bc

Aku Di Nodia Ayah Tiriku

book_age18+
622
IKUTI
2.2K
BACA
others
dark
twisted
sweet
humorous
heavy
lighthearted
kicking
mystery
scary
like
intro-logo
Uraian

MENGKISAHKAN SEORANG ANAK PEREMPUAN YANG DI TINGGAL MATI OLEH BAPAK KANDUNGNYA. HINGGA AKHIRNYA IBUNYA MENIKAH LAGI, AKAN TETAPI AYAH TIRINYA MEMPERLAKUKANYA SECARA TIDAK SENONOH. TIDAK JARANG ANAK TIRINYA DI PAKSA UNTUK MELAKUKAN HAL-HAL YANG DI LARANG OLEH AGAMA MAUPUN HUKUM SEPERTI BERHUBUNGAN SUAMI ISTRI.

chap-preview
Pratinjau gratis
Prolog
Aku merupakan anak dari keluarga sederhana yang bahagia. Namaku Raisa melati, sekarang aku menginjak umur ke 17 tahun. Dan di umur ini penderitaanku di mulai. Aku merupakan anak tunggal dari keluarga ini. Ibuku dan ayahku dahulu menikah muda sehingga di umur aku yang ke 17 ini, ibuku masih berumur sekitar 27 an. Kala itu aku mendapatkan hari yang sangat menyedihkan bagiku karena ayahku meninggal akibat kecelakaan. Sebelum meninggal ayah sempat di larikan ke rumah sakit. Derai air mata tidak lagi dapat aku bendung melihat ayahku terbaring kesakitan di rumah sakit. Kutemani ayahku, di sepanjang hari berharap ayah bisa sehat kembali. Akan tetapi, takdir berkata lain, tiba-tiba ayah drop dan kembali koma. Hancur sekali hati ini, melihat cinta pertama anak perempuanya sedang berjuang melawan sakit. Setelah semingguan ayah koma, alhamdulillah ayah sadarkan diri. Aku yang selalu berada di sampingnya, tiba-tiba ayah memanggilku . Ra-isa, kalau umur ayah sudah di cukupkan sampai sini, kamu jaga ibu ya .Ujar ayahku dengan suara terbata-bata. Ayah jangan ngomong kayak gitu, ayah harus kuat biar kita bisa bareng-bareng lagi. Jawabku dengan suara lirih, menahan tangis. Ayah sudah nggak kuat lagi sa, ibu dimana? Tanya ayahku. Tadi keluar katanya mau beli makanan Sebentar yah, aku panggilin ibu palingan sudah balik. Aku jalan keluar meninggalkan ruangan ayah di rawat, sesampainya di pintu air mata sudah tak terbendungkan lagi. Hanya bisa menangis mengingat perkataan ayah. Tidak lama kemudian ibu datang seraya bertanya kepadaku. Ayah kamu udah siuman ? Tanya ibuku. Udah, barusan nanyain ibu . Ya sudah ayo kesana, tapi sebentar ibu mau naruh makanan yang tadi ibu beli. Sesampainya di ruang rawat ayah, aku mencoba berbicara kepada ayah. Yah, ibu sudah datang. Ujarku dengan suara lirih. Iya nak, bu kalau ayah umurnya tidak panjang lagi ayah titip sarah ya. Dan ayah minta maaf jika selama ini sering salah sama ibu dan juga sarah. Ibu, sudah dimaafin kok yah, ayah jangan bilang seperti itu, ayah masih bisa bersama-sama kita lagi. Ayah harus optimis. Bu, ayah sudah tidak kuat lagi, menahan sakit ini. Tiba-tiba ayah drop lagi, dan ini menjadi percakapan terakhir kami dengan ayah. Karena setelah itu ayah menghembuskan nafas terakhirnya. Karena waktu itu, sudah menjelang malam akhirnya ayah di semayamkan siang harinya. Semalaman aku bacakan doa dan tidur di samping jenazah ayahku untuk terakhir kalinya. Tiba-tiba ibu memukul pundakku seraya berkata. Sudah nak jangan tangisi kepergian ayah kamu terus, kasihan ayah kamu. Ayo bangun sekarang sudah pagi. Aku langsung bangun langsung pergi ke kamar mandi mengambil air wudhu untuk shalat subuh. Selesai shalat kemudian aku membacakan doa-doa untuk ayah.Aku ikut memandikan jenazah ayah. Derai air mata menetes di tubuh sosok laki-laki yang merawatku dari kecil hingga sebesar ini. Aku teringat masa-masa kecilku yang selalu di manjakan oleh ayah. Cerita dan menuangkan keluh kesahku semuanya kepada ayah. Namun sekarang yang aku rasakan layaknya hilang arah karena kehilangan sosok yang begitu penting dalam hidupku. Hanya bisa pasrah dengan segala cobaan yang tuhan berikan kepadaku. Sinar mentari menembus kaca-kaca rumahku. Membuatku kembali menangis karena tidak lama lagi jenazah ayah akan di kebumikan. Aku langsung pergi ke kamar agar bisa menangis sepuasnya karena di luar banyak orang. Dari arah belakang ada sesosok teman karibku dari kecil yang mengikutiku masuk ke kamar. Merangkulku dan mencoba menenangkanku sambil menasihatiku. Sudah Sa, yang sabar, kamu pasti kuat kok menjalani segala cobaan ini. Iya, aku mencoba bersabar kok. Ya sudah ayo kita keluar karena sebentar lagi ayah kamu akan di kebumikan. Beberapa orang datang untuk takziah dan juga menyolatkan jenazah ayahku. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh, mengartikan bahwa tiba saatnya ayahku di kebumikan. Ibu yang berada di sampingku menangis tersedu-sedu ketika ayah mau di semayamkan. Tiba-tiba ibu pingsan begitu saja. Semua orang panik langsung mendekati ibuku. Aku berlari ke dalam rumah untuk mengambil minyak telon untuk mengolesi hidung ibu agar cepat sadar. Setelah beberapa saat akhirnya ibu sadar, dan bisa ikut ke prosesi pemakaman ayah. Banyak orang yang ikut mengiringi jenazah ayahku sampai ke liang lahat. Karena semasa hidupnya memang ayahku terkenal dengan pribadi yang baik dan juga ramah kepada orang-orang. Selesainya prosesi pemakaman ayahku, semua orang pergi satu- persatu sedangkan aku masih menangis tersedu-sedu di samping makam ayah. Masih terlalu berat untuk mengikhlaskan kepergian orang yang berarti bagiku. Terdengar suara pak ustadz di belakangku. Nak kamu harus ikhlas atas kepergian ayahmu. Ujar pak Ustadz. Saya belum bisa sepenuhnya ikhlas pak. Kamu harus mencobanya nak, lagian kita juga akan menyusul ayah kamu jadi jangan tenggelam dalam kesedihan. Persiapkan diri kita untuk bertemu ayah kamu di surga nanti. Iya sudah kalau begitu, saya akan mencoba mengiklaskanya pak. Bagus kalau begitu, sekarang kita pulang saja ya nak. Kasian ibu kamu, temani dan di semangati lagi ya nak. Iya pak ustadz. Di sepanjang jalan pulang aku masih menangis tersedu-sedu. Setelah dekat dengan rumah aku mencoba mengusap air mataku dengan lenganku. Mencoba tersenyum kembali meskipun hati ini sedang merasakan kehancuran. Aku langsung berlari memeluk ibu, dan menyemangatinya agar bisa bangkit dan tidak terpuruk lagi. Keluarga dan kerabat yang datang ikut menyemangati aku dan juga ibu. Aku tersadar bahwa aku masih memiliki keluarga dan juga kerabat yang baik dan juga peduli kepadaku. Aku yang melihat ibuku sudah sedikit tenang, melangkahkan kaki ini menuju kamar. Rasah kantuk dan letih sudah tidak dapat aku tahan lagi. Di tambah lagi pusing di kepalaku membuat badanku semakin lemas dan tidak berdaya. Aku merebahkan badan ini agar nanti setelah bangun bisa segar dan bugar lagi. Dalam tidurku aku bermimpi bertemu dengan ayah. Sempat mengobrol di sela-sela obrolan, ayah berpesan kepadaku agar selalu sabar karena aku bakal menghadapi bayak cobaan lagi. Rasa sedikit geram, karena aku harus terbangunkan dari tidurku sebab suara adzan yang begitu keras terdengar di telingaku. Aku hanya berharap agar nanti bisa bertemu dengan ayah lagi, meskipun hanya di dalam mimpi. Aku mencoba membangunkan tubuh ini dari tempat tidurku untuk melaksanakan kewajibanku. Terasa begitu berat dan juga lemas, akan tetapi aku harus tetap kuat menjalani hidup meskipun tanpa kehadiran seorang ayah. Ku langkahkan kaki ini menuju kamar mandi untuk wudhu dan juga sekalian mandi. Tiba-tiba aku terjatuh di depan pintu kamar. Kepalaku kejedot tembok begitu keras sehingga membuatku pingsan.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Menjadi Orang Ke Tiga

read
5.5K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

JANUARI

read
48.9K
bc

Scandal Para Ipar

read
707.9K
bc

Marriage Aggreement

read
87.0K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.7K
bc

TERNODA

read
198.7K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook