“Ryou....” Suara bisik halus membelai lembut.
Ryou bangun dari tidur paginya yang singkat. Teriakan teman-temannya menyadarkannya dari cahaya semu yang selalu menghantuinya dikala matanya tertutup. Bangkitlah dia dari atas kursi panjang favoritnya di mana ia selalu menumpang tidur di rumah nenek Restu. Mengambil satu teko berisi air putih dan membawanya ke tengah meja di mana teman-temannya sedang bermain game HP Ryou bergabung di sana. Sambil mengusap usap punggungnya Ryou masuk ke dalam permainan dan bermain bersama sambil bercengkerama.
“Berapa yang kau dapat semalam?” tanya Wahid pada Ryou.
“Cuma 1BP sih. Yah... mau bagaimana toh,” jawabnya enteng.
“Kalian dengar?” Wahid berkata pada Restu, Darwin, dan Cristian. “Mencari uang itu sulit, jadi tolong bantulah aku melunasi hutang-hutangku.”
Mata Darwin melirik santai, “Seenaknya saja....”
Cristian dan Restu tak berkomentar apa pun, mereka fokus dengan permainannya.
“Ayolah jangan pilih kasih, aku juga teman kalian kan?” Wahid mengeluh sambil tetap bermain. “Cristian, kau kan pengusaha sukses, kafemu penuh dengan para koruptor, dan uang selalu mengalir dari pekerja wanitamu yang jalang. Kau pasti bisa membantuku melunasi cicilan HP baruku ini.”
Cristian menghela nafasnya, “Baiklah, tapi hutang cicilan mobilmu aku tidak mau bantu.”
Restu menepuk dahinya, “Astaga Wahid.”
“Oh iya, kemarin aku baru lihat jam digital di iklan keren sekali. Layarnya mengapung dan kita bisa memilih menu melalui hologram yang diciptakan di atasnya. Aku sudah pesan satu loh, kalian mau juga tidak?” Ucap Wahid melepaskan semua kata-kata gilanya.
Darwin Geram, “Sialan dasar Wahid bego!” permainannya kalah karena Wahid.
“Hey kalau kalah jangan salahkan orang lain,” kata Wahid.
Restu menggeleng-gelengkan kepalanya.
Darwin menggaruk kepalanya, dia begitu jengkel. “Dengar, aku tak tahu apakah ini ide bagus tapi lebih baik kau ikut aku, kita ke Hefei cari duit.”
“Mencuri? Kau masih tidak menghormati Ryou, Restu, dan Cristian?” Balas Wahid enteng.
“Hah peduli apa mereka!” balas Darwin. Ia lalu bertanya pada Ryou, “Kau keberatan aku tetap mencuri, pak ketua?”
“Sudah kubilang berkali-kali aku bukan lagi pahlawan, tapi kalau ada pahlawan lain yang datang jangan salahkan aku, aku sudah memperingati.”
“Oke otak udang, kau akan ikut mencuri bersamaku,” perintah Darwin pada Wahid.
Wahid tidak begitu yakin, dia hanya seorang pemulung yang malas dan tak ingin berurusan dengan polisi jika ketahuan. “Restu, Ryou, kalian tidak mau ikutan? Kalian kan nganggur.”
“Restu tidak boleh, dia masih anak-anak! Usianya baru lima belas tahun.” Darwin dengan cepat menolak.
“Hey! Aku tidak mau mencuri. Lagi pula aku harus menjaga nenekku,” Jawab Restu. “Dan aku bukan anak kecil!” tambahnya.
“Bagaimana denganmu Ryou?” tanya Wahid.
“Tidak, aku baik-baik saja hidup seperti ini. Mungkin seharusnya dirimu bersikap sesuai dengan kemampuanmu,” jawab Ryou sambil menyandarkan punggung.