Part 7. Akibat Terlampau Cemburu
"Kenapa kalian bisa berduaan di sini?" Tanya Sean sinis ke Fiza dan Se Ta yang terdiam dengan pemikiran masing-masing.
"Jangan-jangan kalian---"
"Tentu saja aku kekasihnya, Pangeran Sean." Se Ta tersenyum manis tapi nada bicaranya penuh penekanan.
"Sejak kapan kalian--"
"Bukan urusanmu." Sela Fiza cepat.
"Kau diam saja, gadis jelek."
Fiza memutar bola mata kesal. Sungguh, demi langit dan bumi ia ingin menjahit mulut pedas Sean.
Se Ta tersenyum manis hingga Fiza meleleh melihatnya. "Kami baru saja bersama. Jadi jangan menganggu kami, Pangeran Sean. Kau tahu sendiri lah seperti apa pasangan baru." kekehnya sembari memeluk pinggang Fiza yang di claimnya.
Bukannya melepaskan tangan Se Ta, Fiza malah ikut memeluk pinggang pria itu dengan manis. Kapan lagi 'kan dia bisa memeluk cogan?
Se Ta senang bukan main ketika Fiza tak menolak. Ia semakin yakin bahwa gadis di sampingnya adalah gadis yang tepat untuknya. Meski sampai sekarang dia belum mengetahui nama gadis itu.
Se Ta tersentak kaget kala Sean menyentak tangan gadis miliknya. "Dasar perempuan murahan! Mau-mau saja di peluk pria lain!" Se Ta menjadi kesal sendiri mendengar hinaan Sean. Ia kembali menarik Fiza ke dalam dekapannya. "Jangan pernah menghinanya!" tegasnya.
"Kak Se Ta. Makasih udah bela Fiza." Di dalam pelukan Se Ta ia merasa begitu aman dan dilindungi. Air matanya berdesakan keluar karena terlalu merasa terharu.
Bukan drama seperti halnya Fita. Dia hanya merasa terlampau senang sekarang karena mempunyai malaikat pelindung di era ini. Oke, Xavier memang melindunginya tapi entah kenapa bersama Se Ta dia merasa lebih aman.
Fiza tahu perasaan Se Ta yang sesungguhnya tapi entah kenapa dia tidak peduli jika di jadikan sebagai tempat pelarian. Dia tahu Se Ta tidak akan meninggalkannya suatu hari nanti karena Se Ta adalah ciptaannya yang berkarakter sekalinya jatuh cinta akan rela melakukan apa pun. Suatu saat, dia pasti bisa membuat Se Ta mencintainya.
"Sttt.. Jangan menangis." panik pria tampan itu sembari memberi jarak di antara mereka. Se Ta menangkup pipi Fiza dan menghapus air mata gadis itu perlahan dengan ibu jarinya. "Jangan menangis." Tuturnya sendu.
Fiza mengenggam tangan besar Se Ta seraya tersenyum manis. "Aku sayang Kak Se Ta." Kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibirnya tanpa dapat di tahan.
Kedua pria tampan di dekat Fiza terbelalak kaget. Sean menatap Fiza marah sedangkan Se Ta mematung kaku di tempat.
Fiza tersentak kaget ketika Sean menariknya atau lebih tepatnya menyeret pergi dari sana. Memaksanya naik ke atas kuda dan meninggalkan Kerajaan Han. Sean sama sekali tidak peduli dengan teriakan ketakutan gadis itu.
Gadis yang berada di depan Sean hanya bisa meremas hanfunya takut. Laju kuda yang begitu kencang membuatnya di penuhi rasa was-was. Ia sangat takut terjatuh ke tanah. Pasti sakit sekali rasanya.
Di dalam hati ia mengucapkan sumpah serapah untuk Sean. Pria itu seperti pengidap penyakit bipolar saja. Selalu berubah-ubah, tanpa dapat terduga.
Sean memang tampan tapi b******k! Fiza tidak suka dengan tipe pria seperti Sean. Lihat saja! Dia akan kembali berusaha keluar dari Kekaisaran Xu. Kalau perlu dia akan memohon ke Rain untuk dijodohkan dengan Se Ta saja agar terlepas dari belenggu Sean. Apapun caranya, dia harus terlepas dari Sean.
Fiza meringis kesakitan ketika Sean membuangnya ke tanah. Layaknya membuang seonggok sampah yang tidak berarti. "Aku sudah tidak tahan duduk berdekatan dengan w************n sepertimu. Jalan sendiri ke istana!" decih pria itu sinis.
Belum sempat Fiza bersuara, pria tampan nan kejam itu sudah berlalu pergi dengan kudanya. Meninggalkan Fiza yang teronggok menyedihkan di atas tanah. Orang-orang di sana menatap dirinya dengan tatapan kasihan. Namun, tidak ada di antara mereka yang ingin membantu. Sebagian dari mereka malah mencemoohnya.
Baru kali ini Fiza diperlakukan begitu buruk oleh orang. Air matanya mengalir deras tanpa dapat di cegah.
Kepalanya menunduk. Menatap sendu telapak tangannya yang berdarah akibat tidak sengaja mengenai pisau yang tergeletak di atas tanah.
Dengan langkah tertatih-tatih Fiza pergi dari sana. Ia sungguh malu dijadikan tontonan publik. Kepalanya tertunduk dalam. Isakannya terdengar semakin jelas.
"Pria kejam." Bibirnya bergetar mengucapkan kata yang tepat untuk mendeskripsikan pria yang dengan teganya membuang dirinya di tengah keramaian.
Setelah ini dia yakin tidak akan punya keberanian lagi untuk tampil di depan rakyat.
Perlahan, kaki kecilnya yang rapuh kembali menuju tempat tadi. Kerajaan Han. Sepertinya hanya di sana ia akan aman. Tidak baik bagi dirinya untuk kembali ke Kekaisaran Xu. Dia tidak ingin bertemu dengan pria kejam itu lagi.
Lama Fiza berjalan kaki. Ia tidak kunjung sampai di Kerajaan Han. Kakinya tidak kuat lagi untuk berjalan hingga dia tersungkur ke tanah.
"Manis, kau tersesat?"
Tubuh Fiza menegang ketika di depannya berdiri seorang laki-laki yang berwajah sangar. Dengan sekuat tenaga Fiza berusaha berdiri dan hendak melarikan diri. Tapi, kalah cepat dari pria besar itu.
"Mau kemana, manis? Temani aku bermain dulu."
Fiza menjerit histeris dan berusaha melepaskan cekalan tangan besar itu dari tangan kecilnya. Tapi apalah daya. Dia tidak bisa berbuat apa-apa. Tenaganya terlalu kecil.
"DIAM!" pria berwajah sangar tersebut membentak dan mencengkram dagu Fiza kuat. "Aku hanya ingin bermain denganmu. Jadi, diamlah." Dalam sekejap mata pria berwajah sangar tersebut merobek lengan baju Fiza.
"ARGHHH!! LEPASKAN!!" Fiza berontak sekuat tenaganya kala pria asing itu mulai mengendus lehernya.
Pria itu tidak berhenti sama sekali meskipun mendapatkan pemberontakan dari Fiza. Dia malah semakin menyerang Fiza membabi buta. Yang dapat Fiza lakukan hanya lah menangis pasrah. Menangisi keperawanannya yang sepertinya akan hilang sebentar lagi. Jika saja dulu dia belajar ilmu bela diri, sudah pasti ia tidak akan seperti ini jadinya.
Tiba-tiba pria yang sedang mencium lehernya menjauh. Di susul dengan suara yang sangat dikenalnya. "Cukup! Ini bayaranmu. Pergilah." Sean melemparkan sekantong emas ke pria itu.
"Baik, tuan."
Rupanya Sean yang menyuruh para penjahat itu untuk melakukan pelecehan terhadap dirinya. Fiza sampai tidak habis pikir dengan insiden yang terjadi sekarang ini.
"KENAPA KAU MELAKUKAN INI KEPADAKU, SEAN?! APA SALAHKU PADAMU?!" Fiza menjerit histeris dengan air mata yang bercucuran.
"Aku hanya ingin melihat seberapa rendahnya dirimu." Sean menjawab tanpa beban. Ia berjongkok. Menatap keadaan Fiza yang begitu mengenaskan. "Tapi, kenapa kau sok jual mahal dengannya? Padahal tadinya kau sangat menikmatinya dengan Se Ta."
Fiza mengigit bibirnya kuat. Menahan isakannya. Apa semurah itu dirinya di mata Sean? Apa dia tidak berharga sedikit pun? Ya tuhan, kenapa rasanya sesak sekali.
Tangan besar Sean terulur untuk menyentuh pipi Fiza yang basah. Namun, belum sampai tangan itu di pipi basah Fiza. Gadis itu sudah mundur dengan raut wajah yang ketakutan. "Pergii." usirnya lirih.
Sean semakin mendekat sementara Fiza semakin mundur dengan tubuh yang bergetar ketakutan. Gadis itu trauma. Trauma akan Sean.
"Maaf." Sean mendekap tubuh gemetar Fiza dengan nada suara penuh penyesalan. Fiza yang tidak bisa lagi menahan rasa traumanya pingsan di dalam dekapan pria kejam itu.
-Tbc-