Roku berdiri dengan jarak sekitar 10 meter dari ku, sambil memasang kuda-kuda persiapan dan juga menyalurkan energi mananya ke seluruh tubuh. Hal itu bisa kurasakan dari tempat sekarang aku berdiri menatapnya. Aku sadar bahwa kuda-kuda yang dia pakai tak sama seperti beberapa hari lalu saat dia melaksanakan ujian pada ku.
“Ini... tidak sama seperti saat ujian!” ucap ku dalam hati.
Energi mana, kuda-kuda dan seluruh persiapan yang di lakukan Roku cukup membuat ku merasakan tekanan. Namun bukannya malah tertekan tapi aku malah semakin tertarik untuk bertarung dengan dia saat ini.
“Orang ini menyembunyikan kekuatannya saat itu!” pikir ku.
Aku pun melakukan persiapan untuk mengantisipasi semua serangan yang akan dia lakukan pada ku, karena dia mau duel kali melibatkan sihir maka duel ini adalah latihan yang pas untukku supaya semakin cepat memahami gaya berpedang dari Varen yang dia wariskan pada ku. Saat menyalurkan energi mana dan memfokuskannya di beberapa bagian tubuh ku, aku merasa ada sesuatu yang bergejolak dari tubuh ku. Sensasi yang tak pernah aku rasakan sebelumnya, sensasi yang membuat aku merasa tak nyaman namun aku semakin merasa mudah menyalurkan seluruh energi mana ku ke setiap bagian tubuh ku, namun masih mustahil sepertinya untuk melakukannya dalam keadaan bergerak.
Kami bertatapan satu sama lain dengan memasang kuda-kuda masing-masing, aku menyipitkan mata untuk mengurangi area pandang ku agar terfokuskan pada Roku seorang. Memastikan gerakan yang di buatnya dan memprediksi serangan yang akan di lancarkan dengan melihat gerakan awal yang di buat olehnya.
Suara angin yang berdesiran tak bisa mengganggu fokus ku begitu juga dengan Roku. Sorot matanya yang menunjukkan keseriusan yang sangat dalam, sorot mata yang terlihat mengemban sebuah tanggung jawab besar namun tak dapat melaksanakannya dengan maksimal. Aku tak mengerti hal apa yang membuatnya menjadi seperti itu namun sepertinya dia akan mengatakannya saat ini telah berakhir.
(Sheeet.... )
Aku sadar Roku membuat sedikit gerakan pada kaki kirinya yang di buat untuk tumpuan saat maju, saat melihat sedikit gerakan itu aku menyadari bahwa dia akan menyerang ku dengan gerakan yang cepat. Aku berlari dengan cepat ke arah Roku dan begitu pula dengannya yang berlari dengan kecepatan yang sama dengan ku.
( Tringg... Pranggg)
Kedua pedang kami bertemu dengan cepat hingga mengeluarkan bunyi melengking dan percikan bunga api saat tergesek, tubuh kami saling melewati dan aku berinisiatif memutar tubuh dengan mengayunkan pedang ku ke leher dari Roku, namun Roku dapat menahan serangan ku dengan membalik tubuhnya ke arah yang sebaliknya dengan membuat serangan lurus ke pedang ku yang terayun.
Pedang kami saling bertahan selama beberapa saat namun kemudian Roku dengan tubuh yang lebih besar mendorong pedangnya dan membuat tubuh ku sedikit terlempar ke arah belakang. Dengan memanfaatkan momentum saat tubuh ku kehilangan pijakan, Roku berlari ke arah ku sambil menyerang ku dengan serangan yang menyamping dari atas. Aku membalas serangannya dengan mengayunkan pedang ku dari bawah sambil menyeimbangkan tubuh ku. Roku tak memberiku kesempatan untuk menyerang balik, dia menyerang bagian bawah tubuh ku dengan mengayunkan pedangnya saat terhempas dari serangan balasan ku tadi. Aku dengan cepat merespon serangannya dengan sedikit melompat dan menusukkan pedang ku ke arah kepala dari Roku, namun dia bisa menghindar dengan luka di bagian pipi yang terkena serangan ku tadi.
“Orang ini benar-benar berbeda dari saat itu!” pikir ku saat berhasil melukai nya.
Roku mengangkat pedang ku dengan sedikit gerakan tangan kemudian menahannya agar tertancap di tanah dengan mengayunkan pedangnya kearah pedang ku. Sesaat serangannya selesai, aku memutar tubuh dengan tangan yang masih ada di gagang pedang menendang ke arah kepala dari Roku yang saat itu sedikit menunduk. Meskipun aku berhasil menendang nya tapi Roku bisa meminimalkan dampak serangan ku dengan melindungi wajah dengan tangannya meskipun menyebabkan Roku terpental agak jauh. Disaat tubuh dari Roku masih terguling di tanah, aku dengan cepat mencabut pedang ku yang tertancap dan berlari ke arah Roku. Aku memanfaatkan putaran tubuh ku untuk menambah bobot serangan ku agar lebih terasa dalam dan berat untuk di tahan atau pun di terima. Roku dengan cepat bangkit di saat aku akan melancarkan serangan, dia menarik kepalanya ke belakang untuk menghindari serangan ku, aku tak memberi dia untuk memperoleh momentum dengan menebas ke arah lutut nya namun berhasil lagi di hindari dengan melakukan salto belakang.
Roku berusaha mengambil nafas saat serangan ku berakhir, aku segera berlari ke arah Roku untuk menyerangnya kembali. Kami cukup lama bertukar serangan, saling menahan serangan dan saling menghindari serangan satu sama lain. Roku terpental kembali akibat menahan serangan ku namun bedanya kali ini dia terjatuh dengan posisi siap menyerang balik. Dan benar saja, dia langsung meluncur ke arah ku sambil melancarkan tebasan ke dari arah atas, tebasan itu terlihat lebih lambat dari pada sebelumnya namun terlihat lebih kokoh dan lebih bertenaga. Aku meringis saat menahan serangan itu dengan bagian punggung pedang ku dan di bantu oleh lengan kiri ku untuk menambah kekuatan ku dalam bertahan.
Roku melompat sedikit ke arah belakang untuk mengambil ancang-ancang dan kemudian bergerak dengan cepat melancarkan serangan kepada ku. Serangan demi serangan aku tangkis dan ubah jalur serangannya, begitu pedang kami bertemu selalu muncul bunga api dan suara melengking dari pedang kami. Tiba-tiba Roku bergerak dengan berlari menyamping sambil di ikuti beberapa serangan yang semuanya bisa ku atasi, namun dia menyadari sebuah kesempatan yang terbuka untuk menyerang ku. Sebuah tusukan yang terasa berat menuju ke arah pinggir pedang ku dan berhasil mengenai lengan ku saat tusukan itu di belokkan sedikit jalur serangannya menjadi lebih dekat dengan tubuh ku.
“Serangan Roku terasa kian berat, jika aku terus bertahan maka aku yang akan kalah,” pikir ku menahan rasa sakit dari luka yang di akibatkan serangan Roku.
Melihat diri yang sedikit teralihkan, Roku mulai menebaskan pedangnya ke arah ku secara horizontal dengan bertubi-tubi. Aku menahan serangannya namun itu membuat ku sedikit terpental ke udara. Seperti yang aku lakukan sebelumnya, Roku tak memberi kesempatan pada ku untuk mendapatkan pijakan. Roku berpikir bahwa aku tak dapat menghindar saat di udara, dia melompat ke arah ku dengan menusukkan secara tajam ke arah perut ku sekarang. Namun aku berhasil membelokkan haluan pedangnya dengan memukul kan pedang ku di udara. Tubuh Roku yang masih bergerak ke depan aku manfaatkan dengan menendang dia di bagian muka berkali-kali tanpa ada tangan atau pun hal lain yang menutupi nya. Roku terjatuh dari udara dengan posisi terlentang. Aku yang telah memperoleh pijakan ku lagi segera ke arah nya dan menancapkan pedang ku tepat di samping kepala dari Roku agar dia mengaku kalah dari ku. Sesaat sebelum aku bergerak ke arah Roku, di dalam tubuh ku terasa sensasi seperti sebelumnya, namun perbedaannya kali ini lebih terasa seperti sesuatu tumbuh di tubuh ku sampai aku hampir terjatuh karena kaget dengan hal itu.
Roku segera menggulingkan tubuhnya ke samping untuk menghindari serangan ku, sambil mencoba untuk berdiri dan melawan ku lagi. Roku melompat ke arah belakang sejauh 6 meter untuk mengambil momentum dan memfokuskan diri. Roku berlari ke arah ku dengan cepat sambil meluruskan arah mata pedang nya ke tubuh ku, disaat Roku berlari ke arah ku, aku merasa tubuh ku semakin ringan, semua gerakan yang akan kulakukan bisa berjalan lancar dengan sempurna, aku merasa bisa mengontrol setiap jengkal dari tubuh ku hingga menggunakannya dengan efektivitas yang sangat tinggi.
Aku merasa waktu berjalan lebih lambat namun tubuh ku tak terpengaruh akan hal itu. Roku yang berlari dengan sangat cepat pun menjadi terlihat lambat di setiap gerakannya. Aku berinisiatif untuk mementalkan pedang dari Roku dan membuatnya tak sadarkan diri dengan gagang pedang ku. Semua yang aku rencanakan berjalan sangat mulus dengan adanya fenomena waktu yang berjalan lambat ini. Roku saat ini sedang terkapar tak sadarkan diri di arena dengan memar di dagunya, aku menancapkan pedang ku di samping kepalanya sebagai tanda agar saat Roku sudah sadar dia telah tau bahwa dirinya telah kalah.
Roku membuka mata dan terkejut saat melihat pedang yang ku tancapkan di samping kepalanya pas. Dia mulai bangun dari tidurnya dan duduk di tempat dimana dia jatuh tadi.
“Aku kalah teman kecil,” ucap Roku sambil tersenyum.
“Astaga kau bahkan bisa mengalahkan ku tanpa sihir!” ucapnya sambil bangun dari duduknya.
“Kau b******n, kau menahan diri mu saat ujian beberapa hari lalu!” ucap ku sambil meletakkan pedang ku pada sarungnya.
“Jika aku selalu serius maka hanya akan ada beberapa petualang yang berhasil mendaftar,” ucapnya sambil menepuk-nepuk bajunya yang kotor karena darah dan debu.
“Yah tapi aku merasa kau jauh lebih kuat dari pada sebelumnya. Gerakan mu lebih teratur, insting akan serangan juga lebih mengerikan dari pada sebelumnya, aku mungkin tak akan bisa melawan dalam beberapa menit jika kau memakai sihir,” ucapnya sambil berjalan mengambil perangnya yang terpental ke samping arena.
“Bagaimana cara mu bisa sekuat ini dalam waktu singkat?” tambah Roku.
Ini mungkin karena efek samping dari skill Growth yang aku miliki, aku sadar bahwa aku sudah lebih kuat dari pada sebelum-sebelumnya.
“Kesampingkan itu semua, katakan alasan mu yang sebenarnya!” ucap ku sambil duduk di pinggir arena.
“Haaaahhh... baiklah!” jawab Roku.
“Apa kau masih ingat untuk apa mereka melakukan ritual darah?” tanya Roku pada ku.
“Bukannya itu untuk menghidupkan kembali Dewa mereka?” jawab ku
“Iya benar, namun sebenarnya ada legenda yang mengatakan bahwa Camazot adalah dewa sesat!” ucap Roku sambil menaruh pedangnya ke meja yang ada di belakang ku saat ini.
“Tunggu! Dewa sesat? Apa itu?” tanya ku pada Roku.
“Dewa biasanya akan mendengarkan dan menolong hamba-hambanya, namun berbeda dengan Dewa sesat, Dewa sesat akan melakukan apapun sesuka hatinya, yang bahkan kebanyakan akan menyebabkan banyak korban,” jawabnya.
“Mungkin kau pernah mendengar larangan masuk ke daerah Aurian?” tambah Roku sambil duduk di sampung ku.
“Iya aku di larang pergi ke sana,” jawab ku.
“Konon itu adalah perbuatan dari Dewa sesat yang datang untuk berbuat onar,” ucap Roku.
“Lalu kenapa Camazot bisa mati, bukan kah dia dewa?” tanya ku kembali.
“Itu karena perbuatan dari 4 saint yang bergabung untuk melawan dewa-dewa sesat itu contohnya Camazot,” jawabnya.
“Para saint itu telah mencapai tahap Calamity Defiance, dimana itu dalah tahap terakhir yang tertinggi, manusia biasa hampir mustahil mencapai tahap itu” tambah Roku.
Dari buku yang aku baca, keempat Saint itu memiliki kekuatan yang sangatlah luar biasa, mereka sudah ada di tahapan inti mana tertinggi dalam sejarah. Masing-masing dari mereka memiki class Hexe. Keberadaan mereka saat ini belum di ketahui, karena konon katanya mereka abadi.
“Oke sampai di situ aku paham tapi kau tak mengatakan apa alasannya,” ucap ku pada Roku.
“Baik, aku sudah mengatakan pada mu bahwa hanya aku, kau dan ketua guild yang tau informasi ini!” jawab Roku.
“Iya,” jawab ku singkat.
“Aku dan ketua guild memperoleh infomasi ini dari informan yang sama,” ucap Roku.
“Terus kenapa?” tanya ku kembali.
Tiba-tiba Roku menundukkan kepalanya dan memasang ekspresi tertekan.
“Informan itu adalah adikku,” jawabnya.
"Adik mu? kau punya adik?" tanya ku kembali.
"Iya, kami sama-sama petualang tingkat B yang bekerja di guild ini, namun perbedaannya aku adalah instruktur karena aku lebih berbakat pada senjata dan serangan jarak dekat sedangkan adikku dia lebih berbakat pada sihir dan penyergapan secara diam-diam," jawabnya.
"Dia menjadi informan karena beberapa alasan, namun semua pekerjaannya biasanya di lakukan sangat bersih tanpa meninggalkan jejak," tambah Roku.
"Apa yang terjadi pada adik mu?" tanya ku pada Roku.
“Dia tertangkap saat menyusup ke markas dari penyembah Camazot,” tambah Roku dengan memasang ekspresi yang putus asa.
“Jangan bilang kalau ritual darah,” ucap ku sambil berdiri.
“Ya hanya itu yang aku pikirkan, Aku berharap kau akan pergi bersama ku untuk menyelamatkannya!”
“Kapan ritual darah itu akan mulai?” tanya ku kembali.
“ Dari informasi terakhirnya, kita hanya memiliki waktu 2 minggu!” ucap Roku dengan menetap ku yang sedang berdiri di hadapannya.