bc

Manakib Habib Abubakar Assegaf Gresik

book_age18+
4
IKUTI
1K
BACA
spiritual
like
intro-logo
Uraian

Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf Gresik

Wali Quthb Yang Menghadirkan Cinta Illahi

Habib Abu Bakar bin Muhammad bin Umar bin Abu Bakar bin Al-Habib Umar bin Segaf as-Segaf adalah seorang imam di lembah Al-Ahqof. Garis keturunannya yang suci ini terus bersambung kepada ulama dari sesamanya hingga bermuara kepada pemuka orang-orang terdahulu, sekarang dan yang akan datang, seorang kekasih nan mulia Nabi Muhammad S.A.W .

Habib Abu Bakar terlahir di kampung Besuki (salah satu wilayah di kawasan Jawa Timur) tahun 1285 H. Ayahnya wafat di kota Gresik, sementara ia masih berumur kanak-kanak. Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Segaf tumbuh besar dalam asuhan dan penjagaan yang sempurna. Cahaya kebaikan dan kewalian telah tampak dan terpancar dari kerut-kerut wajahnya, sampai-sampai di usianya ke-3 tahun mampu mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi pada dirinya. Semua itu tak lain karena power (kekuatan) dan kejernihan rohaninya, serta kesiapannya untuk menerima curahan anugerah dan Fath (pembuka tabir hati) darinya.

Tahun 1293 H., atas permintaan neneknya yang sholehah Fatimah binti Abdullah (Ibunda ayahnya), ia merantau ditemani oleh al-Mukaram Muhammad Bazamul ke Hadramaut meninggalkan tanah kelahirannya, Jawa. Di kala Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Segaf akan sampai di kota Sewun, ia di sambut di perbatasan kota oleh paman sekaligus gurunya yakni Habib Abdullah bin Umar berikut para kerabat.

Dan yang pertama kali dilantunkan oleh sang paman bait qosidah Habib al-Arifbillah Syeh bin Umar bin Segaf seorang yang paling alim di kala itu dan menjadi kebanggaan pada jamannya. Dan ketika telah sampai ia dicium dan dipeluk oleh pamannya. Tak elak menahan kegembiraan atas kedatangan sang keponakan dan melihat raut wajahnya yang memancarkan cahaya kewalian dan kebaikan berderailah air mata kebahagiaan sang paman membasahi pipinya.

Hati para kaum arifin memiliki ketajaman pandang. Mampu melihat apa yang tak kuasa dilihat oleh pemandang. Perhatian dan didikan sang paman telah membuahkan hasil yang baik pada diri sang keponakan. Ia belajar kepada sang paman Habib Abdullah bin Umar ilmu fiqh dan tasawuf, sang paman pun suka membangunkannya pada akhir malam ketika masih berusia kanak-kanak guna menunaikan shalat tahajjud bersama-sama, Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf mempunyai hubungan yang sangat kuat dalam menimba ilmu dari para ulama dan pemuka kota Hadramaut. Mereka (para ulama) telah mencurahkan perhatiannya pada Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf.

Maka Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf banyak menerima dan memperoleh ijazah dari mereka. Diantara para ulama terkemuka Hadramaut yang mencurahkan perhatian kepadanya, adalah Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, (seorang guru yang sepenuhnya mencurahkan perhatiannya kepada Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf).

Habib Ali bin Muhammad Alhabsyi telah menaruh perhatian kepada Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf semenjak masih berdomisili di Jawa sebelum meninggalkannya menuju Hadramaut.

Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi berkata kepada salah seorang murid seniornya, “Perhatikanlah! Mereka bertiga adalah para wali, nama, haliyah, dan maqom (kedudukan) mereka sama. Yang pertama adalah penuntunku nanti di alam barzakh, ia adalah Quthbul Mala Habib Abu Bakar bin Abdullah Al-Aidrus, yang kedua, aku melihatnya ketika engkau masih kecil ia adalah Habib Al-Ghoust Abu Bakar bin Abdullah al-Atthos, dan yang ketiga engkau akan melihat sendiri nanti di akhir dari umurmu.”

chap-preview
Pratinjau gratis
Manakib Habib Abubakar Gresik (Maqam, Karomah,Ijazah dan Kalam Salaf Lengkap)
Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf Gresik Wali Quthb Yang Menghadirkan Cinta Illahi Habib Abu Bakar bin Muhammad bin Umar bin Abu Bakar bin Al-Habib Umar bin Segaf as-Segaf adalah seorang imam di lembah Al-Ahqof. Garis keturunannya yang suci ini terus bersambung kepada ulama dari sesamanya hingga bermuara kepada pemuka orang-orang terdahulu, sekarang dan yang akan datang, seorang kekasih nan mulia Nabi Muhammad S.A.W . Habib Abu Bakar terlahir di kampung Besuki (salah satu wilayah di kawasan Jawa Timur) tahun 1285 H. Ayahnya wafat di kota Gresik, sementara ia masih berumur kanak-kanak. Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Segaf tumbuh besar dalam asuhan dan penjagaan yang sempurna. Cahaya kebaikan dan kewalian telah tampak dan terpancar dari kerut-kerut wajahnya, sampai-sampai di usianya ke-3 tahun mampu mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi pada dirinya. Semua itu tak lain karena power (kekuatan) dan kejernihan rohaninya, serta kesiapannya untuk menerima curahan anugerah dan Fath (pembuka tabir hati) darinya. Tahun 1293 H., atas permintaan neneknya yang sholehah Fatimah binti Abdullah (Ibunda ayahnya), ia merantau ditemani oleh al-Mukaram Muhammad Bazamul ke Hadramaut meninggalkan tanah kelahirannya, Jawa. Di kala Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Segaf akan sampai di kota Sewun, ia di sambut di perbatasan kota oleh paman sekaligus gurunya yakni Habib Abdullah bin Umar berikut para kerabat. Dan yang pertama kali dilantunkan oleh sang paman bait qosidah Habib al-Arifbillah Syeh bin Umar bin Segaf seorang yang paling alim di kala itu dan menjadi kebanggaan pada jamannya. Dan ketika telah sampai ia dicium dan dipeluk oleh pamannya. Tak elak menahan kegembiraan atas kedatangan sang keponakan dan melihat raut wajahnya yang memancarkan cahaya kewalian dan kebaikan berderailah air mata kebahagiaan sang paman membasahi pipinya. Hati para kaum arifin memiliki ketajaman pandang. Mampu melihat apa yang tak kuasa dilihat oleh pemandang. Perhatian dan didikan sang paman telah membuahkan hasil yang baik pada diri sang keponakan. Ia belajar kepada sang paman Habib Abdullah bin Umar ilmu fiqh dan tasawuf, sang paman pun suka membangunkannya pada akhir malam ketika masih berusia kanak-kanak guna menunaikan shalat tahajjud bersama-sama, Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf mempunyai hubungan yang sangat kuat dalam menimba ilmu dari para ulama dan pemuka kota Hadramaut. Mereka (para ulama) telah mencurahkan perhatiannya pada Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf. Maka Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf banyak menerima dan memperoleh ijazah dari mereka. Diantara para ulama terkemuka Hadramaut yang mencurahkan perhatian kepadanya, adalah Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, (seorang guru yang sepenuhnya mencurahkan perhatiannya kepada Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf). Habib Ali bin Muhammad Alhabsyi telah menaruh perhatian kepada Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf semenjak masih berdomisili di Jawa sebelum meninggalkannya menuju Hadramaut. Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi berkata kepada salah seorang murid seniornya, “Perhatikanlah! Mereka bertiga adalah para wali, nama, haliyah, dan maqom (kedudukan) mereka sama. Yang pertama adalah penuntunku nanti di alam barzakh, ia adalah Quthbul Mala Habib Abu Bakar bin Abdullah Al-Aidrus, yang kedua, aku melihatnya ketika engkau masih kecil ia adalah Habib Al-Ghoust Abu Bakar bin Abdullah al-Atthos, dan yang ketiga engkau akan melihat sendiri nanti di akhir dari umurmu.” Tatkala memasuki tahun terakhir dari umurnya, ia bermimpi melihat Rosulullah S.A.W. sebanyak lima kali berturut-turut selama lima malam, sementara setiap kali dalam mimpinya Rasulullah S.A.W. mengatakan kepadanya (orang yang bermimpi) : “ Lihatlah di sampingmu, ada cucuku yang sholeh Abu Bakar bin Muhammad Assegaf " ! Sebelumnya orang yang bermimpi tersebut tidak mengenal Habib Abu Bakar Assegaf kecuali setelah dikenalkan oleh Baginda Rasul Al-Musthofa S.A.W. didalam mimpinya. Lantas ia teringat akan ucapan Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi dimana beliau pernah berkata “Mereka bertiga adalah para wali, nama dan kedudukan mereka sama “. Setelah itu ia (orang yang bermimpi) menceritakan mimpinya kepada Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf dan tidak lama kemudian ia meninggal dunia.Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf mendapat perhatian khusus dan pengawasan yang istimewa dari gurunya Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi sampai-sampai Habib Ali sendiri yang meminangkan dan sekaligus menikahkannya. Selanjutnya (diantara para masyayikhnya) adalah Habib Abdullah bin Umar Assegaf sebagai syaikhuttarbiyah, Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi sebagai syaikhut taslik, juga Habib Abdul Qadir bin Ahmad bin Quthban sebagai syaikhul fath. Guru yang terakhir ini sering memberi berita gembira kepadanya, ”Engkau adalah pewaris haliyah kakekmu Habib Umar bin Segaf.” Sekian banyak para ulama para wali dan para kaum sholihin Hadramaut baik itu yang berasal dari Sewun, Tarim dan lain-lain yang menjadi guru Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, seperti Habib Muhammad bin Ali Assegaf, Habib Idrus bin Umar al-Habsyi, Habib Ahmad bin Hasan al-Atthas, Habib Abdurrahman Al-Masyhur, juga puteranya Habib Ali bin Abdurrahman Al-Masyhur, dan juga Habib Syekh bin Idrus Al-Idrus dan masih banyak lagi guru-guru yang lainnya. Pada tahun 1302 H, ditemani oleh Habib Alwi bin Segaf Assegaf , Habib Abu Bakar Assegaf pulang ketanah kelahirannya (Jawa) tepatnya di kampung Besuki. Selanjutnya pada tahun 1305 H, ketika itu berumur 20 tahun beliau pindah ke kota Gresik sambil terus menimba ilmu dan meminta ijazah dari para ulama yang menjadi sinar penerang negeri pertiwi Indonesia, sebut saja Habib Abdullah bin Muhsin Al-Atthas, Habib Abdullah bin Ali Al-Haddad, Habib Ahmad bin Abdullah Al-Atthas, Habib Abu Bakar bin Umar bin Yahya, Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi, Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdlar, dan lain sebagainya. Kemudian pada tahun 1321 H, tepatnya pada hari jum'at ketika sang khatib berdiri diatas mimbar beliau mendapat ilham dari Allah S.W.T. bergeming dalam hatinya untuk mengasingkan diri dari manusia semuanya. Terbukalah hatinya untuk melakukannya, seketika setelah bergeming ia keluar dari masjid jami’ menuju rumah kediamannya. Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf ber-uzlah atau khalwat (mengasingkan diri) dari manusia selama lima belas tahun bersimpuh dihadapan Ilahi Rabbi. Dan tatkala tiba saat Allah mengizinkan ia untuk keluar dari khalwatnya, gurunya Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi mendatanginya dan memberi isyarat kepadanya untuk mengakhiri masa khalwatnya, Habib Muhammad Al-Habsyi berkata : “Selama tiga hari kami bertawajjuh dan memohon kepada Allah agar Abu Bakar bin Muhammad Assegaf keluar dari khalwatnya", lantas ia menggandeng Habib Abu Bakar Assegaf dan mengeluarkannya dari khalwatnya. Kemudian masih ditemani Habib Muhammad Al-Habsyi menziarahi Habib Alawi bin Muhammad Hasyim, setelah itu meluncur ke kota Surabaya menuju ke kediaman Habib Abdullah bin Umar Assegaf. Sambil menunjuk kepada Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi memproklamirkan kepada para hadirin “ Ini Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf termasuk mutiara berharga dari simpanan keluarga Ba’Alawi, kami membukanya agar bisa menularkan manfaat bagi seluruh manusia”. Setelah itu ia membuka majlis ta'lim dirumahnya, ia menjadi pengayom bagi mereka yang berziarah juga sebagai sentral (tempat rujukan) bagi semua golongan diseluruh penjuru, siapa pun yang mempunyai maksud kepadanya dengan dasar husnudz dzan niscaya ia akan meraih keinginannya dalam waktu yang relatif singkat. Di rumahnya sendiri, Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf telah menghatamkan kitab Ihya’ Ulumuddin lebih dari 40 kali.Pada setiap kali hatam ia selalu menghidangkan jamuan yang istimewa. Habib Abu Bakar Assegaf betul-betul memiliki ghirah (antusias) yang besar dalam menapaki aktivitas dan akhlaq para aslaf (pendahulunya), terbukti dengan dibacanya dalam majlisnya sejarah dan kitab-kitab buah karya para aslafnya. Adapun maqom (kedudukan) Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, telah mencapai tingkat Shiddiqiyah Kubro. Hal itu telah diakui dan mendapat legitimasi dari mereka yang hidup sezaman dengannya. Berikut ini beberapa komentar dari mereka. Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar berkata : ”Demi fajar dan malam yang sepuluh dan yang genap dan yang ganjil. Sungguh al Akh Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah mutiara keluarga Segaf yang terus menggelinding (maqomnya) bahkan membumbung tinggi menyusul maqom-maqom para aslafnya.” Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad berkata :”Sesungguhnya Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah seorang Quthb al Ghaust juga sebagai tempat turunnya pandangan (rahmat) Allah SWT.” Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi pernah berkata di rumah Habib Abu Bakar Assegaf dikala ia membubuhkan tali ukhuwah antaranya dengan Habib Abu Bakar Assegaf, pertemuan yang diwarnai dengan derai air mata. Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi berkata kepada para hadirin ketika itu : “Lihatlah kepada saudaraku fillah Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf. Lihatlah ia..! Maka melihat kepadanya termasuk ibadah.” Habib Husein bin Muhammad Al-Haddad berkata :”Sesungguhnya Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah seorang khalifah. Ia adalah penguasa saat ini, ia telah berada pada Maqom As Syuhud yang mampu menyaksikan (mengetahui) hakekat dari segala sesuatu. Ia berhak untuk dikatakan “Dia hanyalah seorang hamba yang kami berikan kepadanya (sebagai nikmat).” Karamat Habib Menurut Guru Sekumpul, ada 3 orang auliya Allah yang nama dan maqomnya sama yaitu, Habib Abu Bakar bin Abdullah Alaydrus, Habib Abu Bakar bin Abdullah Al-Atthos, Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf Gresik. Ada cerita sangat menakjubkan tentang beliau. Saat semua penduduk Kota Gresik sepi karena hendak mensholati jenazah beliau, ada seorang bapak membeli daging kambing di Pasar Gresik. Kemudian bapak itu bertanya kepada penjual daging, ”Pak, mengapa pasar ini sepi? Dan engkau terlihat tergesa-gesa.” “Itu Pak, Habib Abu Bakar wafat, sekarang waktunya mensholatkan beliau, ayo ke sana,” jawab penjual daging itu. Si bapak pembeli daging langsung berangkat ke Masjid Jami’ untuk ikut serta mensholati beliau. Sambil membawa “bungkusan daging”. Selesai sholat, saat akan diangkat jenazah beliau untuk dimakamkan, terlihat sama sekali tidak terangkat dan para jamaah ratusan ribu heran. Alhamdulillah, putra dan dzurriyah Habib Abu Bakar ingat bahwa Habib senang dibacakan Sholawat Nabi ﷺ . Ribuan pelayat bersama membaca sholawat Nabi ﷺ . Subhanallah! Jenazah beliau naik ke atas dan berjalan sendiri tanpa ada yang mengangkat. Yang mengherankan lagi, bapak yang ikut mensholatkan beliau itu pulang dan daging yang dibeli di pasar dimasak tidak bisa matang dan digoreng pun tak bisa. Si Bapak ini kemudian menangis menceritakan kejadian daging itu. Para ulama santri Habib Abu Bakar bercerita bahwa: “Habib Abu Bakar pernah dawuh: ‘Barang siapa yang kelak ikut menyolati jenazahku, maka aku doakan dia tidak terkena panasnya api neraka dan api dunia.” Si bapak menangis tersedu. Tak menyangka daging yang ikut jadi saksi mensholati habib Abu Bakar tidak bisa terkena api dunia. *** Suatu hari Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi Shohibul Maulid Simthud Dhuror berkata : “Kelak akan ada seorang muridku yang memiliki kekeramatan sama denganku namanya adalah Abu Bakar Assegaf." Akhirnya diketahui ternyata beliau adalah Sayyidina Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf wali quthub, asal Gresik. Dikatakan bahwa maqom (kedudukan) Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf telah mencapai tingkat Shiddiqiyah Kubro. Maqom puncak di mana tidak ada lagi maqom di atasnya kecuali kenabian. Hal itu telah diakui oleh para wali yang hidup sezaman dengan beliau. Al-Imam Al-Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar berkata : “Demi fajar dan malam yang sepuluh dan yang genap dan yang ganjil. Sungguh Al-Akh Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah mutiara keluarga Segaf yang terus menggelinding (maqomnya) bahkan membumbung tinggi menyusul maqom-maqom para aslafnya (leluhurnya)." Al Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad berkata : “Sesungguhnya Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah seorang Quthb Al-Ghaust juga sebagai tempat turunnya pandangan (rahmat) ALLAH SWT." Al-Arif Billah Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi pernah berkata di rumah Al-Habib Abu Bakar Assegaf di kala beliau membubuhkan tali ukhuwah antara beliau dengan Al-Habib Abu Bakar Assegaf, pertemuan yang diwarnai dengan derai air mata. Habib Ali berkata kepada para hadirin ketika itu: "Habib Abu Bakar ini adalah Raja Lebah (Rajanya para Wali di zamannya). Beliau adalah saudaraku di jalan ALLAH. Pandanglah beliau, karena memandang beliau adalah Ibadah." Al-Habib Husain bin Muhammad al-Haddad berkata : “Sesungguhnya Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah seorang khalifah. Beliau adalah penguasa saat ini, beliau adalah Pemimpin Para Wali di masanya, beliau telah berada pada Maqom As-Syuhud yang mampu menyaksikan (mengetahui) hakekat dari segala sesuatu." Di antara ucapan Al Quthb Al-Habib Abu Bakar Assegaf adalah : "Jika seorang wali meninggal, mereka pasti mengangkat seseorang untuk menggantikannya, mewarisi hal (keadaan)nya dan menduduki kedudukannya. Jika pengganti yang terpilih belum memiliki kemampuan itu untuk menerima hal tersebut, mereka menitipkan hal tersebut kepada salah seorang wali sebagai wakil sampai sang pengganti mampu untuk membawa sirr tersebut Kadang-kadang Allah mengujinya dengan menggerakkan lisan masyarakat yang mengganggu harga dirinya, mencela dan menyakitinya sehingga keadaannya menjadi sempurna dan menjadi mampu membawa sirr tersebut. Saat itulah mereka berikan warisannya.” Diriwayatkan bahwa beliau mengalami suatu penyakit yg parah hingga tampak bekas hitam di d**a beliau. Hal ini dikarenakan beliau adalah Penyandang Bala' bagi umat manusia. Beliau berkata, “Apa yang kalian lihat menimpa diriku sebenarnya bukanlah musibah, itu adalah kenikmatan di atas kenikmatan, aku merasakan kesenangan dan kelezatan dengannya. Sedangkan rintihan, keluhan yang kalian dengar dariku hanyalah sesuatu yang manusiawi, pengakuan atas kelemahanku dan kebutuhanku kepada Allah SWT. Sekarang aku menikmati dua kesenangan. Nikmat sabar dan syukur” Beliau juga berkata, “Saat aku sakit, Al-Musthofa SAW datang menjengukku dan aku dalam keadaan sadar (yaqodhoh). Aku berpelukan dengan Beliau SAW di tempat ini (sambil menunjuk tempat yang biasa beliau duduki). Sayidina Al-Faqih Al-Muqoddam juga pernah datang ke tempat ini setelah sholat Ashar dan aku dalam keadaan terjaga. Aku sedang duduk di atas sajadah, tiba-tiba Sayidina Al-Faqih Al-Muqoddam datang diapit dua orang lain. Salah seorang di antara mereka berkata :“Kenalkah kau orang ini?” Katanya seraya menunjuk orang yang di tengah. “Tidak,” Jawabku. “Beliau adalah kakekmu, Sayidina Al-Faqih Al-Muqoddam,” Kata orang itu. Para auliya’ bersepakat bahwa Maqom Ijtima’ (bertemu) dengan Nabi SAW dalam waktu terjaga, adalah sebuah maqam yang melampaui seluruh maqom yang lain. Hal ini tidak lain adalah buah dari mutaba'ah dzohir batin beliau terhadap sunnah-sunnah Nabi SAW. Beliau juga pernah berkata, “Aku adalah Ahluddarak, barang siapa yang memohon pertolongan ALLAH melaluiku, maka dengan izin ALLAH aku akan membantunya, barang siapa yang berada dalam kesulitan lalu memanggil-manggil namaku maka aku akan segera hadir di sisinya dengan izin ALLAH. Kalam salaf Buah kumpulan nasihat beliau yang ditulis oleh Al-Habib Salim bin Muhammad bin Aqil dalam suatu majelis di kota Surabaya (Jum’at 7 Rajab 1368 Hijri) beliau berkata tentang hati sebagai sumber pandangan Allah: “Ketahuilah bahwa Allah SWT akan memberikan kepada hamba-Nya segala apa yang dipanjatkan sesuai dengan niatnya. Niscaya Allah akan mendatangkan segala nikmat-Nya di muka dunia, dengan cara terlebih dahulu Dia titipkan di dalam hati hamba-Nya yang berhati bersih. Untuk itu kemudian dibagi-bagikan kepada hambaNya yang lain. Amal seorang hamba tidak akan naik dan diterima oleh Allah SWT kecuali dari hati yang bersih. Ketahuilah wahai saudaraku, seorang hamba belum dikatakan sebagai hamba Allah yang sejati jika belum membersihkan hatinya!” Dalam kesempatan lain pada Jum’at berikutnya di kediaman salah satu Habib di Gresik, ada suatu majlis yang dihadiri banyak orang dari dalam dan luar kota. Beliau memberikan taushiyah: “Ketahuilah wahai saudara-saudaraku hati yang ada di dalam ini (sambil menunjuk ke d**a beliau) seperti rumah, jika dihuni oleh orang yang pandai merawatnya dengan baik, maka akan tampak nyaman dan hidup, namun jika tidak dihuni atau dihuni oleh orang yang tidak dapat merawatnya maka rumah itu akan rusak dan tak terawat. Dzikir dan ketaatan kepada Allah SWT merupakan penghuni hati sedangkan kelalaian dan maksiat adalah perusak hati !” Di kesempatan lain pula, nasihat beliau yang ditulis oleh Al-Habib Muhammad bin Hud Assegaf, dalam sebuah majlis di Surabaya yang dihadiri oleh para tokoh ulama di antaranya Habib Abdul Qodir bin Hadi Assegaf yang membacakan nasihat dan kalam Habib ‘Ali bin Muhammad Al-Habsyi tentang “Rahasia di dalam Majilis-Majlis yang Mulia”. Kemudian Habib Abu Bakar menegaskan: “Wahai saudara-saudaraku, dengarkanlah, apa yang dikatakan Habib ‘Ali! Beliau meminta kepada kita untuk selalu meluangkan waktu menghadiri majlis-majlis semacam ini! Ketahuilah bahwa menghadiri suatu majlis yang mulia akan dapat menghantarkan kita pada suatu derajat yang tidak dapat dicapai oleh banyaknya amal kebajikan yang lain.” Kemudian beliau menambahkan: “Simaklah apa yang dikatakan guruku tadi! Di zaman ini , hanya sedikit orang yang menunjukkan adab luhur dalam majlis. Jika ada seseorang yang datang, mereka berdiri dan bersalaman atau menghentikan bacaan, padahal orang itu datang ke majlis tersebut tidak lain untuk mendengarkan. Oleh karenanya, banyak aku jumpai orang di zaman ini jika datang seseorang, mereka berkata, “silahkan kemari” dan yang lain mengatakan juga “silahkan kemari” sedang orang yang duduk di samping mengipasinya.” “Gerakan-gerakan dan kegaduhan yang mereka timbulkan menghapus keberkahan majlis itu sendiri. Keberkahan majlis bisa diharapkan apabila yang hadir beradab dan duduk di tempat yang mudah mereka capai. Jadi keberkahan majlis itu pada intinya adalah adab, sedangkan adab dan pengagungan itu letaknya di hati. Oleh karena itu, wahai saudara-saudaraku! Aku anjurkan kepada kalian, hadirilah majlis-majlis khoir (kebaikan). Ajaklah anak-anak kalian ke sana dan biasakan mereka untuk mendatanginya agar mereka menjadi anak-anak yang terdidik baik, lewat majlis-majlis yang baik pula!” Pada kesempatan lain beliau menasihatkan tentang tarbiyah pendidikan kepada anak-anak: “Saat-saat ini aku jarang melihat santri-santri atau murid-murid madrasah yang menghargai ilmu. Banyak aku lihat mereka membawa mushaf atau kitab-kitab ilmu yang lain dengan cara tidak menghormatinya, menenteng atau membawa di belakang punggungnya. Lebih dari itu mereka mendatangi tempat-tempat pendidikan yang tidak mengajarkan kepada anak-anak kita untuk mencintai ilmu tapi mencintai nilai semata-mata. Mereka diajarkan pemikiran para filosof dan budaya pemikiran-pemikaran orang Yahudi dan Nasrani. ”Apa yang akan terjadi pada generasi remaja masa kini? Ini tentu adalah tanggung-jawab bersama. Al-Habib ‘Ali pernah merasakan kekecewaan yang sama seperti yang aku rasa. Padahal di zaman beliau aku melihat kota Sewun dan Tarim sangat makmur, bahkan negeri Hadramaut dipenuhi dengan para penuntut ilmu yang beradab, berakhlaq, menghargai ilmu dan orang ‘alim. Bagaimana jika beliau mendapati anak-anak kita di sini yang tidak menghargai ilmu dan para ulama? Niscaya beliau akan menangis dengan air mata darah. Aku akan meletakkan pada penuntut ilmu di atas kepalaku dan jika aku bertemu murid yang membawa bukunya dengan rasa adab, ingin rasanya aku mencium kedua matanya.” Kemudian Al-Habib Abu Bakar melanjutkan nasihatnya: “Aku teringat pada suatu kalam seorang saleh yang mengatakan ‘Tidak ada yang menyebabkan manusia rugi, kecuali keengganan mereka mengkaji buku-buku sejarah kehidupan kaum sholihin dan berkiblat pada buku-buku modern dengan pola pikir moderat’. Wahai saudara-saudaraku! Ikutilah jalan orang-orang tua kita yang sholihin sebab mereka adalah orang-orang suci yang beramal ikhlas. Ketahuilah, salaf kita tidak menyukai ilmu kecuali yang dapat membuahkan amal sholeh. Aku teringat pada suatu untaian mutiara nasihat Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-Atas yang mengatakan: ‘Ilmu adalah alat meskipun ilmu itu baik (hasan), tapi hanyalah alat bukan tujuan, oleh karenanya ilmu harus diiringi adab, akhlaq dan niat-niat yang sholeh. Ilmu demikianlah yang dapat mengantarkan seseorang kepada maqam-maqam yang tinggi.” Begitu agung nasihat dan kisah hikmah insan mulia itu, namun tulisan ini menimbulkan tanda tanya besar. Akankah kita sebagai pengagum Al-Habib Abu Bakar Assegaf ini hanya mengenangnya (sebagai bagian dari episode sejarah) saja tanpa mau berusaha untuk meneladaninya? Jika “ya” adalah jawabannya, maka kita adalah umat yang hakikatnya berjalan tanpa arah! Semoga bermanfaat. (Alwi ‘Ali Al-Habsyi)* Ijazah Dalam acara rutinan rauhah 3 Jumadal Ula, 1355 H. Pada acara rauhah di Kediaman beliau di Gresik, al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf menuntun orang-orang yang hadir di acara tersebut dengan kalimat jalalah berikut ini: لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ اَلْمَوْجُودْ فِيْ كُلِّ زَمَانْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ اَلْمَعْبُودْ فِيْ كُلِّ مَكَانْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ اَلْمَذْكُورْ بِكُلِّ لِسَانْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ اَلْمَعْرُوفْ بِاْلاِحْسَانْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِى شَأْن لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ اَلْأَمَانْ اَلْأَمَانْ مِنْ زَوَالِ الْاِيْمَانْ وَمِنْ فِتْنَةِ الشَّيْطَانْ، يَا قَدِيْمَ الْاِحْسَانْ كَمْ لَكَ عَلَيْنَا مِنْ إِحْسَانْ، اِحْسَانُكَ الْقَدِيمْ ,يَا حَنَّانْ يَا مَنَّانْ، يَا رَحِيمُ يَا رَحْمنْ, يَا غَفُورُ يَا غَفَّارْ، اِغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينْ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَاَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ. Setelah beliau menuntun hadirin dengan dzikir di atas beliau bercerita: ”Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang sholeh dia adalah al-Qodhi Abdullah al-Baghdadiy. Dia berkata : “Aku pernah melihat Nabi Muhammad shalallahu a'laihi wa sallam di dalam mimpi dan beliau terlihat pucat sekali lalu aku berkata kepada Nabi Muhammad shalallahu a'laihi wa sallam : “Kenapa engkau wahai Nabi, wajah engkau pucat sekali ?” Lalu Nabi Muhammad shalallahu a'laihi wa sallam menjawab : “Di malam ini telah meninggal 1.500 orang dari ummat-KU, dua dari mereka meninggal dalam keadaan iman dan sisanya meninggal tanpa membawa iman (su’ul khotimah).” Aku berkata lagi kepada Nabi Muhammad shalallahu a'laihi wa sallam : “lalu apa kiat-kiat dari engkau untuk orang-orang yang bermaksiat agar mereka meninggal dengan membawa iman?” Nabi Muhammad shalallahu a'laihi wa sallam berkata: “Ambilah kertas ini dan baca shalallahu a'laihi wa sallam, siapa orang membacanya dan membawanya lalu dia memindah dari satu tempat ke tempat yang lain ( menyebarkan dan mengajarkan ) maka termasuk dari golongan-KU dan akan meninggal dalam keadaan membawa iman, akan tetapi siapa orang yang telah mendengarkannya dan dia tidak membacanya, tidak menyebarkannya maka dia lepas dari aku dan akupun lepas darinya.” Seketika itu aku langsung terbangun dari tidurku dan aku lihat kertas tersebut yang telah ada di genggamanku ternyata di dalamnya berisi tulisan yang penuh barokah, tulisan tersebut adalah : بسم الله الرحمن الرحيم لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ اَلْمَوْجُودْ فِيْ كُلِّ زَمَانْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ اَلْمَعْبُودْ فِيْ كُلِّ مَكَانْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ اَلْمَذْكُورْ بِكُلِّ لِسَانْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ اَلْمَعْرُوفْ بِاْلاِحْسَانْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِى شَأْن لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ اَلْأَمَانْ اَلْأَمَانْ مِنْ زَوَالِ الْاِيْمَانْ وَمِنْ فِتْنَةِ الشَّيْطَانْ، يَا قَدِيْمَ الْاِحْسَانْ كَمْ لَكَ عَلَيْنَا مِنْ إِحْسَانْ، اِحْسَانُكَ الْقَدِيمْ ,يَا حَنَّانْ يَا مَنَّانْ، يَا رَحِيمُ يَا رَحْمَانْ, يَا غَفُورُ يَا غَفَّارْ، اِغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينْ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَاَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ. Berkah beliau semoga kita dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang husnul khotimah dan kelak dikumpulkan bersama sayyidi ahlil jannah Rasulullah shalallahu alaihi wa Wasallam. Di saat terakhir hayatnya Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf melakukan puasa selama 15 hari, setelah itu ia wafat pada tahun 1376 H. dalam usia 91 tahun, dimakamkan di pemakaman Masjid Jami’ Alun-Alun, Greasik, Jawa Timur. (*) Aji Setiawan Simpedes BRI 372001029009535

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

TETANGGA SOK KAYA

read
52.2K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
639.8K
bc

Setelah Tujuh Belas Tahun Dibuang CEO

read
1.2K
bc

Life of An (Completed)

read
1.1M
bc

Marriage Aggreement

read
86.9K
bc

Scandal Para Ipar

read
707.8K
bc

Patah Hati Terindah

read
82.9K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook