bc

Not Bad Girl

book_age16+
475
IKUTI
1.7K
BACA
arranged marriage
comedy
sweet
bxg
like
intro-logo
Uraian

Ana, gadis kesepian dan sulit diatur, pengangguran, dan hidup semaunya tanpa aturan, akhirnya dijodohkan oleh orang tuanya dengan seorang pria bernama Jino, yang diberikan kepercayaan untuk mengubah gadis itu.

cover by: aeanakim

font by: **

chap-preview
Pratinjau gratis
01
Nakalnya seorang Ana itu bukan mabuk-mabukan, ngerokok, gonta-ganti pacar, pergaulan bebas, dan sebagainya. Nakalnya Ana itu lebih ke pemales, cuek, sering tidak respek dengan orang, b**o sudah jelas, suka seenaknya dan malas yang namanya sosialiasi, seperti tidak punya gairah hidup juga. Menurut orang tua Ana itu masuk dalam kategori nakal. Sebenarnya lebih ke pribadi yang buruk, bukan nakal. Beda. Dan jelas itu juga mengkhawatirkan, terlebih untuk masa depan Ana. Makanya orang tua Ana memilih menjodohkan Ana dengan lelaki yang dianggap mereka tepat untuk membimbing Putri mereka. Seorang cowok yang berasal dari Negeri gingseng, namun besar di Indonesia, dengan tinggi semampai, dan punya wajah tampan sekaligus cantik, yang terpilih menjadi sosok suami untuk Ana. Jino sudah diberitahu sebelumnya bagaimana pribadi seorang Ana, tapi sebagai anak yang berbakti dia manut saja dengan orang tuanya –terlebih ia juga dijanjikan sesuatu. Orang tua Jino sendiri adalah sahabat karib orang tua Ana, sekaligus rekan kerja. Saat diberitahu akan dijodohkan, sambil berbaring tengkurap di kasur dan memainkan ponselnya, Ana hanya bilang terserah. Pertemuan pertama mereka saat makan malam keluarga, reaksi keduanya biasa saja. Ana lebih suka pria lebih tua, tahu Jino seumuran dengannya, membuat Ana sudah tidak minat duluan, meskipun Jino tampan. Dipikiran Ana paling Jino hanya bocah laki-laki kekanakan yang nakal. Pertemuan kedua jelang pernikahan mereka, dan pertemuan ketiga serta selamanya adalah saat mereka sudah mengikat janji suci. Tidak ada yang spesial. Antara Jino dan Ana dingin. Dan mereka masih tinggal di rumah orang tua Ana, karena Jino masih muda dan hanya bekerja sebagai karyawan biasa, penghasilannya belum besar sampai bisa membeli mobil dan rumah. ••• Jino membuka pintu kamar, ia mendengus melihat Ana masih tidur, padahal sudah jam 7 lewat. Seharusnya Ana bangun lebih dulu darinya, menyiapkan sarapan dan baju untuk Jino. Dua hari menikah, tidak banyak interaksi yang dilakukan antara Jino dan Ana. Bahkan Jino memilih tidur di sofa ruang tengah dibanding sekamar dengan Ana. Dan Ana ya selalu begini, bangun kesiangan, bangun tidur hanya cuci muka, sarapan, minum kopi sambil main ponsel. Baru dua hari rasanya Jino sudah ingin cerai. Tapi Jino kali ini mau bersikap tegas pada Ana, dia tidak akan membiarkan gadis itu begini terus. Perjodohan ini di lakukan, kan juga untuk membimbing gadis itu agar berubah. Meskipun hubungan mereka masih canggung, posisi Jino kan sudah menjadi suami Ana, yang tandanya Ana adalah tanggung jawabnya, dan ia berhak mendidik Ana. Jino berjalan mendekati ranjang, ia kemudian menarik kedua tangan Ana hingga tubuh Ana terangkat dan posisinya jadi berubah duduk. Ana seketika membuka matanya, keningnya mengernyit, sebelum ekspresinya berubah jadi ekspresi protes. "Bangun, mandi, siapin sarapan buat aku." Kata Jino. "Apa sih? Masih ngantuk tau gak?" keluh Ana sambil hendak berbaring kembali, namun Jino segera menangkap pergelangan tangannya, untuk menahan gadis itu agar tidak kembali berbaring. "Oh gitu? Mau aku yang mandiin?" Jino kembali mencoba membujuk. "Dih m***m amat. Bikin sarapan sendiri masak gak bisa sih? Emang Mama gak bikin sarapan?" respon Ana dengan nada jengkel. "Aku mau kamu yang nyiapin sarapan, bukan Mama." Ucap Jino. "Aelah ribet amat lo, kenapa mesti gue?" gerutu Ana sembari membuka matanya lebih lebar. Ekspresi Jino langsung berubah datar, saat mendengar Ana menggunakan 'lo-gue', ya mau tidak mau, Jino harus menyesuaikan. "Karena lo istri gue. Lo lupa? Kena azab lo entar udah durhaka sama suami." Ana kini bungkam. Ia akhirnya turun dari ranjang, dan dengan berat menyeret kakinya ke kamar mandi. Tatapan kosong, dan ia masih tampak shock, seolah baru tahu atau sadar sesuatu. Iya, dia lupa kalau sudah menikah. Bahkan tidak ingat Jino itu siapa sebelumnya. Ana sempat mengira dia Pamannya yang suka menjailinya, karena saat pernikahannya dia memang datang. ••• Jino baru saja keluar kamar dan pergi ke dapur. Ia melihat Ana yang masih nguap-nguap sambil membuatkan sarapan. "Biasa bangun jam berapa sih? Jam segini masih ngantuk." Kata Jino sambil duduk di salah kursi meja makan. "Tergantung tidurnya." Balas Ana singkat. "Emang semalem tidur jam berapa?" "Jam 12 kayaknya." Jino menggelengkan kepalanya. "Entar malem gue tidur di kamar ya? Jam 8 atau 9 udah harus tidur." "Dih mana bisa gitu." Protes Ana. Ana belum siap kalau harus tidur sekamar apa lagi seranjang dengan Jino, cowok yang belum lama ia kenal, meskipun statusnya sudah menjadi suaminya. "Kalau sampe jam 8 atau 9 ke atas belum tidur, ya udah, make baby aja kita." Ana seketika melotot, ia menolehkan kepalanya ke belakang, dan menatap Jino yang balik menatapnya tanpa ekspresi. "Jangan macem-macem ya!" seru Ana. Jino menggendikan bahunya. "Denger ya, gue suami lo, dan lo harus nurut sama gue. Lagian gak salah kan kalau kita berhubungan? Udah nikah ini.’’ ‘’Mana bisa gitu! Mentang-mentang suami jadi ngatur-ngatur seenaknya!’’ Ana kembali protes. ‘’Emangnya gue nyuruh lo ngapain sih? Nyuri? Rampok? Atau ngelakuin hal yang gak baik lainnya? Gue kan cuman mau bikin hidup lo itu jadi beneran dikit.’’ Ana akhirnya bungkam mendengar penuturan Jino. Kemudian dengan kasar ia meletakan nasi dengan lauk hanya telur ceplok plus kecap diatasnya. Ana sudah menunggu Jino untuk protes, tapi pria itu ternyata hanya diam saja. Dia mengambil sendok dan bersiap untuk menyantap sarapannya. Tapi sebelum benar-benar menyendok nasi dan telur, Jino menatap Ana sambil tersenyum. "Makasih ya sarapannya." Ucap Jino, yang membuat Ana tercengang, dan kemudian merasa bersalah entah kenapa. Jino sudah menunggu Ana membuat sarapan cukup lama, dan yang dihidangkan ternyata hanya telur ceplok dan kecap. Harusnya Jino marah, tapi dia tetap menghabiskan sarapannya hingga piringnya bersih. ••• "Gue yakin, bukan cuman karena lo anak yang lurus, makanya lo terima perjodohan itu. Sedangkan istri lo aja begitu banget. Pasti ada hal lain." Jino tidak langsung merespon ocehan Jazmi, dia memilih menggigit burgernya dan fokus mengunyah, membuat Jazmi berdecak. "Kasih tau gue, apa yang bikin lo terima perjodohan ini, selain karena manut sama orang tua." Desak Jazmi. "Gue dijanjiin jabatan." Ucap Jino, yang membuat mata teman sekantornya itu melebar. "Hah?" "Kalau gue berhasil bikin Ana berubah, jabatan gue bakal langsung dinaikin ke jabatan tertinggi. Mantul gak tuh?" "Udah gue duga, mana ada orang yang setulus itu. Tapi terus kalau Ana udah berubah dan lo udah naik jabatan, kalian bakal cerai?" "Kalau itu sih gak tau, disesuain sama perasaan kita masing-masing aja." "Jangan ditidurin loh.’’ Peringat Jazmi. "Emang kenapa? Diakan istri gue, ya boleh dong?" "Tapi kalau gak ada perasaan apa-apakan kasian istri lo, lebih parah kalau dia akhirnya sampe hamil." ‘’Ya kalau sampe hamil, gue gak akan ninggalin dia.’’ ••• Ana saat ini tengah membuat kerajinan di teras rumahnya. Ana itu pengangguran tingkat akut, tidak pernah punya kegiatan khusus dan paling malas keluar rumah. Dari kecil orang tua Ana tidak pernah menekankan Ana untuk melakukan ini itu, seperti punya prestasi bagus di sekolah, harus masuk universitas bagus, kerja jadi pegawai negeri, atau kerja diperkantoran elite. Tapi setiap kali Ana punya minat pada suatu hal akan langsung dituruti selama itu positif, sayangnya Ana tidak mengembangkan minatnya, karena sudah pesimis duluan kalau akan sukses. Padahal bisa dibilang tangan Ana itu berbakat. Ana juga terlalu malas untuk mempelajari materi, dia hanya pintar-pintar sendiri saat membuat sesuatu, contoh saat membuat kerajinan. Jadi hasilnya tidak maksimal, dan memang jadi meragukan untuk dijual. Mulai bosan menempelkan koran-koran yang sudah ia buat seperti tali untuk membuat piring hias. Ana pun meninggalkan barang-barang kerajinannya begitu saja, setelah ia tumpuk dan sudutkan di teras. Ana memasuki rumah, dan keningnya mengernyit saat melihat Jino baru memasuki rumah. "Kok udah pulang?" tanya Ana. "Ada berkas yang ketinggalan." Balas Jino kemudian pergi ke kamar, Ana pun mengikuti. Sesampainya di kamar, Jino pun mengambil tas ranselnya, untuk mengeluarkan berkas-berkas yang ia simpan di sana. Karena baru beberapa hari tinggal di rumah Ana, barang-barang Jino masih banyak yang di tas. "Lo belum mandi ya?" tanya Jino. "Males, gak kemana-mana juga." Balas Ana. "Gue pulang dari kantor jam 8 malem, lo udah harus mandi dan wangi." Kata Jino. "Hhmmm." Ana hanya merespon dengan gumaman, seolah-olah memberitahu secara tidak langsung, kalau dia tidak akan menuruti perkataan Jino. "Gue serius ya, awas aja kalau lo gak mandi." Kata Jino. "Entar sore juga gue pasti mandi." Kata Ana. "Mandi itu dua kali sehari." Ucap Jino. "Gak usah idealis banget kali, tegang banget hidup lo." Kata Ana. Jino berdecak sambil beranjak berdiri, kemudian memposisikan dirinya tepat di depan Ana yang sedari tadi hanya berdiri di depan pintu kamar. "Bukan masalah idealis. Lo jangan jorok lah." Kata Jino. "Gue gak jorok, kalau jorok rumah kamar udah kotor." "Emang gue gak tau lo suka mojokin barang-barang ke setiap sudut ruangan?" Ana seketika terdiam, tidak tahu harus membalas apa, karena apa yang dikatakan Jino memang benar, Ana tidak bisa menyangkal. "Mulai sekarang mandi dua kali sehari." Kata Jino. "Enggak." Balas Ana. "Susah amat sih lo diatur, kayak bocah." "Gue gak bau! Nih cium nih!" seru Ana sambil melompat-lompat dan mengibaskan bajunya di depan Jino. Jino berdecak melihat tingkah Ana. "Awas aja lo ngamuk gue cium." Ucap Jino, dengan tiba-tiba tangannya meraih tengkuk Ana. Ia membungkuk dan mendaratkan bibirnya di atas bibir Ana sekilas. Setelah itu ia pergi begitu saja, meninggalkan Ana yang terkejut setengah mati, hingga hanya bisa mematung di ambang pintu kamar. Mata Ana mengerjap, wajahnya yang semula putih pucat jadi merah padam hingga ke telinga, kedua tangannya pun mengepal menahan emosi. "Bukan cium kayak gitu Hwang Jino sialan!" teriak Ana.[]

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Billionaire's Baby

read
280.9K
bc

Married By Accident

read
224.5K
bc

Hubungan Terlarang

read
502.3K
bc

Wedding Organizer

read
47.2K
bc

GAIRAH CEO KEJAM

read
2.3M
bc

Mrs. Rivera

read
45.6K
bc

I LOVE YOU HOT DADDY

read
1.1M

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook