Pria Tanpa Identitas
“Kita akan jalan-jalan berkeliling Nature Park. Siapa yang ingin melihat jerapah, burung elang, dan bunga mawar?”
“Aku!” seru anak-anak kecil itu serempak.
Seorang wanita cantik yang memakai topi putih berdiri di depan murid-muridnya. Dia adalah Seanna, ibu guru muda yang mengajar di sekolah Saint Lorenz. Hari ini, Seanna bersama murid-muridnya melakukan perjalanan wisata ke hutan Nature Park. Seanna sangat senang melihat anak didiknya tertawa bahagia, bahkan mereka begitu antusias melihat beraneka macam hewan dan tumbuhan.
“Ayo, kita berbaris dengan rapi. Selalu ikuti Miss Anna dan jangan ada yang keluar dari barisan,” ucap Seanna mengingatkan para siswanya.
Dengan semangat, Seanna memandu murid-muridnya memasuki kawasan hutan wisata Nature Park. Anak-anak yang memakai seragam hitam putih itu pun nampak begitu antusias menyaksikan tingkah laku hewan yang ada di sana. Mereka pun berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Hingga menjelang jam tiga sore, mereka bersiap untuk pulang. RaAnna mengajak seluruh murid berfoto bersama untuk mengabadikan kenangan mereka berwisata hari ini.“Ayo, atur posisi kalian, kita akan berfoto bersama!”
Hingga menjelang jam tiga sore, mereka berfoto bersama sebelum meninggalkan kawasan wisata itu.
“Anak-anak, kita pulang sekarang.”
“Kenapa cepat sekali, Miss? Aku masih ingin jalan-jalan,” keluh Gwen.
“Aku juga mau memberi makan kelinci,” sahut Kate tak ingin kalah.
“Bulan Desember kita akan berkunjung lagi ke sini, asalkan kalian semua rajin belajar," ujar Seanna.
Dengan dibantu oleh Mr. Stanley, Seanna menuntun para murid untuk naik ke atas bus yang akan membawa mereka pulang.
“Anak-anak, jangan saling dorong,” tukas Seanna mengingatkan murid-muridnya.
Seanna menghitung jumlah muridnya. Dia baru sadar bahwa ada satu orang siswa laki-laki yang tidak ada di dalam bus.
“Mr. Stanley, tolong jaga anak-anak di dalam bus. Saya akan mencari Daniel. Dia pasti masih tertinggal di luar.”
“Baik, Miss Anna,” jawab Mr. Stanley menyanggupi.
Seanna keluar dari bus, lalu berlari ke arah hutan untuk mencari Daniel. Muridnya yang satu ini memang hobi menjelajahi tempat baru, sehingga sering terpisah dari teman-temannya.
“Daniel, dimana kamu?!” teriak Seanna seraya menyusuri hutan. Dia khawatir bila terjadi sesuatu yang buruk pada Daniel.
“Daniel!” seru Seanna lagi.
Sedikit panik, Seanna menyusuri setiap sudut hutan hingga sampai ke tepian. Ketika dia hampir mendekati tebing, terdengar suara anak kecil memanggilnya.
“Miss Anna, aku ada disini!”
Sontak Seanna berlari untuk mencari arah suara tersebut. Hatinya begitu lega ketika mendapati Daniel berdiri di depan pohon oak yang besar.
“Daniel, kenapa kamu tidak mengikuti teman-temanmu? Ini waktunya kita pulang. Lain kali jangan menghilang seperti ini,” tegur Seanna seraya memeluk Daniel.
“Maaf, Miss, aku berada di sini karena ingin menolong paman yang pingsan itu. Dia tidak bangun dari tadi,” tunjuk Daniel.
Sontak, Seanna menoleh ke arah yang ditunjukkan Daniel. Ia terkejut dengan pemandangan tak biasa yang ada di hadapannya. Seorang pria dengan setelan jas abu-abu tergeletak di dekat tebing dalam kondisi tak sadarkan diri.
“Daniel, kamu tunggu di sini saja. Miss Anna yang akan memeriksa paman itu.”
Seanna bergerak perlahan mendekati pria asing tersebut. Di dahinya terdapat luka berdarah, begitu pula dengan tangan dan kakinya. Sepertinya lelaki ini baru saja mengalami musibah kecelakaan. Seanna lantas memegang tangan pria itu untuk memeriksa denyut nadinya. Ternyata pria ini masih hidup dan bernapas meskipun kedua matanya terpejam rapat.
Seanna memberanikan diri untuk merogoh saku pria itu demi menemukan identitasnya. Namun, ia tidak menemukan dompet maupun kartu pengenal.
“Miss Anna, kita harus membawa paman ini ke rumah sakit,” cetus Daniel.
“Miss akan antarkan kamu dulu ke bus, lalu Miss akan menolong paman ini.”
Dengan tergesa-gesa, Seanna menggendong Daniel dan membawanya ke dalam bus.
“Ada apa, Miss Anna?” tanya Mr. Stanley melihat wajah bingung Seanna.
“Daniel menemukan seorang pria yang pingsan di hutan, Mr. Stanley. Sepertinya dia korban kecelakaan.”
“Apa Miss Anna tahu siapa dia?”
“Saya tidak menemukan kartu pengenalnya, tetapi kita harus membawanya ke rumah sakit,” jelas Seanna.
“Kalau begitu saya akan menelpon ambulance, Miss Anna,” cetus Mr. Stanley berinisiatif memberikan bantuan.
“Terima kasih. Setelah ini Mr. Stanley pulang saja bersama anak-anak ke sekolah, biar saya yang mengurus pria itu sampai ambulance datang.”
Dahi Mr. Stanley berkerut dalam. Pria berkaca mata itu merasa khawatir meninggalkan Seanna sendirian di hutan. Pasalnya, Seanna adalah wanita yang sangat menarik dan rawan diganggu oleh para p****************g.
“Benar tidak apa-apa Miss Anna sendirian?”
“Iya, Mr. Stanley, saya akan baik-baik saja.”
Rekan kerja Seanna itu akhirnya setuju untuk mendampingi murid-muridnya pulang. Sebelum bus mereka berlalu, Mr. Stanley dan para murid melambaikan tangan kepada Seanna. Mereka berharap sang guru yang berhati mulia ini dapat segera menyusul mereka ke sekolah.
Sementara Seanna kembali ke tempat pria asing tadi pingsan. Hatinya merasa iba melihat kondisi pria yang terkulai tak berdaya itu.
‘Akan kucoba mencari identitasnya lagi. Bagaimanapun aku harus memberikan kabar kepada keluarganya,’ gumam Seanna.
Seanna berjalan mengelilingi sekitar lokasi untuk mencari petunjuk, tetapi hasilnya nihil. Akhirnya, wanita cantik itu memilih untuk menunggu sampai ambulance datang untuk membawa pria itu. Ia sendiri ikut serta di dalam ambulance untuk memastikan sang pria misterius mendapatkan penanganan dari pihak rumah sakit.
Setibanya di rumah sakit, pria asing yang tak sadarkan diri itu dilarikan ke ruang IGD, sedangkan Seanna menunggu di luar. Dia ingin tahu apa hasil pemeriksaan dokter, sekaligus memastikan pria itu selamat dari maut.
Cukup lama Seanna menanti di depan ruang IGD, hingga sang dokter keluar untuk menemuinya.
“Bagaimana kondisinya, Dok?” tanya Seanna cemas.
“Bagian belakang kepalanya luka, Nona. Saya tidak tahu apakah dia mengalami gegar otak atau tidak karena itu butuh pemeriksaan lebih lanjut. Namun, pasien beruntung karena tidak ada tulangnya yang patah. Dia hanya mengalami luka lecet di bagian tangan dan kaki,” terang sang dokter.
“Terima kasih, Dok. Apa saya boleh menemuinya?”
“Tentu saja, Nona. Sebentar lagi dia akan sadar.”
Ketika dokter dan perawat telah pergi, Seanna masuk ke ruang IGD. Ia melihat pria itu masih setia dalam tidur panjangnya.
Sambil menunggu, Seanna mengecek ponsel untuk mengetahui apakah murid-muridnya sudah tiba di sekolah. Namun tiba-tiba, ia mendengar suara rintihan dari brankar pasien. Ternyata pria tanpa identitas itu telah membuka kelopak matanya. Dengan ekspresi bingung, pria itu mengerjap-ngerjapkan matanya yang memiliki iris sebiru samudera.
“Syukurlah, Tuan akhirnya sadar,” ucap Seanna lega.
Pria itu tak lantas menjawab. Dia malah memindai setiap sisi wajah Seanna dengan seksama, seolah-olah sedang memastikan sesuatu. Selang beberapa detik, pria itu tiba-tiba menggenggam tangan kanan Seanna.
“Angel,” gumam pria itu lirih.