3. Ragu

2223 Kata
Ketika aku sedang membahas perihal operasional restoran bersama dengan managerku, seorang waitress menghampiriku dan mengatakan jika Hyun Soo mencariku. Aku bukan tidak senang, tetapi aku merasa lingkupku menjadi sempit jika terus bertemu dengannya. Karena ini juga pertama kalinya Hyun Soo mencariku di restoran. Ketika aku menghampirinya, dia baru saja selesai berbicara dengan seorang pria tua yang berpenampilan formal. "Hai," sapaku mencoba ramah. Aku melihat Hyun Soo berpenampilan formal, apakah dia sedang makan siang di sini? Mungkin aku yang terlalu besar kepala sehingga berpikir jika Hyun Soo mencariku hanya untuk bertemu denganku saja. "Hai, duduklah," jawabnya dengan ramah seperti biasa. Beberapa karyawan menatap kami dengan penasaran, karena ini pertama kalinya aku bertemu dengan seorang pria di tempat kerja. Karena jika itu adalah kolega, maka managerku yang akan mengurusnya. Semua hal yang berbau dengan urusan restoran aku mempercayakannya pada manager. "Apa yang membawamu kemari?" tanyaku membuka percakapan. "Aku makan siang di sini, juga bertemu dengan kolega." Ternyata tebakanku benar, jika dia memang hanya makan siang di sini. "Baiklah, maaf jika aku mengganggu waktumu." Aku akan beranjak tapi Hyun Soo menahan tanganku. "Tidak, aku memang ingin kamu menemaniku." Aku menatap Hyun Soo dengan kening berkerut. Apa maksudnya? "Pertemuan kami berjalan dengan lancar, karena aku juga sedang dalam suasana hati yang baik, itu sebabnya aku ingin bertemu denganmu." Hyun Soo menampilkan senyum lebarnya. "Aku tidak mengerti." Karena aku memang tidak paham dengan apa maksudnya. "Intinya aku sedang senang, jadi aku ingin bertemu denganmu." "Apakah ini sebagai bentuk akal-akalanmu untuk bertemu denganku?" tanyaku percaya diri. "Sejujurnya, iya," jawab Hyun Soo sembari tertawa. Aku sudah menduganya, Hyun Soo akan mencari beribu alasan untuk bertemu denganku. Aku bukan bermaksud sombong, tapi lihatlah jika memang begitulah kenyataanya. "Apakah kamu tau jika mungkin saja hal itu merugikanku? Bisa saja aku sedang sibuk ketika kamu ingin bertemu denganku." Aku mendengus kesal, tetapi dia hanya tertawa. "Ini sudah jam makan siang, tidak seharusnya kamu terus bekerja." "Aku bisa makan kapanpun aku mau," jawabku dengan acuh. "Tapi itu tidak baik untuk kesehatanmu jika makanmu saja tidak teratur seperti itu." Aku ingin membantah, karena aku tipikal orang yang tidak suka di atur, tapi kenapa apa yang dikatakan Hyun Soo juga benar. Sialan, aku tidak bisa marah! "Kamu ingin makan bersamaku?" tawar Hyun Soo. "Bukankah kamu sudah makan?" tanyaku bingung. "Aku bisa makan lagi untuk menemanimu." "Tidak perlu, aku akan makan nanti bersama dengan Eomma." "Jadi Bibi Hana juga di sini?" tanya Hyun Soo sembari mengedarkan pandangannya untuk mencari Eomma. "Iya, setiap hari dia akan menemaniku. Dari siang hingga sore. Eomma pulang lebih dulu untuk mempersiapkan makan malam kami." "Jadi kamu tidak di sini hingga tutup?" "Untuk apa? Aku memiliki karyawan, di sini aku lebih fokus untuk memantau perkembangan segala laporan dan kerja sama. Untuk operasional aku menyerahkan semuanya pada pegawaiku. Itu sebabnya ketika Eomma memintamu untuk makan malam bersama, kita bisa berkumpul malam itu. Bukan karena ada kamu sehingga aku pulang lebih awal, tapi memang aku pulang awal setiap harinya." Entah mengapa Hyun Soo selalu menatapku dengan tersenyum ketika aku sedang berbicara. Apakah dia punya gangguan mental sehingga terus tersenyum seperti itu? "Kamu mempercayai para pegawaimu?" tanya Hyun Soo dengan santai. "Tentu saja, memang kamu tidak?" tanyaku dengan kening berkerut. Bagaimana kita bisa bekerja dengan seseorang jika kita bahkan tidak memeprcayai mereka. Hal itu hanya akan menciptakan keraguan di manapun kita melangkah. "Bukan berarti tidak, tetapi kita juga perlu memiliki batasan,’’ jawab Hyun Soo dengan santai. "Aku paham apa yang kamu maksud, aku juga tidak sepenuhnya memberikan akses sepenuhnya tentang laporan keungan dan bagaimana uang kami berjalan. Aku mempercayai mereka karena aku yakin, jika kita percaya pada seseorang pasti orang itu juga akan mempercayai kita. Aku ingin menganggap jika mereka semua keluargaku. Aku memberikan hal yang baik, maka mereka juga akan memberikan hal yang baik pula." ‘’Kamu orang yang berpikir positif,’’ celetuk Hyun Soo. ‘’Bukankah sudah seharusnya jika kita memang harus selalu berpikir posistif?’’ "Apa kamu tidak pernah terkhianati?" "Pernah, sering kali. Tapi tidak membuatku enggan untuk berbuat baik lagi pada sesama." Hyun Soo tersenyum lalu menggenggam tanganku yang berapa di atas meja. Apa maksudnya pria ini? "Kamu wanita hebat," puji Hyun Soo dengan tersenyum tulus. "Tidak, aku wanita yang perhitungan. Jadi sebaiknya kamu tidak dengan cepat menilaiku begitu saja." Hyun Soo seketika tertawa mendengar gurauanku. "Apa kamu tidak akan kembali? Jam makan siangmu hampir habis," ucapku sembari menatap ke arah jam tanganku. "Aku memang akan kembali. Meskipun aku masih merindukanmu, tetapi aku masih harus tetap profesional." Aku tersenyum mendengar ucapannya, mendengar Hyun Soo merindukanku entah mengapa membuatku senang. Tidak, aku hanya terbawa suasan saja! Setelah mengantar Hyun Soo sampai pelataran restoran, ketika aku kembali Eomma menghadang langkahku. "Kenapa Eomma?" tanyaku bingung. Pasalnya tidak ada hal penting yang harus aku bicarakan dengannya. "Eomma mau bicara." Aku lalu mengikuti langkah Eomma menuju ruanganku. Aku hakin jika Eomma akan mengulik informaai tentang Hyun Soo. "Apa yang ingin Eomma bicarakan?" tanyaku untuk berbasa-basi, meskipun sikap Eomma yang tampak bahagia sudah menjawab rasa penasaranku. "Bagaimana hubunganmu dengan Hyun Soo?" tanya Eomma dengan antusias. "Kami baik," jawabku acuh. "Kamu jelas tau apa maksud Eomma, Sayang." "Aku tidak mengerti. Eomma tanyakan saja apa pun, aku akan menjawabnya." Aku terkekeh melihat Eomma yang kesal. "Sepertinya Hyun Soo serius denganmu." Aku mencebikkan bibir mendengar Eomma yang seperti cenayang seolah tau segalanya. "Kenapa Eomma bisa berpikiran seperti itu? Sedangkan aku yakin Eomma tidak terlalu mengenalnya, Eomma hanya mengenal ibunya." "Mengapa kamu berpikir seperti itu? Eomma juga mengenal Hyun Soo." "Aku tau jika Eommaku ini adalah wanita yang sangat ramah dan baik hati. Sedangkan aku melihat interaksi antara kalian berdua begitu formal dan canggung, jadi aku berpendapat jika Eomma juga tidak terlalu mengenal Hyun Soo." "Tapi Eomma percaya jika dia akan menjadi calon suami yang baik untukmu, Sayang." "Jangan menilai seseorang terlalu cepat, Eomma. Kita juga tidak tau apa yang bisa terjadi di masa depan. Jadi aku lebih memilih menikmati takdirku saja sembari mengikuti bagaimana arusnya." "Eomma jadi penasaran, apa yang membuatmu memilihnya? Dari sekian banyak pria yang Eomma kenalkan padamu, mengapa kamu memilih dia?" tanya Eomma dengan berbinar. Haruskah Eomma sesenang ini? Padahal hubunganku dengan Hyun Soo juga belum apa-apa. Tidak ada keseriusan di antara kami. "Dia kaya, mapan juga. Aku suka," jawabku dengan acuh. "Kalian baru bertemu selama beberapa hari, tapi kalian berdua sudah sangat dekat layaknya kekasih," ucap Eomma dengan ekpresinya yang menggoda. "Itu hanya pikiran Eomma saja, aku tidak berpikir seperti itu. Kita hanya sedang berusaha untuk menjadi dekat." "Hyun Soo bukan tipe orang yang mudah terbuka begitu saja," timpal Eomma yang membuatku mengerutkan kening. "Apa maksudnya? Dia ramah pada siapa saja." Sudah aku katakan jika Eomma tidak mengenal Hyun Soo dengan baik tapi seolah tau segalanya. "Hyun Soo memang pria yang ramah, dia juga sopan pada siapa saja. Tapi untuk jalinan asmara, yang Eomma tau dia selalu menolak wanita. Tidak pernah ada wanita yang benar-benar mampu mengetuk hatinya." "Eomma berkata seperti ini karena dekat dengan ibunya, jika tidak maka tidak mungkin Eomma akan terus membelanya." "Eomma memang tidak terlalu mengenal Hyun Soo, tapi Eomma mengenalnya dari Min Rin. Ibunya selalu mmenicarakan Hyun Soo." "Dimana pun seorang ibu akan selalu bercerita baik tentang anaknya. Cuma Eomma saja yang biasa menjelekkan aku di depan teman-teman." Aku mendengus kesal sedangkan Eomma justru tertawa. "Min Rin tidak pernah bercerita baik tentang Hyun Soo, yang ada sering kesal karena putranya selalu menolak untuk menikah." "Lalu kenapa dia tiba-tiba jadi mau?" tanyaku sedikit penasaran. "Karena Min Rin mengatakan jika Hyun Soo akan dikenalkan padamu." "Bukankah seharusnya dia lupa siapa aku? Hyun Soo pernah bercerita jika kita pernah bertemu saat masih kanak-kanak, tapi sayangnya aku tak pernah ingat." "Awalnya Hyun Soo juga menolak ketika dikenalkan pada Lee Min Ah, tapi setelah Min Rin menjelaskan jika Lee Min Ah adalah puteri Eomma satu-satunya, dia langsung menyetujuinya. Bukankah itu tanda jika Hyun Soo memang sejak awal tertarik padamu, Sayang?" Eomma tersenyum dengan lebar ketika bercerita, tetapi aku sekuat tenaga mencoba untuk tidak tersenyum. Aku tidak ingin jika Eomma akan besar kepala jika tau aku mulai tertarik dengan Hyun Soo secepat ini. "Apakah dia memiliki banyak mantan kekasih?" tanyaku penasaran. Barang kali Eomma memiliki informasi penting untukku. "Kenapa kamu bertanya pada Eomma? Tanyakan saja pada Hyun Soo." "Dia tidak akan dengan mudah mengaku. Barang kali aku bisa mendapatkan sedikit informasi dari Eomma." "Dari yang Eomma tau, dia pernah memiliki beberapa mantan kekasih. Tapi semuanya tidak bertahan lama. Ada salah satu gadis, Min Rin sudah cocok dan berpikir jika dia kelak akan menjadi calon menantunya, tetapi sayangnya hubungan mereka hanya bertahan selama 3 bulan." "Kenapa Hyun Soo selalu menjalin hubungan dalam waktu yang singkat? Jangan-jangan dia playboy. Kenapa Eomma harus memperkenalkan putri Eomma satu-satunya ini pada pria seperti itu!" Aku sedikit histeris dan aku juga berlebihan, tapi aku memang sangat anti dengan playboy. Aku juga sudah curiga sebelumnya, mana mungkin pria sekaya dan setampan Hyun Soo tidak banyak yang tertarik dan mendekatinya. Apakah selama ini dia menutupi segala fakta penting tentang dirinya padaku? "Kalau untuk itu, Eomma tidak terlalu tau. Karena di mata Min Rin putranya itu hanya sulit untuk menetapkan hatinya," jelas Eomma yang membuatku tiba-tiba merasa ragu. "Eomma dengar, bukankah Eomma ingin aku segera menikah supaya Eomma bisa segera memiliki cucu? Itu sebabnya aku tidak memiliki waktu untuk bermain-main, aku sedang mencari pasangan hidup Eomma, bukan pria yang masih mencari kesenangan dengan bermain-mqin pada wanita dengan terus menjalani hubungan singkat. Jika Hyun Soo ternyata memang seorang playboy, maka maaf saja lebih baik aku menunggu sosok yang tepat!" ucapku dengan tegas. "Kita tidak bisa bermain tebak menebak seperti ini, kamu sedang mencari pasangan hidup maka kamu bertugas untuk lebih mendekatinya supaya kamu lebih tau sosok Hyun Soo yang sebenarnya, bukan dari orang lain." Aku menghela nafas sembari menatap Eomma dengan nanar. "Aku jadi tidak tertarik lagi dengannya." "Jangan memberikan keputusan yang gegabah, Sayang. Kamu kenali dulu Hyun Soo lebih jauh maka kamu akan tau sosok seperti apa dia yang sebenarnya." Aku memberikan senyuman singkat ke arah Eomma. Aku kembali mengingat ucapan Hyun Soo yang mengatakan jika dia memang menjalani hubungan karena merasa tidak enak untuk menolak. Bahkan Hyun Soo juga pernah mengatakan jika dia baru mencintai kekasihnya ketika mereka sudah menjalin hubungan. Saat itu aku tidak memikirkan ucapan Hyun Soo lebih jauh, tapi kini setelah mendengar cerita Eomma, aku jadi semakin ragu pada Hyun Soo karena selalu menjalin hubungan yang singkat dengan para mantan kekasihnya. Apakah pada akhirnya aku juga akan memiliki hubungan singkat dengannya? Lalu bagaimana dengan keinginan Eomma yang ingin segera mendapatkan cucu? "Sayang." Aku terkejut ketika Eomma menyentuh tanganku. "Kenapa melamun? Memikirkan Hyun Soo?" goda Eomma yang membuatku mendengus kesal. "Iya, aku meragukannya." "Eomma bercerita bukan bermaksud untuk menjelekkan Hyun Soo di depanmu. Mungkin saja Hyun Soo juga memiliki alasan yang kuat mengapa dia selalu menjalani hubungan singkat. Atau bisa juga jika apa yang Eomma ketahui bukanlah yang sebenarnya. Maka kamu jangan menilai seseorang secepat itu, kamu masih harus mengenalnya supaya bisa tau seperti apa dirinya." Aku hanya tersenyum lembut, aku memang biasa terbuka pada Eomma jika itu menyangkut laki-laki. Tapi kali ini aku tidak bisa menceritakan secara gamblang di hadapan Eomma apa yang membuat Hyun Soo sering menjalani hubungan singkat. Aku melihat jika Eomma sangat menyukai Hyun Soo, maka aku tidak bisa membuatnya kecewa pada Hyun Soo. "Apakah menurut Eomma, Hyun Soo tertarik padaku?" tanyaku sembari mengusap hidungku, tanda jika aku sedang malu. "Eomma melihat ada ketulusan di matanya ketika menatapmu. Tapi Eomma tidak tau karena fisik atau dia memang menyukaimu. Tapi Eomma harap, Eomma tak akan pernah menyesal karena sudah memperkenalkan putri Eomna satu-satunya ini pada Hyun Soo." Aku terharu mendengar ucapan Eomma, aku mendekat ke arahnya lalu memeluk Eomma dengan erat. Dia sosok ibu yang hebat, sosok yang bisa selalu aku andalkan, yang ikut membimbingku hingga aku bisa menjadi seperti sekarang. Aku tidak tau bagaimana nanti jadinya diriku tanpa Eomma. Eomma tertawa geli ketika aku terus menciumi pipinya, ini alah kebiasaanku ketika bercanda dengan Eomma. Karena Eomma akan selalu berusaha menghindar ketika aku menciuminya. "Hentikan!" teriak Eomma tapi aku tetap menciumi pipinya lalu tertawa. "Eomma jadi membayangkan bagaimana jika Hyun Soo berada di posisi Eomma saat ini," celetuk Eomma sembari tertawa. Dengan reflek aku langsung menghentikan aksiku dan menatap Eomma dengan pipi yang memerah. "Eomma!" Aku memukul lengan Eomma pelan, tapi Eomma justru tertawa dengan terbahak-bahak. "Jangan-jangan putri Eomma ini jadi gadis yang ganas di hadapan pasangannya," goda Eomma sembari mencubit pipiku. "Eomma aku malu!" ucapku dengan kesal tapi setelahnya tersenyum. "Eomma lebih suka melihatmu manja seperti ini, dari pada harus memaksa dirimu untuk menjadi sempurna. Karena Rachel putri Eomma adalah gadis yang manis, manja dan usil. Eomma suka kamu ingin meraih kesuksesan di usia muda, tapi kamu juga harus memikirkan dirimu juga, Sayang. Jangan memaksakan dirimu untuk menjadi sempurna. Karena sesukses apa pun, kamu tetaplah seorang wanita yang kelak akan menjadi seorang istri. Sosok yang harus menghormati dan berada di bawah tangung jawab seorang suami." Aku kembali memeluk Eomma dengan erat, kini aku melihat sosok Eomma yang aku kenal dulu ketika aku masih kecil, ibu yang penyayang dan pengertian. Eomma selalu memberikan banyak motivasi untukku sejak aku kecil. Tapi beberapa waktu terakhir, aku hanya fokus untuk sukses dan memilih menghindari Eomma karena dia terus memaksaku untuk segera menikah, tapi tanpa aku sadar jika keinginan Eomma bukanlah hanya sebatas keinginan egoisnya saja, tapi karena Eomma menyayangiku dan ingin yang terbaik untukku. Karena ketika seorang anak tersesat, maka orang tualah yang akan menjadi penerang untuknya. Love you, Mom.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN