Kini mereka duduk berhadapan di kantin sekolah yang sangat lengang karena kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung, sehingga cuma ada penjaga kantin dan mereka berdua. Terkadang memang ada siswa yang sejenak ke kantin sekedar membeli botol air mineral untuk di bawa ke kelas.
Mereka makan dalam diam, Ahmad merasa canggung memulai obrolan dengan Ayu, sedangkan Ayu sedang fokus merangkai kata dalam benaknya, supaya bisa mengajak Ahmad jalan ke luar di malam Minggu ini.
"Malam minggu ini di alun-alun Haurgeulis ada Band Indi perform, Pak," ujar Ayu mengawali pembicaraan dan memecah kesunyian diantara mereka.
"Saya gak pernah nonton konser lagi, Bu." Ahmad mengangkat wajahnya menatap Ayu sembari meminum es teh dengan sedotan.
"Ya sekedar nongkrong sambil jajan, ‘kan lumayan pak, menghabiskan weekend biar nggak bosen di rumah," tawar Ayu dengan senyum manis, memberi kode agar Ahmad mengerti maksudnya.
"Saya lebih suka main game di rumah, Bu," jawab Ahmad kembali menolak halus kode yang diberikan Ayu.
Bukannya Ahmad kurang peka, tapi bagaimanapun sekarang dia sudah bertunangan dengan Salamah dan kurang dari dua bulan lagi mereka menikah. Meski rekan guru belum ada yang tahu, setidaknya dia tidak mau memberikan harapan palsu pada Ayu.
"Ciyee duo A lagi ngedate di kantin ‘nih," ledek Reza sesama guru Olahraga di sekolah tersebut.
"Eh, Pak Reza itu malam Minggu ada acara gak?" tanya Ahmad berusaha menghindar dari ajakan Ayu. Dia merasa beruntung Reza hadir di saat yang sangat tepat. Setidaknya, kehadiran Reza bisa membuatnya terlepas dari kecanggungan duduk berdua dengan Ayu. Seseorang yang dulu pernah dekat dengannya tanpa ada satu rekan guru pun yang tahu hal itu.
"Free lah, maklum jomblo brother," jawab Reza sambil menepuk bahu Ahmad dan duduk disampingnya.
"Kata, Bu Ayu malam Minggu ini ada konser Band Indi di alun-alun. Tuh ajakin bu Ayu nongkrong." Ahmad menyenggol bahu Reza, sementara Ayu didepannya terlihat cemberut merasa kecewa dengan kalimat yang di ucapkan Ahmad.
'Aku ngarepnya diajak pergi sama, Pak Ahmad, kenapa malah nyuruh Reza sih' gerutu Ayu dalam hati sambil mengaduk minuman didepannya dengan sedotan.
"Boleh banget Bro, Bu Ayu mau nggak pergi bareng saya?" ajak Reza to the point. Reza menatap Ayu, menunggu jawaban keluar dari bibir Ayu.
"Maaf pak, Saya ada acara,” jawab Ayu jutek.
“Sebentar lagi pergantian jam, Saya permisi ada jam ngajar," lanjutnya seraya berdiri dan beranjak dari bangku tempatnya duduk. Ayu dengan segera membayar apa yang dia makan pada si pemilik kantin dan berlalu pergi meninggalkan Ahmad dan Reza. Dia langsung berjalan ke ruang guru tanpa memperdulikan Reza yang terus berteriak dan merayu agar mau pergi dengannya malam Minggu nanti.
***
Panas terik matahari sudah menjadi teman Ahmad di sepanjang perjalanan pulang dari sekolah menuju rumah. Resiko guru honor yang bermodalkan motor, panas kepanasan, hujan pun kehujanan. Hanya saja panas kali ini lebih terasa membuatnya sangat lelah. Mungkin lelah karena menanti balasan buku biru yang tak kunjung datang. Lelah menahan rindu pada seseorang yang belum tentu merindukannya.
Mungkin inilah balasan atas sikap playboy-nya dulu, memang benar karma selalu ada. Hingga Ahmad merasa mungkin dia sedang mendapat balasan karena dulu sering membuat wanita merasa dicampakkan, hingga kini dia merasa tidak enaknya dicampakkan dan tidak dianggap.
“Hadew panas, panas, Neng ademin abang atuh, ademin dengan senyummu saja sudah cukup,” teriak Ahmad saat mengemudikan motornya di tempat sepi. Berteriak meluapkan perasaan penuh tanya yang tidak dia temukan jawabannya.
Sesampainya di rumah, Restu dan Meri sudah menanti Ahmad di depan rumah.
"Wah rapi banget mau ngedate nih?" goda Ahmad sambil melirik mobil yang sedang dipanaskan mesinnya.
"Semprul ngedate ndasmu," jawab Pak Restu sambil menerima uluran tangan Ahmad yang hendak mencium punggung tangannya.
"Mau ikut gak? Kita mau nengok Salamah ke pondok," ajak Meri ketika Ahmad mencium punggung tangannya.
"Sekarang, Bu?" tanya Ahmad dengan mata yang refleks melotot.
"Tahun depan, Mas," timpal Nita yang baru ke luar dari rumah.
"Yuk, Yah, Bu. Mas Ahmad mah tinggalin saja," ajak Nita pada orang tuanya setelah bersalaman dengan Ahmad.
"Eh nggak bisa gitu Nitnot, Mas ya mesti ikut. Bentar ya, Yah, ganti baju bentar, bau asem nih." Ahmad mengendus ketiaknya dan berlari kedalam rumah.
"Kalau kelamaan kita tinggal nih, Mas," ancam Nita sambil berteriak.
***
Nita terus menggoda kakaknya yang mengemudikan mobil, terkadang Restu dan Meri tertawa melihat interaksi mereka. Mereka kini sudah berada di perjalanan menuju Yayasan Al-Hikmah untuk menengok Salamah.
"Mas, Nanti jangan malu-maluin ya di sana," ancam Nita
"Malu-maluin gimana sih Nitnot," protes Ahmad tetap fokus menyetir.
"Mas itu kalau ngeliatin Salamah sampai ileran," ledek Nita sambil cekikikan.
"Astaghfirullah al adzim." Ahmad menjitak Nita dengan tangan kirinya.
"Aduh Ayah, Mas Ahmad tuh," adu Nita sambil mengusap kepalanya.
"Sudah Nit, jangan terus menggoda masmu, nanti gak konsentrasi nyetirnya," lerai Meri.
"Lagian Nitnot nggak bisa tuh lihat orang seneng, ngiri belum laku sih!" ledek Ahmad sambil menjulurkan lidahnya.
"Ih, sembarangan, aku ‘kan nggak mau langkahin, Mas. Masa Nita Si Ratu sejagad nggak laku," balas Nita sambil mencibirkan bibirnya.
"Ratu sejagad Bulak," ejek Ahmad dengan tawa nyaring merasa puas meledek Adik semata wayangnya.
Bulak adalah salah satu desa di Kecamatan Jatibarang-Indramayu dimana terdapat pemakaman yang dihuni monyet. Monyet-monyet tersebut selalu berjumlah 41 ekor dan tidak pernah bertambah ataupun berkurang. Pemakaman di desa Bulak tersebut dikenal dengan nama Situs Banjar
"Ibu, Ayah masa cantik gini disamain sama monyet," rajuk Nita minta dibela kedua orangtuanya.
"Sudah Nit, biarin saja, Masmu itu lagi grogi mau ketemu calon istri," ucap Restu.
"Iya, Dia ngeledek kamu itu buat ngilangin grogi," timpal Meri sambil tertawa.
"Wah nggak asik ‘nih mainnya kroyokan," protes Ahmad sambil melirik spion memandang orang tuanya yang duduk di bangku belakang.
Tak terasa setelah lebih dari setengah jam perjalanan. Akhirnya, mereka sampai di Yayasan Al-Hikmah. Mereka menuju rumah Kiyai pengasuh Pondok pesantren Al-Hikmah untuk sowan dan mengutarakan maksud mereka menjenguk Salamah.
Setelah berbincang sebentar, Bu Nyai memanggil Zaenab. Santriwati yang sedang mengabdi membantu bu Nyai mengurus konsumsi para santriwati, dan memintanya memanggil Salamah.
"Assalamualaikum wr. wb, Salamah ada yang bestel, ditunggu segera." Secara singkat Zaenab memberikan pengumuman menggunakan speaker di pos depan bilik santriwati untuk memanggil Salamah.
Bestel itu pemberian orang tua kepada anaknya yang berada di pondok pesantren, bisa berupa uang, makanan, peralatan mandi, baju baru, dan lain-lain yang diminta anaknya. Biasanya diberikan dalam sebulan sekali, atau tergantung pada kesepakatan antara para santri dan orang tuanya.
"Bestel? Minggu lalu Amih baru kesini, Teh," ucap Rahma heran. Rahma adalah adik pertama Salamah yang juga tinggal di pondok tersebut.