Lilin - lilin menghias memutari meja bersama dengan taburan mawar merah. Suara gesekan biola mengalun merdu menyambut hembusan angin malam hari. Terasa begitu teduh dan hangat.
Dari ujung, seorang pria gagah memangkas jarak mulai mendekat. Dia menghampiri seorang wanita cantik yang tengah memainkan biola. Pria itu begitu mengamati kelihaian tangannya dalam bermain hingga gesekan terakhir yang begitu panjang dan syahdu. Setelah selesai dengan permainannya, sang wanita menurunkan biola dan tersenyum menatap.
"Apa permainanku buruk?" tanya sang wanita.
Pria itu tersenyum kemudian memegang tangan wanita itu.
"Tidak, permainanmu selalu indah."
Mendengar pujian untuknya, sang wanita hanya tertawa.
"Apa ini kencan yang kamu maksud?"
Wanita itu mengangguk dan menatap sekelilingnya.
"Kita terlalu sibuk hingga lupa bahwa kita saling terikat satu sama lain," ucapnya hangat.
"Terimakasih, aku begitu tersentuh," ucapnya tulus.
Wanita itu--Valerie, menarik tangan pria itu hingga menuju meja yang sangat cantik. Ditengah meja sudah ada satu lilin dan juga mawar merah. Kemudian menyuruh pria itu duduk, dan setelah itu ikut duduk dihadapan pria itu.
"Aku akan memanjakanmu, karena kamu pria tua yang sibuk," candanya.
"Baiklah," pasrahnya.
"Tunggu sebentar."
Valerie bangkit dan mengambil biolanya kembali, kemudian dia berdiri didepan pria itu siap memainkan sebuah lagu. Gesekan demi gesekan begitu harmoni dan merdu, membuat suaminya Putra begitu terpukau. Diakhir lagunya, Valerie menitihkan air mata dan tersenyum. Putra berdiri menghampiri wanita itu dan memeluknya.
"Terimakasih untuk kedua kalinya," ucap Putra sambil mencium puncak rambut Valerie.
"Apa aku akan selalu menjadi yang terakhir untukmu?"
Putra mengerutkan keningnya, dia tidak tau mengapa wanita itu tiba - tiba bertanya kepadanya seperti itu. Kemudian pria itu melonggarkan pelukan, dan menatapnya heran.
"Ada apa dengan pertanyaanmu Val?"
Valerie hanya tersenyum dan menggeleng kepala, "Tidak ada."
Kemudian wanita itu mengecup bibir pria itu sekilas.
"Selamat hari jadi pernikahan yang ke dua puluh, suamiku."
Jadi, wanita itu mengajak berkencan karena ini adalah hari jadi pernikahan mereka yang ke dua puluh? Bagaimana Putra bisa lupa mengenai hal itu. Dia terlalu sibuk dengan Ayu sehingga melupakan hari jadi pernikahannya dengan Valerie.
Melihat Putra hanya diam tak merespon membuat hati Valerie berdenyut.
"Apa kamu melupakannya?"
Putra menunduk menghela nafasnya, "Maafkan aku."
Valerie tersenyum kecut, pria ini benar - benar melupakannya. Padahal tahun - tahun sebelumnya justru Putra yang selalu mengingatnya terlebih dahulu, ada apa dengan suaminya sekarang?
Kemudian Valerie menghembuskan nafas lalu menatap suaminya.
"Tidak papa jika kamu lupa, aku akan selalu mengingatkanmu hingga kamu benar - benar melupakannya. Karena pada dasarnya manusia akan tau dimana tempat mereka berlabuh sebenarnya, Ayo!"
Valerie menarik Putra kembali duduk dimeja dan mengambil makanan untuk pria itu.
Sudah lama sekali wanita itu tak merasakan perannya sebagai seorang istri karena kesibukan mereka masing - masing. Putra sebagai pebisnis, sementara Valerie sebagai violist.
Terkadang, wanita itu benar - benar merindukan pria dihadapannya, namun dia juga tak mau egois. Dia seorang istri, namun juga tak berhak memonopoli penuh suaminya. Karena bukan hanya dia yang membutuhkan Putra, banyak orang yang membutuhkan pria itu, terlebih para pegawainya. Dia harus mengesampingkan egonya untuk kebaikan bersama.
Setelah acara makan malam romantis, mereka kembali ke kamar. Valerie menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Namun, saat dia keluar dari kamar mandi, wanita itu hanya melihat ranjangnya kosong.
"Dimana Putra," lirihnya.
Kemudian dia keluar kamar mencari pria itu. Berhenti disebuah balkon, wanita itu melihat punggung gagah suaminya. Kemudian wanita itu berjalan mendekat. Samar - samar dia mendengar percakapan suaminya.
"Kau selalu membuatku b*******h, aku begitu merindukanmu juga."
Valerie terus mengamati suaminya, ternyata pria itu sedang menelpon dengan seseorang. Dengan siapa dia menelpon malam - malam begini.
"Secepatnya, aku tutup panggilannya, aku pasti merindukanmu babby."
"Babby? Siapa yang Putra maksud?"
Putra memutar tubuhnya dan terkejut dengan Valerie yang berdiri dibelakangnya sambil menatap aneh dirinya.
"Sejak kapan kamu berdiri disana?"
Valerie mengangkat bahunya dan menjawab seadanya, "Entah, baru saja mungkin."
Putra kemudian mendekat Valerie dan memeluk bahu wanita itu.
"Ayo tidur, ini sudah malam."
Mereka kembali masuk ke kamar dan tertidur. Didalam kamar, Valerie hanya memejamkan matanya tetapi tidak bisa tidur.
Wanita itu terus memikirkan pembicaraan suaminya tadi sekilas yang dia dengar. Siapa itu Babby? Apa itu rekan kerjanya? Tapi kenapa dia tidak mengenalnya? Terasa asing dipendengarannya.
Kemudian mata wanita itu terbuka dan melirik ke meja dimana ponsel milik Putra diletakan begitu saja. Valerie bangun merubah posisinya menjadi duduk, dia melirik terus ke arah ponsel suaminya. Tangannya kemudian meraih ponsel milik Putra. Dia sekilas melihat wajah suaminya yang tertidur. Apa dia benar mencurigai suaminya seperti ini? Dia terus memikirkan perbuatannya.
Helaan nafas dari mulut Valerie terasa menjawab segalanya. Wanita itu kembali meletakan ponselnya ke arah semula kemudian tertidur kembali.
"Tidak, ini tidak benar. Apapun alasannya itu salah, aku mempercayai suamiku. Komitmen ini sudah terjadi dua puluh tahun, hanya karena pikiran bodohku aku merusaknya? Tidak! Istri macam apa aku mencurigai suami sendiri. Bodoh!"
Setelah itu Valerie menaikan selimutnya keatas wajah dan memejamkan mata menyusul suaminya tertidur.
***
Malam hari Ayu bangun dari tidurnya. Dia merasa merindukan pria yang sebulan penuh mengisi harinya. Ya, dia merindukan daddy sugarnya.
Kemudian Ayu mengambil ponselnya dan menghubungi nomor pria itu. Sambungan terhubung, begitu lama hingga akhirnya dia mendengar suara bass pria itu.
"Halo?"
Jangtungnya berdegub kencang mendengar suara pria itu. Senyum terukir di wajah wanita muda itu.
"A-aku eumb..."
"Kenapa kamu gugup?"
Mendengar pertanyaannya Ayu memukul kepalanya pelan. Kenapa dia bisa gugup hanya karena menelpon pria itu?
"Jika tidak penting saya akan tutup panggilannya."
"Tunggu!"
"Lalu katakan," dengusnya.
"Aku merindukan daddy," cicitnya.
"Kau selalu membuatku b*******h, aku begitu merindukanmu juga."
Mendengar Putra merindukan wanita itu, pipinya bersemu merah. Dadanya berdegub kencang.
"Kapan daddy akan kemari?"
Ayu mulai merasa nyaman dan tak canggung memanggil pria itu dengan daddy.
"Secepatnya, aku tutup panggilannya, aku pasti merindukanmu babby."
"Baiklah, selamat malam."
Bip
Panggilan diputus sepihak oleh pria itu. Baru Ayu merasa lega dan kembali memejamkan matanya. Dia terus mencoba tertidur dengan deguban jantung yang kencang.
***
Pagi telah tiba, wanita itu sibuk berkaca melihat penampilannya. Apakah sudah rapi, ataukah belum?Dia terus memperhatikan penampilannya sambil merapikan kemeja putih yang dia gunakan.
Hari ini Ayu mulai kuliah, dan ini adalah hari pertama wanita itu menjadi maba. Dia mengambil jurusan sastra disalah satu Universitas ternama di Jakarta.
Setelah rapi, wanita itu turun dan menaiki mobil yang baru dia dapatkan dari daddy sugarnya. Ayu melajukan mobilnya menuju kampus. Setelah sampai, dia memarkirkan mobilnya lalu masuk ke aula untuk mengikuti kegiatan orientasinya sebagai mahasiswa baru.
"Perkenalkan saya Dexter, ketua organisasi yang akan bertanggung jawab disini."
Ayu terpukau melihat paras pria yang tengah berbicara didepan podium. Dia sangat tampan, dan juga berkharisma. Tatapannya tak bisa lepas dari senior yang bernama Dexter. Namun, tubuh seseorang menyenggol tubuhnya sehingga dia melepas pandang dan menoleh ke belakang.
"Sorry," kata wanita itu.
Ayu hanya tersenyum membalasnya ramah.
"Lo anak sastra juga kan?" tanyanya.
"Iya."
"Wih, sama dong. Akhirnya nemu temen satu jurusan," katanya sambil girang.
"Gue Jenar," wanita bernama Jenar itu menyodorkan tangan kanannya.
Ayu membalas menjabat tangannya dan tersenyum.
"Ayu."
"Mulai sekarang kita temen, gue nggak mau tau," paksa Jenar.
Ayu yang menyukai pribadi Jenar yang lucu, hanya menganggukan kepalanya. Dia merasa bahwa Jenar sangat cocok dijadikan sebagai teman, seperti halnya Mita. Ah, sebulan ini Mita tidak ada kabar, bagaimana keadaannya? Apa dia sangat bahagia dengan daddynya sampai melupakan dirinya.
Setelah orientasi selesai, Jenar menarik Ayu menuju kantin. Mereka juga tidak memesan makanan sampai disana. Ayu hanya menemani Jenar yang sedari tadi melihat kesana kemari mencari seseorang.
"Nah, akhirnya!" teriaknya girang.
"Kenapa Nar?" tanya Ayu.
"Pangeran gue, tuh liat!"
Jenar memutar kepala Ayu menatap pria yang sedang menggulung lengan kemejanya. Dexter?
"Bukannya itu-"
"Iya gue tau Ayu, dia senior tingkat empat yang gue tau jurusan kedokteran. Umurnya dua puluh dua tahun, dia single, dan masuk target suami idaman gue," kata Jenar dengan percaya diri.
"Kok kamu tau semua tentang Mas Dexter?"
"Mata gue mata elang, gue tinggal stalker semenit juga udah dapat info tentang pangeran gue hehe."
"Yu, lo habis kuliah ada acara?" tanya Jenar lagi.
Ayu berfikir sebentar lalu menggelengkan kepala.
"Nah pas! Gue mau ngajak lo ke rumah nyokap gue. Sekalian ngenalin kalau anak bandelnya ini udah ada temen."
"Boleh, tapi aku bawa mobil."
"Gue juga sih, tapi tenang, gue bisa suruh supir angkut mobil gue. Jadi ntar gue nebeng lu, gimana?"
"Okedeh."
***
Sampai diparkiran, Valerie menatap mobil Ayu heran.
"Kenapa Nar, mobil aku jelek ya?"
"Bukan, gue cuma heran aja."
Kening Ayu mengerut, "Heran kenapa?"
"Mobil lu sama kayak mobil gue, gue taunya mobil yang dibeliin bokap limited edition, ya tapi nggak tau juga sih. Yaudah ayo cepet, lupain aja hehe."
Kemudian Ayu dan Jenar menuju rumah keluarga Jenar dengan mobil Ayu. Dua puluh menit, mereka akhirnya sampai. Sebuah bangunan yang luas seperti istana. Ayu bahkan kagum dengan keindahan rumah keluarga Jenar.
"Jangan bengong, ayo masuk!"
Jenar menarik tangan Ayu masuk. Kemudian sampai didalam, dia disuguhi alunan biola yang begitu harmoni ditelinga dia.
Seorang wanita cantik tengah memainkan biolanya memunggungi mereka.
"Mamah!"
Permainannya berhenti setelah Jenar memanggil wanita itu dengan sebutan 'Mamah'
Ayu melihat wanita itu meletakan biolanya dan berbalik menatap mereka. Satu kata yang Ayu sematkan saat melihat parasnya, yaitu cantik. Kemudian wanita itu mendekat dan tersenyum kearah mereka.
"Jena?"
"Ini Jena bawa temen kampus, namanya Ayu."
Kemudian wanita itu tersenyum dan menyodorkan tangannya pada Ayu.
"Saya Mamahnya Jena, Valerie," katanya Ramah.
Ayu menjabat tangan Valerie dan tersenyum.
"Saya Ayu tante."
"Kalian sudah makan?"
"Belum dong Mah, kita lapar hehe."
"Jena ajak Ayu ke meja makan, Mamah nanti ikut menyusul."
"Siap Mah!"
Jenar membawa Ayu ke meja makan. Makanan banyak tersaji dihadapan mereka.
"Jangan sungkan Yu, nyokap gue nggak gigit kok," candanya.
"Ah, iya."
Ayu mulai memakan makanannya, begitu juga dengan Valerie yang ikut bergabung makan. Ayu jadi merasakan hangatnya sebuah keluarga kembali. Tiba - tiba suara bariton menghentikan kegiatannya.
"Sayang, aku pulang!"
Suara itu?
Ayu meletakan sendok dan menoleh ke arah suara. Bola matanya membulat, bahkan tubuhnya kaku. Jenar sudah memeluk pria yang baru saja datang.
"Papah!"
Kedua matanya saling bertatapan. Terlihat juga pria itu terkejut dengan kehadiran Ayu disini.
"Dia adalah suami saya, namanya Putra. Pria itu sangat sibuk, jadi ketika dia pulang pasti Jena akan bersikap kekanakan," kata Valerie sambil tersenyum.
Dadanya berdenyut mendengar penuturan Valerie. Jadi, dia menjadi sugar babby suami wanita dihadapannya dan juga Papah dari temannya, Jenar?
Ya Tuhan, apa yang harus dia lakukan sekarang?
Jenar membawa Putra untuk bergabung dimeja makan bersama. Pria itu duduk disamping istrinya, dan berhadapan dengan Ayu.
Pandangan pria itu tidak lepas dari wanita muda dihadapannya. Begitu juga dengan Ayu yang menatap pria dihadapannya lekat.
Kemudian Valerie menyadarkan pria itu dengan menggenggam tangannya.
"Sayang, dia teman kampusnya Jena, namanya Ayu."
Putra menoleh ke arah Valerie dan menganggukan kepala. Kemudian kembali menatap wanita dihadapannya. Ayu yang merasa ditatap Putra menundukan wajah karena salah tingkah.
"Pah, Jena tuh sekali ketemu Ayu udah klop banget tau," kata Jenar girang.
"Bagus."
Pria itu hanya menjawab singkat menatap Jenar datar. Kemudian berdehem untuk menghilangkan kecanggungannya.
"Saya ke atas dulu."
Valerie menatap aneh suaminya, kemudian menyusul Putra naik ke atas. Pria itu melepas dasinya sambil menatap jendela memunggunginya. Valerie menghampiri dan memeluk pria itu dari belakang.
"Apa ada masalah dikantor?"
Pria itu hanya diam tak menjawab ucapan Valerie. Karena merasa diacuhkan wanita itu memutar tubuh suaminya. Setelah suaminya berbalik menatap Valerie datar, wanita itu mengusap rahang tegas suaminya.
"Kamu bisa cerita jika memiliki masalah dikantor."
"Tidak, hanya masalah kecil saja."
Valerie mengangguk kemudian tersenyum.
"Baiklah jika tidak ada yang kamu bicarakan, aku turun kebawah. Tidak enak aku meninggalkan tamu."
Valerie kemudian pergi turun, sementara Putra mengepalkan tangan mengeraskan rahangnya.
"Beraninya wanita itu," gumamnya.
***
Ayu kembali ke apartemen setelah berpamitan dengan Jenar dan Valerie. Pikirannya berkecamuk dan merasa bersalah mengetahui fakta bahwa Putra ayah dari temannya.
Wanita itu mengusap wajahnya dengan air dan kembali menatap dirinya dicermin. Berdosakah dia bermain - main dengan seorang pria yang memiliki keluarga begitu harmonis? Bagaimana bisa dia hadir diantara mereka.
Bell apartemennya berbunyi. Kemudian wanita itu pergi untuk membukanya. Saat dia membuka, ternyata pria yang menekan bell apartemennya adalah Putra. Ayu diam ditempat merasa tubuhnya kaku. Kemudian pria itu mendorongnya kasar hingga masuk kedalam. Pintu apartemen otomatis terkunci karena ditendang oleh pria itu.
Ayu meneguk salivanya melihat pria itu yang begitu dingin. Wanita itu memundurkan langkah saat pria itu semakin mendekat.
"A-apa yang Bapak lakukan?" tanya Ayu gugup.
Putra mencengkram tangan Ayu erat. Wanita itu merasakan kesakitan pada pergelangan tangannya. Kemudian pria itu membawa Ayu masuk ke kamar, dan mendorongnya hingga ke atas kasur. Ayu yang merasa tubuhnya terbanting memegang erat kasur sehingga tidak terjungkal.
Ada apa dengan pria itu?
Putra mulai membuka dasinya dengan kasar. Kemudian dia mendekat ke arah ranjang. Ayu memundurkan tubuhnya takut dengan pria dihadapannya. Nafasnya tercekat ketika Putra mulai menindihnya.
"Pak Putra, apa yang Ba-bapak lakukan?" tanya wanita itu gugup.
"Bapak?" kata Putra sambil tersenyum kecut.
Kemudian pria itu menarik kasar tangan Ayu keatas dan mengikatnya dengan dasi miliknya. Ayu menjadi panik melihat tangannya diikat menggunakan dasi. Dia meronta supaya pria itu melepaskan ikatannya yang kencang. Seolah tak perduli, pria itu malah mengambil rantai dilaci dan kemudian merantai tangannya ditempat tidur. Ayu semakin takut ditambah seringaian iblis dibibir pria itu.
Pria itu merobek paksa baju milik Ayu hingga tubuh telanjang wanita itu terekspos. Mata Ayu memanas, dia merasa diperlakukan seperti jalang saat ini. Jika sebelumnya pria itu memperlakukannya dengan lembut membuatnya terbuai, tapi saat ini tidak. Pria itu memperlakukannya seperti binatang.
Pria itu mulai melepas seluruh pakaiannya hingga mereka sama - sama telanjang. Putra naik dan melahap bibir ranum milik Ayu. Tangannya meremas kencang p******a Ayu hingga wanita itu merasa kesakitan bukan meraskan nikmat.
"Akhh.." ringis Ayu kesakitan.
Putra seperti kalap tidak perduli dengan wanita itu. Dia terus menjelajahi tubuh wanita itu, mengecap dan menggigitnya. Turun menuju p******a wanita itu, Putra menjilat dan menggigitnya. Ayu hanya bisa pasrah menangis dalam diam.
Setelah puas, dia turun menuju pusara milik wanita itu. Ayu menyilangkan kakinya menggelengkan kepala. Putra tidak peduli melebarkan paksa kaki wanita itu. Tanpa pemanasan, pria itu memasuki Ayu dengan kasar. Wanita itu merasakan perih diarea bawahnya. Pria itu memompa kencang tubuhnya tak mengizinkan wanita itu menikmati pergulatan mereka. Putra seolah hanya menikmati permainan kasarnya sendiri bahkan terkesan memaksa.
"Akhh, hikss hikss lepas!"
"Diam!"
Putra terus memompa tubuhnya kencang terus menggempur Ayu. Ayu hanya bisa menangis menerima perlakuan b***t pria itu.
"Akhhh.." geram Putra.
Pria itu semakin mempercepat ritme gerakannya sambil meremas p******a Ayu yang pas ditangannya.
"s**t! I want c*m akh.."
Pria itu semakin menggerakan pinggulnya mencari klimaksnya. Hingga sampai dititik dimana dia mencapai klimaksnya, pria itu memejamkan mata dan menyembur cairannya didalam Ayu. Nafasnya tidak beraturan, kemudian dia menatap Ayu tanpa perasaan, kemudian melepas penyatuan tubuh mereka.
Putra mengenakan pakaiannya tetapi tidak juga melepas rantai pada perempuan itu.
"Itu adalah hukuman untukmu," ucap pria itu dingin.
"Hu-hukuman?"
"Iya!" jawab Putra dingin.
"Apa kesalahanku?" tanya Ayu lirih.
Putra memajukan tubuhnya mendekat Ayu dan mencengkram dagu wanita itu dengan keras.
"Berani sekali jalang sepertimu mendekati keluargaku," geram Putra.
"Aku t-tidak bermaksud, aku dan Jenar kebetulan teman satu kampus hikss.."
"Aku memang berbaik hati memperlakukanmu istimewa, tapi bukan berarti kamu besar kepala seperti ini. Ingat posisimu, kamu hanya jalang yang ku pakai untuk memuaskanku!"
Ucapan pria itu menohok hatinya. Pria itu semakin memperjelas statusnya yang sebenarnya. Kemudian pria itu melepaskan rantai ditangan Ayu. Wanita itu mengelus tangannya yang memerah, kemudian memakai pakaiannya.
"Aku tidak ingin kamu mengatakan hal sekecil apapun mengenai ini, atau aku akan melenyapkanmu saat itu juga!"
"Anda tenang saja, saya tidak akan memberitahu keluarga anda, terlebih pada Jenar," ucap Ayu bergetar.
"Bagus, jadilah jalang yang patuh."
Setelah mengucapkannya, pria itu pergi. Ayu terdiam mendengar ucapan Putra. Ayu kemudian mengusap air matanya dan menghela nafasnya yang terasa berat.
"Kamu harus menjadi patuh Yu hikss hikss. Jalang seperti aku harus patuh, aku harus patuh," ucapnya lirih.
***
Putra pergi ke kantor, mendudukan diri dimeja kerjanya. Dia memijat pangkal hidungnya dan mendongakkan kepalanya ke atas. Kemudian pintu ruangannya diketuk dari luar. Sekretarisnya, Joce membawa beberapa dokumen untuknya.
"Permisi Pak, ada beberapa dokumen yang harus Bapak tandatangani."
Putra mengangguk masih memejamkan mata.
"Letakan saja dimeja, aku akan menandatanganinya nanti."
"Baiklah, jika begitu saya pamit undur diri."
"Eumb."
Pikiran pria itu berkelana kesana kemari memikirkan wanita muda yang menjadi simpanannya hampir dua bulan ini. Dia mengepalkan tangan mengingat kedekatan wanita itu dengan putrinya Jenar.
Dia akan membunuh wanita itu jika dia berani berbicara dengan istri terutama putrinya. Sebelumnya pria itu sengaja menyetubuhi wanita itu dengan keras sebagai peringatan untuk menutup mulutnya rapat.
Pria itu mendengar ponselnya berdering, kemudian mengangkatnya. Raut wajahnya yang datar berubah tersenyum mendengar seorang yang menelpon.
"Aku akan segera pulang."
Setelah menutup telponnya, Putra menutup laptopnya dengan terburu - buru keluar dari ruangannya. Joce yang melihat atasannya keluar dengan tersenyum menatap heran. Kemudian dia menepuk pundak Rafael teman kantornya.
"Pak Putra baru saja tersenyum Raf, lihatlah."
"Lalu kenapa?" jawab Rafael santai.
"Aku jarang sekali melihatnya tersenyum, padahal aku adalah sekretarisnya."
Rafael menanggapi ucapan Joce dengan mengedikan bahunya.
"Mungkin ada hal yang membuat beliau bahagia hingga tanpa sadar mempengaruhi alam bawah sadarnya."
"Mungkin," jawab Joce asal.
"Sudahlah jangan mengurusi Pak Bos. Kerjakan pekerjaanmu cepat, supaya bulan depan gaji cair," canda Rafael.
"Tentu, ayo!" ucap Joce semangat.