Di keadaan tak sadarkan diri, aku bermimpi berada di sebuah padang rumput yang amat sangat luas. Sangat luas hingga sejauh mata ku memandang, aku hanya dapat melihat padang rumput yang datar tanpa tumbuhan lainnya. Aku mengingat padang rumput ini, ini adalah tempat setelah aku mati dan sebelum aku dilahirkan kembali.
“Sial... apa aku mati hanya karena anak panah?” pikir ku
Aku berusaha menyadarkan diri dengan mencubit lengan ku, menggigit jari ku hingga memaksakan diri untuk mematahkan leher ku sendiri, namun semua itu tak berguna karena aku tak bisa merasakan apa-apa. Tak ada rasa sakit yang kurasakan, jari yang ku gigit hingga terpotong mulai tumbuh dengan cepat sesaat setelah bagian yang terpotong jatuh, tulang leher yang ku patah kan kembali lagi ke keadaan normal dengan sendirinya tanpa adanya rasa sakit yang kurasakan. Saat dalam keadaan putus asa ada suara yang memanggil nama ku dari belakang.
“Arvin... Arvin!” suara itu menggema untuk pertama kalinya namun semakin lama semakin jelas.
Aku membalikkan tubuh ke arah belakang terkejut dengan sesosok pria yang berdiri di depan ku saat ini. Pria tidak lain adalah Varen Dragonar, seseorang yang mewariskan segalanya pada ku, kekuatan, insting dan semua yang dia miliki di berikan kepada ku. Dia berdiri di depan ku saat ini dengan memakai zirah api hitam yang menjadi andalannya ketika melawan musuh yang kuat.
“Halo Arvin atau haruskah kau ku panggil Kazuya?” ucapnya sambil tersenyum ke arah ku.
“Kau... V-Varen ya kau Varen!” ucap ku sambil terbata-bata karena terkejut dengan Varen yang berdiri di depan ku saat ini.
“Kenapa kau di sini?” tambah ku.
Sambil memasang senyum yang sama dia mulai mendekat dan berkata padaku
“Sebelum itu dengarkan aku, jangan panik kau masih belum mati, kau hanya tak sadarkan diri akibat racun dan kekurangan darah, wanita itu sudah memanggil seorang tabib untuk mengobati mu.”
“Api neraka yang aku wariskan pada mu masih banyak menyimpan misteri yang bahkan aku belum bisa memecahkannya, tapi kau sangat hebat bisa memanifestasikannya menjadi petir hitam,” lanjutnya.
“Kau mungkin sadar dengan skill yang di berikan dewa untuk mu, saat kau mengalahkan musuh maka kau akan mendapatkan pengalaman dan kekuatan dari musuh sebanyak 3 kali lipat.”
Aku dengan seksama mendengarkan perkataan dari Varen. Varen mengetahui semua yang ku lalui selama ini dari aku di lahirkan sampai sekarang. Dia mengatakan bahwa skill Growth milikku bukan skill yang sepele, bahkan aku bisa mengambil alih skill unik dari musuh yang aku kalahkan. Aku terkejut saat Varen mengatakan hal ini pada ku.
“Tapi untuk sekarang meskipun kau mengalahkan musuh yang memiliki skill unik yang sangat kuat itu tak akan bisa kau ambil alih” ucap nya.
“Hah? Kenapa begitu?” tanya ku pada Varen.
“Jika kau ingin bisa mengambil alih skill unik musuhmu dan bisa menggunakannya, maka kau harus mencapai tahapan inti mana Spellbreaker defiance,” jawabnya.
“Itu sangat jauh dengan ku yang sekarang masih Encourage,” ucap ku.
“Benar karena di tahapan Spellbreaker semua potensi yang sebenarnya dari mu akan keluar dan kau akan mengerti saat hari itu tiba,” jawab Varen pada ku.
“Kau yang sekarang kadang masih naif, meski api balas dendam mu sangatlah membara namun kau sering terbuai oleh keadaan luar dan melupakannya meskipun sejenak,” tambah varen
Aku hanya menundukkan kepala atas apa yang Varen katakan, tak menjawab atau merespon dengan hal lain.
“Selalu ingat akan tujuan mu di lahirkan kembali, tanam dalam pikiran mu dengan mantap, jangan pernah memberi lawan kesempatan bahkan hanya untuk mengedipkan mata. Latih kembali fokus mu karena kau hanya terfokus kepada sebagian besar bukan keseluruhan. Lawan mu yang sebenarnya bukanlah lawan yang bisa kau kalahkan dengan mengandalkan keberuntungan dan kekuatan yang setengah matang,” ucapnya.
Semua perkataan Varen menenggelamkan ku pada kenyataan yang pahit, aku terlalu banyak bermain-main, aku terlalu naif, aku terlalu percaya diri dengan kekuatan ku yang tak seberapa.
“Apa yang kau harapkan Varen, di sini aku masih berusia 13 tahun!” ucap ku.
“Itulah yang menyebabkan mu menjadi naif, buanglah pemikiran kekanak-kanakan mu itu. Kau hanya di beri kebahagiaan yang bersifat sementara dengan keluarga mu yang baru 13 tahun belakangan ini,” jawab Varen.
“Bukankah kau masih sering bermimpi tentang Ayah dan ibu mu yang di bunuh di depan matamu, kau juga masih sering bermimpi tentang istri mu yang di perkosa di hadapan mu namun kau tak bisa melakukan apa-apa. Ini hanya rencananya untuk melemahkan pendirian mu karena kau telah di cap sebagai ancaman oleh mereka yang bermain-main dengan permainan hidup bernama takdir,” tambahnya.
Tanpa sadar air mata ku menetes dengan sendirinya saat Varen mengatakan semua itu. Semua perkataannya benar. Namun bagian lain dari diri ku masih mengatakan bahwa keluarga ku yang baru juga kenyataan yang harus ku terima dengan pikiran terbuka, mereka bukan ancaman namun mereka sama seperti keluarga ku saat masih di bumi.
“Aku akan mengingat itu semua,” ucap ku pada Varen sambil mengusap air mata ku.
“Tenanglah Arvin, bukannya aku membenci mu dengan mengatakan semua itu,” ucapnya.
“Aku tau tentang semua hal tentang kau dari ingatan mu, kau pun juga tau seluruh hal tentang ku dari ingatan ku yang masuk pada mu,” tambahnya.
“Mungkin jika aku masih hidup, aku akan membantu mu membalaskan dendam,” lanjut Varen.
“Aku tau itu, Kau sudah kuanggap seperti saudara ku sendiri,” ucap ku pada Varen.
Aku mengatakan hal itu benar adanya tanpa melibatkan sedikit pun kebohongan, sejak ingatan dan seluruh hal yang dimiliki Varen di wariskan pada ku, sejak saat itulah aku sudah menganggap Varen sebagai saudara ku yang memiliki takdir sama.
Varen tersenyum pada ku dan mulai memeluk ku, aku pun membalas pelukan nya sambil meneteskan air mata. Beberapa saat kemudian Varen melepaskan pelukan nya terhadap ku dan mulai melangkah menjauh dengan perlahan sambil berkata.
“Kalau begitu sepertinya waktu ku untuk pergi akan segera tiba."
“Hey mau kemana kau?” ucap ku berusaha menghentikannya.
Varen berhenti berjalan dan membalikkan tubuhnya menghadap ke arah ku saat ini.
“Kau tau alasan ku ada di sini sekarang karena secuil kesadaran ku ikut masuk ke tubuh mu bersamaan dengan kekuatan-kekuatan ku yang kuberikan kepada mu,” jawabnya.
“Karena saat ini kau sudah bertemu dengan kesadaran ku yang sekarang berhadapan dengan mu, maka sebentar lagi aku akan sepenuhnya menghilang dari sini dan ku mohon jangan meratapi kepergian ku karena seharusnya aku sudah menghilang saat jiwa kita bersatu saat itu,” tambahnya.
Meski dia mengatakan itu, mata ku tak kuasa membendung air mata saat dia mengatakan hal itu. Air mata ini terus jatuh begitu saja, mengalir terus menerus seperti tak akan berhenti lagi.
“Ayolah... sejak kapan kau menjadi se cengeng ini?” ucapnya sambil berkacak pinggang.
Aku pun mencoba mengusap air mata ku dan mencoba untuk tak bersedih atas kepergian nya. Tubuh Varen mengeluarkan cahaya putih yang bersinar terang dengan Varen sebagai pusatnya.
“Oh iya, ambillah ini dan manfaatkan lah sebaik mungkin!” ucapnya sambil melemparkan bola kaca yang mengeluarkan cahaya hijau yang terang benderang.
“Kau akan terkejut saat memecahkannya,” tambahnya.
Aku dengan sigap menangkap bola hijau itu dan menatap bola itu selama beberapa saat. Ku sadari cahaya yang berasal dari tubuh Varen kian terang yang menyebabkan semakin pudar nya tubuh dari Varen.
“Terima kasih atas segalanya saudaraku, aku tak akan menyia-nyiakan kekuatan yang telah diberikan oleh mu!” teriak ku dengan keras berharap Varen bisa mendengar apa yang aku katakan.
Hanya ada lambaian tangan yang aku lihat semakin pudar dan menghilang di telan oleh cahaya yang kian menerang. Varen menghilang dan aku sadar kembali dengan tubuh telentang di suatu tempat tidur yang cukup keras dengan perban yang membalut tubuh ku saat ini. Aku menatap seluruh ruangan dan berusaha bangun dari tidur ku. Aku bangun dengan keadaan bugar dan bahu ku yang kemarin terluka, saat ini sudah sembuh dan tak meninggalkan bekas.
“Tabib yang di panggil oleh Systine pasti sangat hebat,” ucap ku sambil mengambil pakaian lainnya yang ada di ransel ku yang saat ini berada di atas kursi.
Cahaya yang merembet masuk dari dinding kayu yang berlubang membuat ku berpikir bahwa saat ini masih pagi. Setelah selesai menggunakan pakaian dan membawa seluruh barang-barangku bersama ku, aku berjalan keluar dari ruangan ini untuk mencari Systine dan sarapan tentunya.
Kriieeeeeet ( Suara pintu terbuka)
Ketika pintu terbuka, ada beberapa resepsionis guild dan petualang yang menatap ku dengan ekspresi terkejut seperti saat bertemu dengan mimpi buruknya.
“Emm pagi?” sapa ku pada mereka yang masih memandangi ku dengan ekspresi kaget.
Systine keluar dari meja resepsionis lalu berjalan menghampiri ku.
“Clay kenapa kau bisa bangun?” ucapnya.
“Karena aku lapar mungkin?” jawab ku sambil tersenyum canggung.
“Kata tabib yang aku bawa untuk mengobati mu, kau akan bangun sekitar 4 hari lagi karena terlalu banyak kehilangan darah dan racun di tubuh mu tak bisa hilang sekaligus meskipun telah di beri penawar nya!” ucap nya panjang lebar sambil menunjuk-nunjuk diri ku dengan telunjuk kanannya.
“Yah bukankah lebih baik aku sadar lebih cepat,” jawab ku sambil tersenyum padanya.
“Apa tubuh mu benar-benar sudah baikan? Aku tak mau melihat kau roboh seperti kemarin” ucap Systine pada ku.
“Tentu saja bahkan luka karena anak panah itu pun sudah hilang, tabib yang kau bawa memang hebat,” ucap ku pada Systine sambil menunjukkan bagian yang terkena anak panah kemarin.
Systine terkejut saat dia menyadari bahwa luka ku telah sembuh dan menghilang tanpa bekas. Sepertinya di dunia ini bukan hanya ada sihir yang bertipe serangan dengan mengandalkan elemen, tapi ada juga sihir lain yang bersifat mendukung atau pun menyembuhkan.
“Kembali ke topik utama, aku sekarang lapar, apa aku bisa makan di sini?” tanya ku pada Systine.
“Kau memang... Huhhh kau bisa memesan di bar guild yang ada di sana!” jawab Systine sambil menghela nafas.
“Baiklah, ini tanduk landak besi yang kemarin dan aku ingin menjual ini pada guild,” ucap ku pada Systine sambil menyerah kan tanduk dari landak besi dan inti mana dari ogre api.
“Ehh... ini... kau?” ucap Systine terbata-bata karena terkejut saat melihat inti mana dari ogre api yang aku berikan padanya.
Aku berjalan santai melewati meja-meja yang di duduki oleh beberapa petualang. Ada dari mereka yang melirik ke arah ku namun ada juga dari mereka yang acuh dan terus melakukan kegiatannya, aku pribadi tak tertarik pada mereka namun aku merasakan ada energi mana yang pernah mengikuti ku saat baru pertama sampai di desa ini, sesaat setelah aku menyadarinya semua energi mana itu lenyap seketika. Hal ini sangat mengganggu ku.
“Apa di sini ada jikkai, perut ku sudah keroncongan dari tadi,” tanya ku pada seorang wanita yang berjaga di bar guild ini.
“Tentu saja, itu adalah makanan khas dari sini,” ucap nya sambil mengelap gelas satu persatu.
“Kalau begitu aku pesan 1 porsi dan air saja sebagai minumannya,” tambah ku.
“Segera datang tuan,” ucapnya sambil pergi ke dalam ruangan yang ada di balik bar ini.
Sambil menunggu makanan ku datang, aku terus berpikir tentang kata-kata dari Varen saat aku tak sadarkan diri. Api hitam hitam yang masih banyak misteri, teknik pedang yang bahkan dewa di buat gemetar olehnya, Skill Growth yang menyimpan banyak kekuatan luar biasa yang mana belum aku ketahui. Di saat aku melamunkan diri tentang semua itu, tiba-tiba sebuah pukulan yang cukup keras mendarat di punggung ku.
“Yoo Clay apa kau mengingat ku teman baik ku?” ucap seorang pria yang tak lain adalah Roku sambil tersenyum sumringah tanpa ada rasa bersalah.