semakin terpesona menyaksikan deretan pohon pinus yang tertata rapi membuat udara disekitarnya semakin sejuk... tidak banyak rumah penduduk yang kami temui di perjalanan ini, namun ketika kami memasuki daerah puncak merapi mulai terlihat deretan rumah-rumah penduduk dan villa yang tertata rapi...”Sungguh indah” bisikku pelan, “Iya memang sangat indah, kamu suka khan?", tanya Jeffry... “Eemmm... kamu dengar ya?” tanyaku sebab tak menyangka Jeffry mendengarkan ucapanku yang sangat pelan. “ Iya aku dengar Liv... mulutmu khan dekat telingaku” sahutnya yang disusul tawa menggoda. Aku tersipu malu tak berani menatapnya, ternyata Jeffry dari tadi mengupingku  aku membatin. Aku kemudian memberi jarak tubuhku yang ternyata sedari tadi menempel indah pada punggung Jeffry. Aku sungguh tak sadar sebab Jeffry selalu menarik tanganku jika dia rasa aku duduk terlalu jauh darinya itulah jadinya hingga tubuh kami sering tak berjarak tanpa disadari. mungkin juga ini sengaja dilakukannya aku tak mengerti yang jelas aku tidak nyaman. hingga aku selalu berusaha memberi jarak. Namun lagi-lagi Jeffry kemudian menarik tangan kiri ku lalu menyatukan jari-jari kami sangat erat, aku terkejut dan menarik-narik tanganku, “Uda tenang aja Liv...kamu duduknya terlalu jauh, motornya jadi oleng tau”  Ucapnya setengan berbisik aku diam dan berusaha tenang... aku alihkan pandanganku kembali menatap indahnya alam... aku membiarkan tanganku digenggamannya aku tak ingin berdebat lagi dengan hal ini takut terjadi hal-hal yang tak diinginkan jika debat di atas motor seperti ini.  Tidak berapa lama kami tiba di sebuah taman yang tak begitu luas, aku memperhatikan sekeliling taman ini. Jeffry segera menghentikan motornya di parkiran, aku segera turun dan berdiri meluruskan kakiku yang terasa pegal akibat ditekuk saat di atas motor, setelah memarkirkan motor Jeffry segera menghamprikuyang masih berusaha menghilangkan rasa pegal pada kaki ku. kemudian dia menuntunku kearah bangku-bangku panjang yang disediakan di dalam taman, “kita duduk disana yuk” ujarnya sambil merangkul bahuku... aku segera mengikutinya meskipun kakiku belum begitu nyaman, kami mendudukan diri kami di bangku, kami duduk bersisian sambil menatap jauh ke depan, tepat di depan tempat duduk kami terdapat lembah yang sangat curam, aku berdiri ingin memastikan ada apa di lembah tersebut namun ketika makin kepinggir jurang aku mundur beberapa langkah ketika melihat betapa dalamnya jurang yang ada di depanku, aku tak berani berlama-lama memandang ke bawah membuatn aku refleks mundur menjauhi jurang itu alhasil tubuhku kehilangan keseimbangan. Untung saja Jeffry segera menahan tubuhku yang oleng sebab gerakanku yang tak diduganya, “ Liv... kamu kenapa? Kok mundur? Hampir saja kamu jatuh lho, gimana jika aku tadi tak menyusulmu? Hati-hati Liv... bisiknya tepat di telingaku”. Aku hanya diam kaku sebab saat ini tubuhku berada dalam pelukannya... aku baru menyadari jika tangan Jeffry yang kekar sudah melingkar di perutku sedari tadi. Aku menarik nafas antara lega dan bimbang, aku lega tidak terjatuh, aku bimbang sebab Jeffry tidak segera melepaskan tangannya dari perutku. Aku memalingkan muka ku ke arah Jeffry seraya berkata” Jeff boleh ga lepasin tangannya?” Jeffry malah tersenyum lembut  sambil menatapku intens tanpa menjawab sedikitpun aku malu ditatap seperti itu mukaku terasa panas seketika itu menandakan muka ku bersemu merah, dengan perlahan dia melepaskan tangannya namun masih tetap menatapku "mukamu merah merona Liv... kamu tidak perlu malu pada ku", bisiknya lembut . Aku masih diam berusaha menghindari tatapannya. Tiba-tiba saja dia berkata “ Live sini yuk ” dia berjalan sambil menarik tanganku agar aku mengikutinya...” Lihat deh itu...” aku melihat kearah yang ditunjuknya, “wow... apa yang mereka lakukan di bawah sana? Bagaimana mereka bisa masuk kesana dengan Truk seperti itu?”. Ujarku dengan jari telunjuk yang tetap menunjuk kearah bawah lembah, “ mereka itu penambang pasir Liv, coba perhatikan supaya kamu bisa tahu dari mana mereka masuk dan keluar lembah itu, “Oke”  Jawabku bersemangat.  " ingat ya jangan terlalu dekat ke tepian jurang nanti kamu ketakutan lagi" ucapnya mengingatkan ku. " baiklah aku pasti berhati-hati", jawabku lembut. Lama kami berdua berdiri di pinggir jurang, kami memperhatikan kegiatan para penambang pasir itu dengan teliti... tiba-tiba aku melihat sebuah truk yang mulai bergerak mengarahkan bagian kepalanya menuju kebagian pinggir daerah galian mereka.." Jeff lihat deh... itu truknya mulai bergerak menjauh" ucapku tanpa menoleh ke arah Jeffry. "Iya aku juga lihat Liv" sahutnya. Truk terus bergerak ke arah hilir kira-kira lima puluh meter, kemudia truk tersebut berbelok ke kanan dan menghilang dibalik gundukan tanah yang cukup tinggi, namun sesaat berikutnya muncul kembali truk semakin menjauh meninggalkan tempat penambangan. “Gimana, uda tau khan sekarang gimana cara mereka masuk dan keluar kesana?”.  Suara Jeffry sukses membuatku tersadar dan memalingkan wajahku kearahnya tanpa sadar aku tersenyum puas sambil mengangguk tanda setuju dengan ucapan Jeffry. Liv...jangan lupa minum ya, kamu dari tadi belum minum lho... ujarnya mengingatkan ku, “Oke aku minum sekarang”, sahutku seraya berjalan menuju ransel ku yang ku letakkan pada bangku yang tadi kami duduki Jeffry mengikutiku dari belakang, seraya berujar... aku juga liv... aku yang sedang menuang air ke mulutku segera melirik kearahnya, lalu secepatnya menurunkan botol minumku, aku menatapnya dan kembali memandang botol minumku, “kamu bawa air minum ga?” tanyaku sambil menatapnya... “Aku ga bawa Liv... bagi ya” sahutnya memohon...sambil menatapku inten aku membelalakan mataku dalam hati aku berkata ini airnya hampir habis dan aku masih haus namun tidak ku ucapkan taku Jeffry ga senang, namun selain airnya hampir habis, aku tak percaya kami akan minum dari botol yang sama. saat aku berpikir Jeffry sudah berdiri di hadapan ku lalu meraih botol yang ada di tanganku, aku masih terbengong-bengong tapi dia tak peduli, “ Uda jangan banyak berfikir Liv, bagi ya...ucapnya singkat, sesaat kemudian langsung menuang air tersebut ke mulutnya. Aku hanya memperhatikan kegiatan Jeffry yang diluar pikiranku. “eh...jangan dihabiskan Jeff, aku masih haus...” teriakku sebab aku melihat dia meminum semuanya. Jeffry segera menurunkan botol dari mulutnya dan menyerahkannya kembali padaku, “Sorry Liv,  telat kamu bilangnya... ntar aja ya kita beli di sana ada warung jelasnya. Sambil menatapku dengan tatapan yang sulit ku artikan. Saat berikutnya tubuhku sudah berada dalam pelukannya, “Liv...aku kangen kamu...maafin aku ya... aku benar-benar ga bermaksud  bikin kamu kecewa”, bisiknya lembut. Aku yang sangat terkejut segera berusaha melepaskan diriku... “Jeff apa-apaan sih kamu?...ini khan alam terbuka gimana jika ada yang melihat?” ucapku cepat. “ Biarin aja...aku kangen kamu dan itu bukan urusan mereka” jawabnya tak peduli. “uda Jeff lepas”... ucapku memohon, “ baik tapi setelah kamu janji” ucapnya lagi. “Janji?” untuk apa Jeff?” tanyaku tak percaya. “Janji bahwa kamu tak akan mengabaikan telpon dariku lagi”. Heemmm... “Selalu saja kamu punya cara licik ya padaku”, sahutku kesal. Aku ga mau janji ini dan itu, sekarang lepasin aku Jeff”. Ucapku memohon. “Ga liv... kamu harus janji dulu, kamu membuatku tersiksa Liv...aku sangat sayang kamu... kamu ngerti ga sih...”, jawabnya dengan suara parau serta memohon. Mendengar suaranya itu akusungguh tak sanggup, aku tak mau membuat orang sedih, tapi aku juga tak mau berjanji aku bingung dan berpikir kera bagaimana cara melepaskan diriku akhirnya...aku menarik nafas berat ... kemudian perlahan menghembuskannya, “ Oke baiklah kita sama-sama berjanji jika itu mau mu, kamu juga harus janji tidak mengulangi hal seperti itu lagi”, jelasku singkat. “ Oke...aku setuju Liv... makasih ya... kamu baik banget” Ucapnya girang. Saat berikut bibir lembut miliknya sudah menempel di keningku, membuatku terkejut namun belum lagi habis terkejutku dia menarik tanganku setengah berlari seraya berkata. “Liv kita main ayunan yuk...” tanganku yang sudah ditariknya dari tadi membuat aku refleks mengikuti langkah kakinya. “Sekarang kamu duduk deh, aku yang dorong” ucapnya tersenyum senang. Aku segera duduk di ayunan mengikuti petunjuknya “Jeff jangan kuat-kuat ya dorongnya... aku takut jatuh” ucapku sebelum dia mulai mendorong ayunan. “oke... tenang aja aku pastikan kamu ga akan jatuh” sahutnya masih dengan tersenyum lembut padaku. Jeffry mendorong ayunan lagi dan lagi yang makin lama makin kuat, aku yang merasa cemas berteriak tak henti meminta supaya Jeffry mengurangi kecepatan dorongannya. Namun Jeffry masih mengayun dengan kuat. Aku benar-benar cemas aku berteriak makin jadi dan mulai terisak... melihatku mulai menagis Jeffry segera menahan tali ayunan dan segera memelukku menenangkanku... aku sangat marah...aku mendorongnya kuat-kuat hingga Jeffry jatuh terduduk ke tanah. Aku yang cemas semakin cemas melihatnya Jatuh, tanpa berpikir panjang aku segera turun berniat membantunya namun  tubuhku kehilangan keseimbangan hingga menubruk tubuhnya. Jeffry memekik tertahan menahan sakit tertimpa  tubuhku. Akupun tak kalah sakitnya namun aku tak bisa berteriak aku sangat cemas dan gugup mendapati kenyataan sekarang ini tubuhku mendarat di atas paha Jeffry. Ketika menyadari aku di atas tubuhnya Jeffry tertawa cekakakan... membuatku bingung dan malu... aku menatapnya tak percaya. Jeffry berusaha bangun namun jatuh lagi, aku segera menggeser tubuhku ke samping untuk membebaskan tubuh Jeffry namun Jeffry menahanku seraya berkata” Uda sini aja ga perlu turun” ucapnya lembut diikuti dengan senyuman yang sangat manis , “ta..tapi kamu khan mau bangun” jawabku gugup. “Aku bisa bangun Liv Lihat aja”, seketika Jeffry memegang tanganku lalu dia mengangkat tubuhnya perlahan untuk bangun dan duduk. Aku sangat malu...malu mendapati diriku yang kini duduk di pahanya... “makanya klo dipeluk jangan berontak, gini khan jadinya... malah datang sendiri” ejek jeffry padaku... aku menundukkan kepalaku makin malu tak mampu menjawab apa-apa selain menunduk malu. " muka mu merona lagi Liv... aku suka saat melihatmu seperti ini" ucapnya lembut. Detik berikutnya tangan kekar Jeffry sudah kembali membawaku ke dalam dekapannya, kali ini tidak erat namun terasa tulus dan hangat. “Live kita pulang ya... uda sore... Kamu khan ada acara gereja” bisiknya yang masih tetap mendekapku, “ I...iya...” sahutku gugup. “Oke yuk berdiri...kotor pakaian kita kena tanah, ucapnya sambil tersenyum menatapku inten lalu mengecup kembali keningku, akupun tersenyum menatapnya dan membalas pelukannya hangat, Kali ini Jeffry yang bingung, “kirain kamu ga mau meluk aku liv...” ucapnya menggodaku, aku hanya tersenyum menanggapi ucapannya itu. Kami segera berjalan merapikan perlengkapan kami yang ada di bangku, lalu segera menuju area parkiran. Jeffry menyalakan mesin motor, aku pun segera mendudukkan diriku di belakang Jeffry. Kami mulai bergerak meninggalkan area parkiran, Jeffry menarik tanganku dan kembali menyatukan jari-jari kami aku pun membiarkan dia memegang tanganku aku mulai merasa nyaman bersamanya. ”Liv... kita makan dulu ya... “, ucapnya memecah keheningan sebab dari tadi kami berdua hanya diam menikmati kebersamaan kami dalam perjalanan ini. “tapi ntar klo uda masuk Yogya aja ya...", ucapnya lagi. Kita makan bakso, soto atau nasi...eeem...kamu ga punya alternatif?”  tanyanya kemudian... "ga ada paling-paling sate padang" sahutku datar. Kami berdua memang tak pernah ingin nongkrong di tempat makan yang aneh-aneh, kami lebih suka masakan kuliner khas Indonesia... dan kami berdua sama-sama penggemar berat sayur dan buah. Jadi kamu suka sate padang ya?, tanyanya pula, “iya aku suka... harumnya benar-benar menggugah seleraku” jawabku singkat. “Oke kita akan cari dimana adanya.. atau kamu tau dimana yang enak?”, ujarnya lagi. "Ada sih tapi uda dekat kos ku... ada di deretan bioskop Permata” sahutku pasti. baiklah kita makan disana ya" ucapnya memastikan. "Oke" sahut ku singkat. Saat ini kami mulai masuk kota Yogyakarta suasana mulai terang benderang di sepanjang jalan berjejer lampu jalan menghiasi kota ini pada waktu malam, kendaraan yang berlalu lalang mulai sepi, tak ada lagi kendaraan umum setelah pukul dua puluh satu. Kota ini sungguh tertib, kendaraan roda dua juga tidak diperbolehkan kebut-kebutan dijalanan meskipun jalan lengang. Inilah beberapa hal yang ku suka dari Yogya... apa lagi masyarakatnya yang bersahaja... kota yang nyaman dan damai... membuatku makin betah disini... tidak salah aku memilih untuk kuliah disini. Tiba-tiba Jeffry menepikan motornya aku segera memandang berkeliling, benar saja kami berhenti tepat di sebuah warung sate padang yang tadi ku sebutkan... harum bumbu khasnya mulai membangkitkan hasratku ingin segera menyantapnya... kami segera masuk setelah memarkir motor di trotoar yang kosong... lalu Jeffry segera memesan dua porsi sate plus lontongnya... tak sabar rasanya menunggu pesanan kami, makin lapar perutku menghirup aroma harum danging sate yang dibakar. Setelah menunggu sepuluh menit sate pesanan kami tiba beserta satu botol air mineral dan satu gelas es teh manis Jeffry sangat tahu jika dia tak perlu repot pesan minuman buatku sebab aku pasti memilih air mineral, aku tak bisa dan tak terbiasa minum minuman lain saat makan. Kami berdoa bersama sebelum  menikmati hidangan kami setelahnya kami langsung manikmat sate kami hingga tuntas satenya benar-benar enak... di warung ini pelangganya sangat banyak sebab tidak hanya sate padang yang tersedia disini semua jenis sate ada disini membuat para pelanggan dapat menyesuaikan dengan selera masing-masing. “Liv... ini malam tahun baru apa kamu yakin mau pulang? Kamu ga ingin merayaknnya bersama aku?” tanya Jeffry tiba-tiba, “Aku mau ke gereja Jeff, mbak Monic pasti sudah berangkat” ucapku lirih. “Berarti kamu telat dong Liv... “ ucapnya mengingatkan. “Iya ya... kenapa aku bisa lupa dia pasti marah padaku, ya uda kita buruan yuk, antar aku pulang lalu aku mandi dan salin trus kamu antar aku ke gereja ya” ucapku memohon padanya." Live ini uda hampir pukul dua puluh, jika kamu pulang dulu dan mandi kamu bisa-bisa tiba disana pukul dua puluh satu”, Ucapnya mengingatkan ku. “Trus gimana dong...” ucapku bingung. "Dari pada kamu bingung sekarang aku antar kamu pulang, lalu kamu mandi dan kita jalan lagi merayakan tahun baru berdua, gimana?”, ucapnya bersemangat . Aku ragu untuk mengiyakan ajakan Jeffry...”Apa kamu mau malam ini sendirian di kos mu aku juga sendirian di kosku?”, ucapnya lagi menambahkan. “Heeemmm ... iya juga ya...kamu benar... ya uda sekarang kita ke kos ku dulu, aku mau membersihkan diriku”, ucapku  setelah menyadari akan sangat menyedihkan malam tahun baru sendirian. “Oke yuk”, sahut Jeffry mantap.  Setelah membayar pesanan kami, kami segera meluncur ke kos ku, benar saja mbak Monic uda berangkat sendiri ke gereja, aku masuk ke kamar ku dan segera mengambil perlengkapan mandi aku melangkah ke kamar mandi, sementara Jeffry menungguku di ruang tamu, kos benar-benar sepi, tak ada satu pun temanku yang ada, hanya tante Wati yang selalu setia menjaga rumah ini. Aku tidak mandi sebab tak ada air hangat, aku hanya membersihkan bagian tubuhku yang kotor dan menyikat gigi, aku kembali ke kamar ku dan langsung berdandan untuk berangkat lagi. Setelah semua rapi aku segera keluar lalu berpamitan pada tante Wati, menit berikutnya kami sudah bergerak meninggalkan kos ku lagi.    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN