Napak Tilas Gus DurDiperbarui pada Jun 26, 2022, 17:58
Napak Tilas Menulis Gus Dur Gus Dur adalah salah satu ulama Indonesia sekaligus mantan Presiden Indonesia yang cukup produktif dalam menghasilkan karya tulis. Sudah tercatat 17 buku yang berhasil beliau buat, belum lagi karya tulis lain yang beliau buat dalam bentuk jurnal dan lain sebagainya.
12 tahun wafatnya Gus Dur menurut perhitungan miladiyah dirindukan oleh banyak orang. 12 Tahun, Gus Dur telah wafat, tepatnya 30 Desember 2009 yang lampau. Sekalipun demikian 12 Tahun telah berselang, beberapa gagasan dan pemikiran Gus Dur tetap dikenang dan senantiasa relevan untuk menjawab persoalan zaman dan senantiasa dikenang sepanjang masa.
Konsistensi perjuangan dan keberanian Presiden ke-4 Indonesia ini dalam menegakkan kebenaran menjadi salah satu faktor pemikirannya selalu menginspirasi seluruh masyarakat.
Kesejukan dalam mengurai berbagai masalah yang ada juga selalu dicontoh sebagai landasan berperilaku masyarakat. Tidak mudah dan membutuhkan pengorbanan saat Gus Dur harus menyelesaikan masalah yang selalu muncul dari masa ke masa. Penentu kesuksesannya adalah dengan landasan yang bersih dan benar.
Menapaktilasi jejak Gus Dur bisa dengan membaca karya tulis dan mendengarkan pidatonya. Gus Dur, sosoknya sebagai kiai, tokoh politisi, dan juga akademisi. Hal ini terlihat dari sejumlah karyanya yang memiliki visi dan berbobot.
Selain itu, Gus Dur adalah seorang humanis dan nasionalis yang begitu mencintai rakyatnya tanpa membeda-bedakan agama, suku, dan latar belakangnya. Gus Dur membuat keislaman menjadi begitu indah dan dicintai, bahkan oleh umat lain. Nilai humanisme (humaniterian Islam) ini tidak lain dalam rangka mewujudkan nasionalisme dan kemanusiaan yang berkeadilan sosial.
Dan di saat situasi kebangsaan Indonesia yang penuh dengan kekisruhan, banyak orang merasa sangat rindu dengan Gus Dur, dengan rangkulan humanismenya dan rasa humornya.
Menelusuri alur pemikiran Gus Dur merupakan kerja ilmiah tersendiri. Pasalnya, tokoh yang satu ini selain melintas, bermain, dan terlibat langsung dalam pelbagai diskursus, kini ia telah menjadi sebuah diskursus itu sendiri.
Banyak jalan yang bisa dipakai untuk memahami kompleksitas tingkah laku politik dan gaya unik aktifitas Gus Dur lainnya. Di samping menengok historisitas perjalanan hidup Gus Dur, hal paling lumrah dan jamak dilakukan peneliti adalah membaca akar epistemologis dan jalan pikirannya melalui uraian-uraian tertulis yang tersebar dalam bermacam bentuk tulisan. Mengingat, Gus Dur sendiri terkenal sebagai penulis produktif bercakupan luas yang turut menyesaki ruang media nasional.
Salah satu kecerdasan Gus Dur adalah keinginannya untuk selalu mencari dataran-dataran baru yang bisa menjadi titik temu bagi berbagai perbedaan. Tetapi titik temu yang dimaksud bukanlah sesuatu yang final, ia hanya sebagai sebuah tempat untuk titik tolak yang darinya dapat diupayakan jawaban-jawaban baru yang lebih kreatif. KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah salah satu dari segelintir orang itu. Hingga kini, lama setelah wafatnya, gagasan dan pemikirannya tetap diperbincangkan dan dipikirkan.
Mengapa Gus Dur menjadi sedemikian kuat pengaruhnya? Jawabannya bisa sangat kompleks dan beragam. Salah satunya adalah karena dia tidak hanya orang yang bicara dan menuangkan gagasan dalam tulisan, namun juga bekerja memperjuangkan apa yang ia pikirkan.
Sejarah atau biografinya dengan terang benderang menerangkan perjalanan hidupnya yang penuh dengan pelaksanaan kata-kata. Mulai dari mengajar di pesantren, mengurus dan merawat organisasi NU, hingga menjadi politikus dan presiden.
Basis pemikiran dan tindakan Gus Dur yang membuatnya menjadi orang besar tentu berpijak pada pondasi nilai tertentu. Paling tidak, dengan membaca Gus Dur disarikan dari berbagai perjumpaan, kesaksian, tindakan, dan tentu saja beragam percikan pemikiran Gus Dur yang tersebar di berbagai tempat dan ingatan, kita bisa menemukan nilai utama pikiran dan tindakan Gus Dur.
Nilai-nilai itu adalah, ketauhidan, kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, pembebasan, kesederhanaan, persaudaraan, kesantriaan, dan kearifan lokal. Sembilan nilai itulah yang kemudian menjadi panduan bagi para Gusdurian, murid-murid dan pengagum Gus Dur yang bertekad untuk meneruskan garis pemikiran dan perjuangannya.
Berikut ini adalah daftar buku kaya Gus Dur yang hingg kini dapat dinikmati pembaca:Bunga Rampai Pesantren (Darma Bahkti, 1979), Muslim di Tengah Pergumulan (Leppenas, 1981), Kiai Nyentrik Membela Pemerintah (Yogyakarta: LKiS, 1997), Tabayyun Gus Dur (Yogyakarta: LKiS, 1998), Islam Tanpa Kekerasan (LkiS, Jogjakarta, 1998), Tuhan Tidak Perlu Dibela (Yogyakarta: LKiS, 1999), Membangun Demokrasi (Remaja Rosda Karya, 1999), Gus Dur Menjawab Perubahan Zaman (Kompas, Jakarta, 1999), Islam, Negara, dan Demokrasi (Erlangga, Jakarta, 1999), Mengurai Hubungan Agama dan Negara (Grasindo, Jakarta, 1999), Gila Gus Dur (LkiS, Jogjakarta