Kami pun masuk. Kiku menyuruhku duduk di kokpit, sedangkan ia duduk di jok penumpang. Karena di Centauri, hanya ada dua bangku saja.
Dari belakang, Kiku membimbingku. Aku mendengarkannya dengan teliti.
"Karena kamu mengendarainya, tidak menggunakan sihir. Kita akan menggunakan mode manual." Kiku mengubah fungsi sistem kendali menjadi manual dengan sihir. "Tetap menggunakan reaktor Manna, kamu bisa mengendarai Centauri selama ada aku yang menjadi co-pilot-mu. Kamu mengerti, Zian?"
"Aku mengerti," aku mengangguk lagi.
"Baiklah. Pertama, pakai pakaian pelindungmu!"
Dengan menggunakan sihir lagi, kami memakai pakaian pelindung khusus pilot robot tempur. Setelah semua perlengkapan terpasang, Kiku melanjutkan perkataannya.
"Pakai sabuk pengaman."
Kami memakai sabuk pengaman. Kiku bersuara lewat headset bluetooth yang bersatu di helmet.
"Pegang dua tuas kendali itu secara perlahan-lahan. Tarik mundur berarti ke atas, menarik maju berarti ke bawah. Menarik kanan-kiri, berarti ke kanan-kiri. Fungsi lainnya seperti menembakkan home missile, mengeluarkan tombak laser, kecepatan, dan teleport, itu termasuk tugasku sebagai co-pilot. Oke?"
"Oke."
"Kita mulai sekarang!"
"Siap!"
Aku mengangguk untuk ketiga kali. Aku menjalankan apa yang sudah diterangkan Kiku padaku. Layar virtual digital muncul ketika aku memegang dua tuas pengendali. Pemandangan hologram layaknya di luar sana, bisa kulihat dengan jelas.
Perlahan-lahan, kutarik mundur tuas kendali untuk menggerakkan Centauri terbang ke atas -- kenyataannya Centauri tidak bergerak. Ini adalah latihan simulator agar aku terbiasa mengendarai robot tempur yang sesungguhnya. Awalnya sangat sulit, tuas kendali itu lumayan berat saat kukendalikan. Layar hologram yang menampilkan pemandangan langit cerah berawan, bergerak semu tidak beraturan. Aku gugup sehingga Centauri terbang seperti pesawat rusak.
"Santai saja, Zian." Suara Kiku terdengar menggema di gendang telingaku. "Kamu tidak usah gugup. Kendalikan Centauri dengan tenang. Pusatkan pikiranmu pada layar yang ada di depanmu. Yakinkan kamu bisa menjalaninya."
"Siap, Kiku." Aku menyipitkan kedua mataku.
Kuremas kuat dua tuas kendali. Berusaha melenyapkan perasaan gugup yang menguasai tubuhku. Aku harus bisa. Centauri, aku mohon, bantu aku agar aku bisa mengendaraimu.
Centauri masih terbang rendah. Berbelok sana, berbelok sini. Meskipun Centauri masih terparkir di atap sekolah, aku merasa Centauri mengerti dengan hatiku. Berkali-kali terbang tidak mulus, satu jam kemudian, aku bisa menerbangkannya dengan mulus. Aku tertawa gembira saat menerbangkannya dengan kecepatan yang dihasilkan oleh sihir kecepatan dari Kiku.
"Yeaaah! Aku berhasil!" Aku menoleh ke belakang dan mengacungkan dua telunjuk dan jari tengah hingga membentuk huruf v. "Kiku, aku sudah bisa mengendarai Centauri."
"Bagus. Itu baru tahap dasarnya. Untuk selanjutnya, pembelajaran sulitnya akan kita coba saat kamu sudah memiliki Mana." Kiku mengacungkan jempolnya. Aku tidak tahu bagaimana ekspresi wajahnya sekarang karena terhalang helmet yang dipakainya.
"Soal itu, aku tidak tahu kapan aku bisa memiliki Manna."
Entah mengapa aku merasa frustasi karena mengetahui fakta yang sebenarnya. Aku manusia biasa, tidak mungkin bisa memiliki Manna. Tapi, perkataan Kiku mengusir rasa frustasi itu.
"Pasti ada jalan. Aku yakin kamu bisa memiliki Manna."
"Caranya bagaimana?"
"Kita pikirkan nanti."
Kiku menepuk pundakku. Aku tersenyum senang karena dihibur olehnya.
"Latihan simulator selesai. Sekarang kita langsung praktek terbang sungguhan." Kiku menggunakan sihirnya sekali lagi. "Centauri, bantu Zian, ya."
Centauri menjawab dengan suara yang keras. Aku juga andil dalam percakapan mereka.
"Mohon kerja sama samanya, Centauri!"
Dua tuas kendali kutarik mundur. Layar hologram pemandangan langit cerah berawan menghilang, tergantikan interior Centauri yang berwarna putih berkilauan. Layar virtual digital muncul di atas dashboard. Pemandangan langit cerah berawan asli, menyambut kedatangan kami.
Bunyi mesin Centauri, terdengar halus saat terbang. Tuas kendali kupegang tegak lurus, yang mengaktifkan terbang dalam jalur lurus. Belum ada tanda-tanda komando lagi dari Kiku.
Awan-awan putih tampak seperti kabut tipis saat kami menembusnya. Di bawah sana, aku bisa melihat pemandangan negeri Sembilan Planet yang hampir menyerupai orbit Tata Surya.
Pohon raksasa yang tidak diketahui berapa meter ketinggiannya, tumbuh di tengah daratan besar yang dikelilingi lautan. Di sekelilingnya, ada sembilan kota yang merupakan kerajaan kecil. Pohon raksasa yang disebut pohon Matahari, kini mengering dan berwarna kecoklatan. Tidak bersinar lagi seperti dulu. Pusat kerajaan berada di pohon Matahari. Ada istana tersembunyi di dalamnya, hanya keturunan Kaisar yang bisa memasuki istana tersebut. Karena itu, kerajaan Yupiter mengambil ahli kekuasaan. Bertindak semena-mena agar semua orang mengakuinya sebagai kerajaan besar pemimpin negeri ini.
Aku mengetahui kondisi dunia ini dari Kiku. Membuatku bertekad penuh ingin membebaskan negeri ini dari pemerintahan Yupiter.
Centauri yang kukendalikan bersama Kiku, terbang dengan mulus. Lalu tiba-tiba, radar berbunyi karena menangkap pergerakan sesuatu yang asing.
"Apa itu?" Aku menatap jendela layar lain yang muncul di layar utama. Centauri mengirim informasi kemunculan pergerakan musuh-musuh yang datang dari arah kerajaan Yupiter.
Simbol bertanda musuh yaitu silang merah. Simbol bertanda kami yaitu bulat hijau.
Terdengar suara Kiku di telinga helmet-ku. "Robot tempur Yupiter Alliance berjumlah sekitar dua puluh unit, bergerak cepat menuju ke arah kita."
Aku membelalakkan mata. "Apa? Itu gawat!"
"Mereka mengincar kita! Zian, bersiaplah untuk bertempur!"
"Baik!"
Aku mengangguk penuh semangat, kukerahkan semua kemampuan untuk bekerja sama dengan Kiku. Kiku yang bertindak sebagai co-pilot, bertugas untuk menyerang. Sementara aku yang bertindak sebagai pilot utama, bertugas mengendalikan Centauri.
Simbol silang merah berjumlah dua puluh unit, semakin mendekati kami. Kiku memberikan komando. "Zian! Konsentrasi! Kamu kendalikan Centauri! Amati pergerakan musuh, dan jika musuh terkunci di sistem tembakan, beritahu aku!"
"Siap, Kiku!" Aku memegang erat tuas kendali agar tidak terlepas sambil menajamkan mata. Di depan kaca transparan itu, titik-titik hitam muncul dari balik awan. Mereka bergerak cepat seraya melepaskan tembakan laser hitam.
Serangan musuh sukses mengenai tubuh Centauri, namun Centauri tidak terkena dampak apapun karena ada sihir perisai yang melindunginya. Beberapa robot tempur menyerupai Singa melewati kami. Aku melihat beberapa robot tempur lainnya datang mendekati kami.
Peluru roket berjumlah banyak dikerahkan. Tapi, tidak bisa juga menghancurkan Centauri. Getaran kuat terus terjadi, membuatku sedikit ketakutan.
Aku menangkap tiga robot tempur yang terkunci di sistem tembakan di layar. Hal itu kuberitahu pada Kiku.
"Tiga musuh terkunci, Kiku! Lepaskan serangan sekarang juga!"
"Ya!"
Dengan menggunakan sihir, beberapa missil keluar dari sarang, meluncur otomatis ke tiga musuh tersebut. Serangan itu mampu menghancurkan mereka.
Tiga musuh berhasil disingkirkan. Tinggal sekitar tujuh belas lagi, yang harus kami hadapi.
Pertempuran dilanjutkan. Aku menggerakkan Centauri untuk mengejar balik beberapa musuh yang datang ke arah kami. Berbagai senjata dilepaskan, bergabung menjadi satu. Secara bertubi-tubi, serangan gabungan itu menerjang Centauri. Getaran dahsyat bagaikan gempa, melanda kami sekali lagi.
Di situasi yang menegangkan ini, aku berusaha konsentrasi untuk bertempur. Inilah pertarungan pertamaku.
Tujuh dari sepuluh robot tempur lawan terkunci, aku memberitahukan itu lagi pada Kiku. Beberapa missil dikerahkan lagi untuk menghancurkan mereka.
Ledakan besar terjadi lagi saat missil-missil berbenturan hebat dengan para musuh. Sepuluh robot tempur yang tersisa, datang dari pusat ledakan, melepaskan tembakan energi yang menyerupai kilatan petir.