8
Aku tidak menyesal karena telah mencintaimu, aku hanya menyesal karena tidak bisa melupakanmu.
;
Jam masih menunjukkan pukul setengah sepuluh, mentari juga sudah tampak terik. Alesha duduk di samping Adel dan beberapa temannya yang harus menelan rasa kecewa karena tidak memenangkan perlombaan.
Tidak ada yang saling menyakahkan, semuanya berjalan sesuai peraturan dan tentu saja secara adil sesuai dengan penilaian yang sudah di tentukan.
Adel sibuk mengipasi tubuhnya yang memang terasa sangat panas, sama halnya dengan Alesha. Alesha bahkan menguncir rambutnya seadanya.
Ponsel Adel berdering, gadis yang juga menguncir rambutnya itu buru-buru mengeluarkan ponselnya dari dalam saku.
Alesha tak begitu mendnegarnya dengan jelas, dari ekspreksi yang terlihat dari wajah Adel kemungkinan ini bukan kabar baik. Adel mematikan ponselnya tanpa adanya interaksi.
"Del, siapa?" tanyanya menatap mata Adel yang tampak sedikit berkaca-kaca.
Tanpa aba-aba, Adel memeluk Alesha erat sembari menangis sesenggukkan "Wati gak ada."
Seperti kesambar petir, tubuh Alesha meremang saat mendnegar satu kalimat yang di ucapkan sahabatnya. Beberapa teman kelasnya yang berada di sana juga tampak terkejut setengah mati dengan apa yang di katakan Adel.
"Del?"
Adel semakin mengeratkan pelukannya seakan ia akan ambruk jika tak memeluk Alesha "Kita ke rumah Wati Del, biar jelas."
Alesha mencoba menenangkan Adel, padahal dirinya sudah mulai berkaca-kaca juga. Adel menggelengkan kepalanya lemah.
"Ini udah jelas Al. Tadi yang nelfon gue tante Ami." ucapnya sembari sesenggukkan.
Gadis berambut sebahu itu menepuk pundak Adel lalu mengusap air matanya yang hampir jatuh melewati pipinya "Kalian ke kelas dulu, beresin barang-barang kalian. Biar gue yang Izin ke bu Endang." ucap Fitri di balas anggukan oleh Alesha.
"Makasih ya Fit." ucap Alesha masih dengan menahan air matanya.
Fitri mengangguk "Wati juga temen gue Al." balasnya.
Fitri langsung berlari meninggalkan kerumunan. Alesha juga mencoba bangkit bersama Adel "Del, lo harus kuat. Wati mungkin udah nunggu kita." ucap Alesha.
Gadis yang sudah sesenggukkan itu mengangguk lalu perlahan melepaskan pelukannya, Alesha langsung menghapus air mata Adel yang sudah kemana-mana "Lo kuat buat jalan ke kelas kan?"
Adel mengangguk lalu meraih tangan Alesha, menggandnegnya erat seakan takut kehilangan. Mereka berdua berjalan lirih "Biar gue anter." ucap Bima yang memang sedaritadi duduk tepat di samping Adel.
Bima membantu Adel berjalan, keributan yang ditimbulkan kelas mereka menjadi pusat perhatian beberapa pasang mata. terlebih sepasang mata yang selalu mengawasi Alesha di setiap gerak gadis itu.
Entah apa yang di rasakannya, melihat Alesha yang menahan tangis itu sedikit menyakitkan bagi dirinya.
Lucu sekali, padahal ia belum mengenal gadis itu lebih dalam. Matanya terus mengikuti langkah Alesha yang semakin menjauh.
Jujur saja, Alain ingin sekali mengejar Alesha, menanyakan apa yang terjadi namun ia tak mau membuat keributan lebih banyak. Terlebih melihat wajah gadis itu.
"Al, liat nih." ucap Bagas sembari memberikan ponselnya ke Alain.
Cowok yang duduk di sebelahnya itu mengkerutkan keningnya "Siapa Wati?"
Ya, berita duka Wati langsung menyebar ke penjuru SMA Garuda Selain dari grub chat, berita duka juga di posting di i********: dan twitter resmi SMA Garuda.
"Sahabat Alesha, gak heran sih tadi gue liat Alesha nangis se gitunya." ucap Aldo yang juga langsung membuka ponselnya.
Alain langsung bangkit dari duduknya "Bilangin ke Bagas, gue SMA Nino gak bis ikut ke markas, sorry." ucapnya ia mengacak rambutnya kesal.
"Nino g****k. Dia pasti belom tau. kasih tau cepet." perintah Alain saat mengingat sahabatnya mungkin tengah melaksanakan lomba di lapangan futsal.
Aldo langsung berlari seperti yang di ucapkan Alain tadi, ia harus memberi kabar ke Nino sebelum cowok itu menyesal nantinya "Kita ke kelas Alesha, gue takut dia kenapa-kenapa." ucap Alain.
Bagas terdiam, ia tak salah dengar? seorang Alain mengkhawatikan seorang gadis? bernarkah? sejak kapan sahabatnya ini memiliki rasa empati? sejak kapan Alain memiliki rasa peduli?
"Lo suka sama dia?" pertanyaan Bagas membuat Alain ikut terdiam.
Cowok itu tersenyum tipis "Iya, gue suka Alesha."
Pernyataan Alain tak terlalu mengejutkan dirinya. Lagipula siapa yang tak mengenal Alesha? Gadis cantik yang jauh dari hal negatif. Hidupnya tampak baik-baik saja dengan keluarga cemara dan selalu di kelilingi orang-orang baik.
Yang ia tahu, Alesha memang bukanlah murid yang gila nillai makannya gadis itu di sukai banyak orang. Bahkan sudah menjadi rahasia umum jika ketua PMR tingkat dua menyukai gadis itu.
"Apapun caranya, gue bakal dapetin dia." monolog Alain.
"Yang perlu lo inget, jangan dibuat mainan Al. Dia cewek baik-baik. Jangan rusak dia."
Alain menatap Bagas "Lo suka dia juga?"
Bagas menggidikkan bahunya "Siapa yang gak suka Alesha? semua orang suka sama dia bahkan kaum Hawa banyak yang kagum sama dia."
Melihat ekspreksi Alain yang ta bersahabat membuat Bagas terkekeh kecil "Santai aja kali, gue cuma suka kepribadiannya bukan berarti gue cinta sama dia." jelas Bagas.
---
Nino langsung berlari bahkan ia tak peduli dengan perlombaan yang sedang berlangsung. Setelah mendengar kabar dari Aldo, cowok itu langsung berlari kencang tak peduli dengan beberapa pasang mata yang menatapnya sedih.
Cowok yang masih memakai kaos futsal komplit dengan sepatu hitam miliknya itu berlari kearah kelas dimana dua sahabat sang kekasih berada.
Semua pandangan dari setengah penghuni 10 IPS 2 tertuju pada Nino. Nino menatap Alesha dan Adel bergantian dua gadis itu sudah menggendong ranselnya masing-masing "Bilang ke gue berita itu bohong Del, Al." ucapnya tampak putus asa.
Matanya merekah menahan tangis, Adel menundukkan kepalanya "Del, bilang ke gue kalo ini semua bohong!" ucap Nino sembari menggoyangkan tubuh Adel dengan kedua tangannya.
Alesha mengigit bibir bawahnya lalu meraih pergelangan tangan Nino "Jangan gini No." ucap Alesha.
"Kita ke rumah Wati, gue yang anter kalian."
Adel mengangkat kepalanya, menatap sang kekasih yang entah sejak kapan berada di sana. Riko menarik Adel ke pelukannya, tangan gadis itu semakin menjadi. Alesha membalikkan badannya mengusap air matanya cepat.
Nino menarik-narik rambutnya bahkan meninju tembok kelas dengan sisa tenaganya. Cowok itu tampak sangat menyesal "No, jangan gini! dengerin gue! kita ke rumah Wati sekarang, lo perlu kesana! jangan sakitin diri lo, Wati gak bakal suka!" ujar Alesha mencoba menenangkan Nino.
Bohong jika Alesha tak merasa kehilangan, ingin sekali ia menangis sejadinya namun ia harus tetap waras agar bisa memberi salam terakhir untuk sahabatnya.
"Lo bohong kan Al, Wati gak bakal pergi secepat ini Al! Lo tau, Wati cewek kuat!" ucapnya setengah membantak.
Bugh
Alesha mendelik saat Riko tanpa aba-abameninju perut Nino "Dengerin gue! mau air mata lo kering gak bakal buat keadaan semakin baik-baik aja! lo waras No! ikut gue, gue anter sampe ke rumah Wati, kalo lo terus kaya gitu yang ada lo gak bakal liat Wati untuk terakhir kalinya."
"Tapi gue yakin Ko, Wati baik-baik aja! tadi pagi gue nganter sarapan buat dia. Tadi pagi gue liat dia masih bisa senyum ke gue."
"No! liat gue!"
Nino menurut, cowok itu menatap Riko "Kita ke rumah Wati, kita liat dia keadaannya gimana. semoga berita yang beredar itu bohong."
Alesha tak bisa membendung air matanya, ia tahu betul berita tentang Wati bukanlah berita simpang siur semata. Namun ucapan Riko mampu membuat Nino sedikit tenang.
Cowok itu mengangguk lalu bangkit dari tersungkurnya. Banyak yang berbisik-bisik tentang mereka namun Alesha tak peduli. Setelah Nino tenang, Riko langsung memapah cowok itu kearah parkiran di bawah.
Alesha juga berjalan sembari merangkul Adel, gadis itu tak henti-hentinya menangis membuat Alesha semakin sesak. Gadis itu tetap mencoba agar tak terlalu terisak, meski dalam hati ingin sekali ia berteriak.
Beberapa teman kelas Alesha dan Adel juga membantu untuk menuju ke parkiran. Mungkin nanti setelah sekolah bubar mereka akan nyekar di makan untuk memberi penghormatan terakhir untuk Wati.
;
see you next part.
Salman
sellaselly12