Chapter 2 : Memory Chips

1623 Kata
Langkah beberapa orang memenuhi lorong rumah sakit, dengan seorang pria ber-name tag ‘Darren Johanson’ diseret dengan Langkahpaksa menuju ruangan Mr.Michael. Terdapat lebam pada tulang pipi Darren, ia tidak bisa melindungi diri ketika beberapa orang berusaha menghakiminya sebab melihat seragam perawatnya sobek tepat di bagian pundaknya. Berkali-kali ia meminta untuk dilepaskan dan berharap mereka mampu mendengarkan penjelasannya terlebih dahulu sebelum menyeretnya ke hadapan Mr.Michael. namun segala usahanya nihil, beberapa pria hingga tukang kebun di rumah sakit geram dengan prilaku tak terpuji yang dituduhkan terhadapnya—apalagi para wanita, mereka menjabak, mencakar-cakar tangan Darren, dan meneriakinya pria c***l. “Tolong dengarkan aku terlebih dahulu, aku mohon belas kasihan kalian,” tutur Darren memelas. “Apa yang perlu kami dengarkan jika kami memiliki bukti atas tindakanmu ini?” ujar Jane, perawat pribadi Matilda yang pertama kali menyadari robekan dalam pakaian Darren yang sama seperti robekan kain di jendela ruangan Matilda. “Jangan laporkan ini kepada Mr.Michael, kumohon. Aku harus tetap bekerja disini dan membiayai adikku yang sakit di rumah.” Sudut mata Darren berair, menunjukan bahwa ia serius dalam berucap kendati tak seharusnya sebagai pria ia meneteskan air mata dalam kondisi apapun. “Kau memikirkan hal tersebut, tapi kau tidak memikirkannya saat kau melakukan kejahatan tersebut terhadap Matilda,” tukas Mary, yang langsung mendapatkan sorak dari orang-orang yang berada di sana dan menyetujui ucapan Mary barusan. “Aku mengatakan demikian karena aku tidak pernah melakukan tindakan tersebut kepada nona Matilda!” teriak Darren, berusaha membela dirinya. “Jelaskan saja di hadapan Mr.Michael.” teriak seorang pria di belakang mereka. Mereka sampai di hadapan ruangan Mr.Michael, Jane yang mengetuk pintu dan langsung diberi izin untuk memasuki ruangan sang pimpinan. Mr.Michael tampak sedang menyiram sebuah tanaman bonsai di dekat jendelanya agar terkena sorot mentari, ia menghentikan aktivitasnya setelah menyadari kegaduhan tepat di belakangnya saat ini. Beberapa orang berdesakan ingin menyaksikan langsung nasib dari seorang Darren setelah kedapatan melakukan tindakan tercela terhadap pasien emas Mr.Michael, hingga ruangan Mr.Michael dipenuhi orang bahkan hingga ke ambang pintu dan sulit untuk berbicara secara privasi saat itu. “Aoa yang terjeadi?” tanya Mr.Michael. “Pria ini telah melecehkan nona Matilda di ruangannya,” Mary yang berbicara. Ia memang yang paling lantang disana. “k*****t! apa kau sadar siapa yang barusaja kau lecehkan?” geram Mr.Michael. “Demi Tuhan aku tidak melakukan hal tersebut,” Darren berlutut di hadapan Mr.Michael, sorot matanya menandakan ia begitu mendambakan belas kasihan dari sang pimpinan. Mr. Michael naik pitam, ia menjatuhkan semua benda yang ada di atas mejanya dan hendak melayangkan sebuah tinjuan jika saja perawat Anne tidak dengan tiba-tiba datang dan mengatakan bahwa Matilda hilang dari ruangannya. *** Matilda berada pada halte bus saat ini, memandangi kendaraan yang berlalu lalang di hadapannya dengan linglung. Beberapa kali bus berhenti di hadapannya namun Matilda tidak menaikinya. Ia merasa sering berada di sebuah halte bus untuk menunggu, namun entah mengapa ia merasa potongan-potongan ingatannya menghilang. Suara decitan ban pada kendaraan yang mengenai aspal akibat rem mendadak membuatnya berkali-kali memekik ketakutan dan bersembunyi di belakang orang-orang. Orang-orang ketakutan dibuatnya, mereka menghindari Matilda dan menjerit-jerit sehingga membuat Matilda marah. “Kenapa kalian takut padaku? aku bukan orang gila!!” teriak Matilda pada semua orang. “Semuanya menjauh, kembali pada aktivitas kalian dan biarkan dia pergi,” ucap seorang pria paruh baya yang berada disana. “Kubilang aku tidak gila! kenapa kalian menghindariku seakan aku berbahaya!?” semua orang tampak mendengarkan pria paruh baya yang meminta mereka menjauh dan kembali pada aktivitas mereka masing-masing, namun Matilda yang tidak terima hanya berteriak-teriak meminta satu diantara mereka untuk menjawab ucapannya. Orang-orang yang berada disana pelan-pelan menghilang, bahkan yang hendak melintas pun lebih memilih untuk berputar balik daripada melalui Matilda yang kini kehilangan energi setelah berteriak-teriak tak jelas. Napas Matilda terengah, ia mengadah menatap terik mentari yang tepat berada di atas kepalanya untuk beberapa saat, “aku telah kehilangan diriku?” gumamnya lirih, entah apa maksudnya namun beberapa detik kemudian ia terkulai lemas di tempat, tapatnya di samping halte bus hingga petang menjelang. Tubuh Matilda bergoyang, ia tidak kehilangan kesadaran hingga tertidur di tanah. Ia hanya terduduk dan melamun menatap tanah yang ia pijaki dengan rambut yang sudah tidak tertata dengan baik. Kakinya mengeluarkan darah pada bagian jempol dan tumit, terdapat cukup banyak debu yang menempel sehingga kaki mulus Matilda terlihat sedikit hitam. Tanpa sadar air matanya menetes, ia merasa teramat sakit namun bukan pada kedua kakinya, pun pada kepalanya. Ia merasa sakit di dalam hatinya, berdegup dengan kencang dan darahnya tiba-tiba saja naik. Matilda memukul tanah dengan menggunakan kepalan tangannya berulang kali, seraya mengacak rambutnya dan berteriak prustasi. Beberapa pengendara trasportasi yang melintasinya hanya melihat matilda sekilas, sebagian menertawakan, sebagian iba namun takut diserang wanita gila, dan sebagian lagi acuh melihat. Matilda bangkit dari duduknya dan masih pada emosi yang menggebu, ia berusaha melucuti pakaiannya, membuat beberapa pria melhat ke arahnya dan sebagian bahkan menepi untuk menunggu Matilda melepas pakaiannya. Tubuhnya benar-benar akan terekspos sebagian jika saja seorang pria tidak dengan cepat menghampirinya dan berdiri di hadapan Matilda untuk menyembunyikan gadis itu. Si pria berusaha melepas jaketnya dan langsung menutupi tubuh Matilda. Ia menarik Matilda menjauhi pusat kota. Matilda terengah, ia pun berusaha melepaskan jaket pria tersebut namun pria itu mengeluarkan sesuatu yang mampu membuat Matilda tiba-tiba saja terkulai lemas tanpa kehilangan kesadarannya. Pria itu menggendong Matilda mendekati sebuah taman yang berada dekat dari sana, ia mendudukan Matilda pada sebuah kursi panjang yang ada di sana, lantas ia sendiri berjongkok untuk memakaikan jaketnya kembali dengan benar pada tubuh Matilda. “Nona, aku hampir kehilangan pekerjaanku karena tuduhanmu.” Pria itu menarik seleting jaketnya hingga sampai d**a Matilda. "Aku bisa saja mengabaikanmu barusan, atau menyakitimu saat ini, jika kau sehat kau tahu aku bisa melakukannya.” Pria itu bangkit dan duduk di samping Matilda. Ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan tanda pengenal sebagai perawat dari rumah sakit Hiraeth. Hiraeth yang merupakan rumah sakit bagi orang-orang yang memiliki masalah pada mental itu telah menghidupi pemuda tak berpendidikan tinggi bernama Darren. Siapa yang senang bekerja di tempat seperti itu? mereka harus memiliki kesabaran tinggi dalam mengurus para pasien, mungkin juga harus berhati-hati dengan kebiasaan mereka yang mungkin bisa menyakiti. Namun tak ada yang bisa Darren lakukan selain bekerja disana, ia memiliki seorang adik yang sedang sakit di rumah. Sayangnya ia malah terlibat khasus seperti ini pada dua minggu pertama ia bekerja. “Aku akan memberimu gaji yang lebih tinggi daripada kau bekerja di sana,” ucap Matilda, sangat pelan dan lemah. “Wow, aku takjub kau bisa bernegosiasi seperti ini,” ujar Darren, tak habis pikir Matilda masih bisa berpikir normal sedang kabar di rumah sakit ia benar-benar tak terkendali seperti pasien-pasien lainnya. “Aku tidak gila, hanya—“ “Hanya apa?” tanya Darren, ia mulai bersikap non formal sebab kesal akan prilaku Matilda terhadapnya. “Hanya saja aku tidak tahu.” Matilda murung, ia tidak mengingat apapun dan hanya melakukan hal-hal konyol di luar kendalinya. “Aku akan membawamu kembali ke Hiraeth, setidaknya Mr.Michael mungkin akan berubah pikiran atau meninggalkan konpensasi untukku.” Darren beranjak, ia hendak menggendong Matilda sebab Matilda masih berada dalam efek suntikannya. Saat Matilda berada dalam gendongannya, Darren merasakan sikap mendadak Matilda yang mengingatkan Darren bahwa Matilda benar-benar seorang pasien dari rumah sakit jiwa. Matilda menggigit lehernya dengan sangat kuat, refleks Darren menurunkannya kembali pada kursi. Lantas Matilda meludahinya, membanjirinya dengan caci maki yang bahkan tak dimengerti oleh Darren. Tubuhnya juga bereaksi ke kanan dan kekiri, membuat Matilda hampir terjatuh jika saja Darren tidak cepat-cepat menahannya dan menyuntikan kembali obat pada Matilda. Beruntung saat itu ia membawa jarum suntik, sebab beberapa jam sebelum bertemu Matilda para pegawai di Hiraeth diperintah berpencar ke luar untuk mencari Matilda. Mr.Michael mengatakan apabila Matilda tidak ditemukan maka Darren akan benar-benar di depak dari Hiraeth. Darren bersyukur karena ia adalah orang yang menemukan Matilda. *** Matilda merasakan suara bising dari telinganya, sepersekian detik kepalanya pusing bukan main, ia merintih, menjerit, berusaha menggenggam kepalanya namun alih-alih setiap pergerakannya menimbulkan rasa sakit pada pergelangan tangan dan kaki-kakinya. Sayangnya kedua matanya ditutup sehingga ia tidak tahu apa yang sedang terjadi kepadanya, ia hanya merasakan efek nyeri pada kepalanya yang luar biasa. Lantas suara mengerikan seorang wanita terdengar, “Aku akan membuatmu gila!” bersamaan dengan meningkatnya rasa sakit pada kepala Matilda. “Inilah balasan setelah kau membuat anakku menjadi orang asing bagiku,” ucap seseorang, entah siapa, suaranya terdengar sangat marah dan itu menyakiti hati Matilda. Tak lama Matilda mendengar derap langkah kaki, ia hanya menggelengkan kepalanya ke kanan dan kekiri untuk mencari sumber suara. “Ibu, hentikan!!!” suara itu membuat Matilda mencelos, diiringi suara tamparan keras ia mendengar peselisihan seorang pria yang suaranya sangat ia kenali dengan dua orang wanita yang Matilda yakini adalah penyebab Matilda mengalami sakit kepala saat ini. Matilda mengumpat dalam hati, sebenarnya apa yang mereka lakukan padanya? rasa sakit di kepalanya tak mau berhenti barang sedetik saja, dan itu menghambat Matilda untuk mengetahui informasi dari ucapan-ucapan mereka. “Aku akan membawanya pergi, aku akan menikahinya, dan aku mencintainya. Kau atau siapapun tidak akan bisa menghentikanku.” ucap si pria, membuat jantung Matilda berdegup lebih kencang. "Aku tidak akan memberikanmu restu sampai kapanpun, DEAN!!!” Air mata Matilda menetes, ia membuka mata dan mendapati langit-langit ruangannya di Hiraeth kembali pada pandangannya tiap kali membuka mata. Namun alih-alih memusingkan kehadirannya kembali ke Hiraeth, ia malah mengingat mimpi tadi. Dean, satu tahun Matilda mencari nama itu dalam ingatannya, mancari-cari alasan kenapa ia berada di sana dan benar-benar berada dalam keadaan sinting saat ini. Dean, nama itu mengingatkannya kembali pada semilir angin, daun-daun yang berjatuhan, pun indahnya mentari di sore hari—intinya sesuatu yang menenangkan hatinya, moment-moment menenangkan dalam hidupnya, ketika ia menutup mata untuk menikmatinya, lantas tanpa sengaja ‘Dean’ selalu terucap begitu saja. Namun tak tahu pula ada sesuatu yang mengganjal hatinya ketika mengingat nama itu, ada sedikit kepedihan yang belum terungkap darinya..
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN