"Jadi lo warga gelap?" Ucap seorang wanita yang ada di hadapan Elizabeth.
Ia terlihat lebih tua dibanding orang-orang yang ada di sini, dan sepertinya sangat dihormati.
"Kayaknya!" Jawab Elizabeth, ia bingung dengan semua pertanyaan yang diberikan oleh Mamih Tini ini.
"Ya udah warga gelap! KTP gak punya, sekolah juga kaga! Apa lagi coba??!"
"Emmm, KTP itu apa ya?" Tanya Elizabeth polos. Ya, dia yang berasal dari entah berantah mana mungkin bisa mengetahui soal KTP? Dikasih nama Elizabeth aja dia sih sudah beruntung. Gak kepikiran tuh punya kartu identitas.
"Bener-bener yaa, lo ini dari kampung mana sih? Gobloknya gak ketulungan!" Seru salah satu wanita yang tadi membawa Elizabeth ke Mamih Tini; Patricia.
"Ada apa ini??!" Semua orang di dalam ruangan mendadak kaku--kecuali Elizabeth--ketika seorang pria berbadan tegap masuk ke dalam ruangan.
"Emm, ini boss! Ada warga gelap, tapi dia gak ngerti apa-apa!" Jawab Mamih Tini.
Elizabeth berbalik, dan seketika ia terpesona dengan rupa si pria yang baru masuk ini. Perawakan pria ini tinggi besar, mempunyai mata yang tajam, hidung mancung, bibir tipis dan dagunya terpampang bayangan sedikit hitam bekas cukuran. Mantap lah. Di kampungnya, Elizabeth mana pernah nemu cowok kece, maskulin macem begini?? Lemes dengkul Elizabeth. Auto ndut-ndutan pepeknya.
"Dia siapa??" Tanya Bayu, si Pria tampan bos tertinggi dari segala jenis pramuranjang yang ada di sini.
"Saya Elizabeth, Mas!" Jawab Elizabeth sok diimut-imutin. Sengaja, kapan lagi kan menggoda mamas tampan? Hehehehe!
Bayu melirik Elizabeth dari atas sampai bawah, seperti menaksir salah satu barang yang akan dibelinya. Hanya sekitar lima belas detik, Bayu kemudian tersenyum tipis lalu menoleh ke arah Mamih Tini, berbicara dengan suaranya yang terdengar berat.
"Kamu dandanin dia, terus bawa ke apartment saya!" Ucap Bayu kemudian ia berbalik dan meninggalkan ruangan.
Beberapa orang yang ada dalam ruangan syok, belum pernah terjadi sebelumnya ini. Seorang Bayu meminta dibawakan wanita ke tempat tinggalnya? Ini pasti ada yang gak beres, karena rumor beredar kalau si ganteng Bayu itu penyuka sesama jenis, atau bisa dibilang gay. Mana bisa nanti Bayu macem-macemin Elizabeth?? Mamih Tini pusing setengah mampus lah mikirinnya.
Dan, apa sebegitu cantiknya Elizabeth sampai bisa menggoda cowo homo nan dingin macam Bayu?
"Lu denger juga kan si Pak Boss bilang apa?" Tanya Mamih Tini, seolah tidak mempercayai pendengarannya sendiri.
"Iya Mih, Mas Bayu minta si kampungan ini dibawa ke apartmen-nya." Sahut Patricia.
"Gila sih woy, momen langka banget ini!" Seru salah satu di antara banyak orang di ruangan ini.
Meskipun aneh dan tidak biasa, berhubung yang memberi perintah adalah bos besar, jadilah Mamih yang pusing ini cuma bisa manut. Ia lalu menyuruh Patricia dan beberapa orang andalannya untuk mendandani Elizabeth sesuai dengan kemauan Mas Bayu.
*******
Elizabeth bengong ketika melihat pantulan wajahnya di cermin. Ini teh apa-apaan? Kunaon akuh kaya yang abis ditonjok??? Seru Elizabeth dalam hati.
Yak, kelopak matanya kini berwarna coklat kemerah-merahan, begitupun dengan pipi dan bibirnya, semuanya senada, bikin Elizabeth bingung dan kurang mengenali mukanya sendiri. Padahal, Elizabeth apal banget loh sama mukanya, dia kan rajin ngaca pas jaman main ke sungai sama Mail. Lha ini? Siapa pula itu cewek yang mukanya merah-merah di cermin, yang mengikuti semua gerakan yang dilakukan Elizabeth?
Gila sih woy, muka aku bisa berubah gini. Kalau aku pulang, pasti si Mbok gak bakal kenal nih sama aku. Batin Elizabeth.
"Dah, minta Boss Dimas anter dia ke rumah Boss Bayu, kan cuma Dimas yang tau rumahnya Bos Bayu di mana." Ucap Mamih Tini.
Elizabeth celingukan, bengong tak mengerti. Siapa Dimas? Kok denger namanya aja Elizabeth mendadak deg-degan.
Mendengar perintah mamih Tini, Patricia mengangguk dan menarik Elizabeth yang masih bingung itu ke luar. Dan saat perjalanan ke luar ini lah Elizabeth baru bisa melihat kondisi tempat ini.
Saat ia keluar, terdapat ruangan luas dengan beberapa meja bundar yang dikelilingi kursi tersebar di ruangan. Di sudut, ada beberapa sofa yang setengah melingkar tetap dengan ciri khas meja berbentuk bulat. Dan di tengah ruangan, dua buah meja panjang membentang namun memberi celah agar bagian dalamnya bisa dimasuki. Di tengah kedua meja itu ada sebuah lemari transparan yang berisikan botol-botol dengan aneka jenis cairan. Elizabeth gak tau itu apaan dalemnya, secara minuman paling enak yang pernah dia minum cuma air dari rotan yang terasa segar yang dibawakan Mail dari hutan. Selain itu, mana dia tau??
"Aku mau dibawa kemana, Mba?? Ehh, Teteh?" Tanya Elizabeth, suaranya terdengar bergetar, ia yang tadi penasaran kini mulai takut dengan lingkungan yang belum ia kenali ini.
Mo pulang akutu, mbok!!! Jerit Elizabeth dalam hati.
Patricia tidak menjawab pertanyaannya, ia tetap menarik lengan Elizabeth, membawanya keluar dari tempat yang minim cahaya ini.
Di luar, Elizabeth bengong melihat kendaraan besar yang menunggunya, mirip mobil bos-bos mafia gitu. Bikin Elizabeth makin mengkeret.
"Teteh Pati Sia gak ikuut???" Tanya Elizabeth.
"Udah masuk sana lo! Berangkat!" Seru Patricia kepada supir sambil membanting pintu mobil.
"Ini aku duduk di sini Mas?" Tanya Elizabeth pada Dimas, lelaki yang mengantarnya.
"Iya, oh yaa kita belum kenalan, saya Dimas. Mbanya namanya siapa?" Ucap lelaki tampan ini ramah. Seperti tadi melihat Bayu, sekarang pun Elizabeth dag-dig-dug-jer dibuatnya. Mendadak lemes denger suara Dimas yang sopan sekali masuk ke gendang telinganya.
"Aku Elizabeth, tapi kadang dipanggil Siti." Ucap Elizabeth ramah, dan dengan suara yang dilembut-lembutkan.
"Kok Siti???" Tanya Dimas bingung.
"Iya, Siti Elizabeth nama lengkapnya."
"Ohhh, saya panggilnya Liz aja yak?"
"Boleh Mas." Ucap Elizabeth.
Obrolan terhenti. Elizabeth mengarahkan pandangannya ke jendela, kaca hitam yang terpasang membuat cahaya di luar tidak menyakiti mata. Elizabeth senang melihat banyak hal lain yang tak pernah diketahuinya selama ini.
"Mas? Kalau yang aku duduki ini toh apa ya???"
"Maksudnya??"
"Iya, ini yang bisa jalan-jalan, apa namanya?"
"Waaah? Kamu gak tau? Ini mobil, Liz." Ucap Dimas. Dari kaca spion tengahnya, ia sedikit mengintip ke belakang, heran dengan kelakuan gadis yang sedang bengong ke arah jendela itu. Sangat lugu.
"Mobil??? Semua yang bergerak di jalan itu Mobil??"
Dimas tersenyum tenang, kemudian ia menjelaskan mengenai macam-macam kendaraan dengan sabar kepada Elizabeth. Elizabeth sendiri mencoba menghafal semua ilmu baru yang ia dapatkan.
Poko'e aku ndak boleh ketinggalan jaman, harus bisa beradaptasi aku! Titik! Seru Elizabeth kepada dirinya sendiri.
Niat itu tak lain dan tak bukan adalah untuk pamer jika ia bisa pulang ke kampungnya. Hahaha! Biar kasta aku makin tinggi gitu loh, kalo aku pinter, hehehehe!
***
Dimas sudah mengantar Elizabeth ke tempat tujuan: apartment bos besar, Bos Bayu.
"Mas Dimas ndak mau nunggu sini? Aku takut kesurupan kalo dibiarin sendiri." Ucap Elizabeth, yang direspon dengan tawa renyah dari Dimas.
"Saya gak boleh lama-lama di sini. Paling bisa nunggu di luar."
"Yauda, aku ikut Mas-nya aja ke luar."
"Jangan, nanti kita kena marah. Kan perintahnya sudah jelas, Liz dibawa ke apartment Bos."
"Aku mau diapain emang Mas?"
"Pokoknya sabar aja ya!" Dimas menepuk bahu Elizabeth pelan, kemudian ia tersenyum dan keluar dari ruangan.
Jantung Elizabeth makin berdetak tak karuan, ia takut. Menunggu di sofa yang sangat empuk, Elizabeth bingung harus kagum dengan tempat yang luar biasa ini atau harus takut karena tidak tahu apa-apa soal hal yang akan terjadi kepada dirinya.
Tau gitu, aku dimakan buto ijo aja kali ya?? Batin Elizabeth.
Eh?? Ehh?? Iya... bekel aku dari si Mbok mana ya???
Elizabeth pusing sendiri, ketika ia mencoba melepas pakaiannya untuk mencari bekal yang ia selipkan di pakaian dalamnya, tiba-tiba saja pintu terbuka.
"Whooooaaaa, lo ngapain??" Tanya Mas Ganteng yang bernama Bayu itu.
"Nganu Bos, aduh... gu---gue lagi nyari sangu!" Jawab Elizabeth. Ohyaa, tadi ia diberi tahu Dimas kalau lawan kata Lo itu Gue, setipe kaya Kamu dan Aku, jadi Elizabeth mulai menerapkan panggilan tersebut pada lawan bicaranya.
"Hah? Bekel? Bekel apa? Kenapa lo dandan begitu dah???"
Elizabeth bingung, ia tak tahu bagaimana harus menjelaskan soal bekalnya yang merupakan s*****a melawan Buto Ijo, dan ia bingung juga... tadi kan Pak Bos ganteng yang nyuruh Mamih Tini dandanin, lha sekarang malah ditanya.
"Bekel itu lah pokoknya, boss!"
"Ke kamar mandi gih, hapus riasan lo! Gue suruh si Tini dandanin lo tuh supaya lo bersih, pake baju bagus. Bukan jadi kaya personel lenong!"
"Masnya ngomong apa sih??"
"Bersihin sana muka lo!"
"Di sini sungai di mana ya Mas? Sekalian mandi aja aku!"
Mendecak kesal, Bayu menarik Elizabeth ke salah satu kamar yang ada di apartmennya. Sedikit tersenyum, rupanya asistennya sudah membelikan baju perempuan yang ia minta. Lemari yang tadinya kosong sudah terisi penuh.
Bagus! Batin Bayu.
Menjelaskan cara menggunakan kamar mandi, dan bagaimana mandi dengan cara modern, Bayu meninggalkan Elizabeth di kamar untuk memberikannya privasi.
Cantik tuh cewek, terlalu cantik untuk gue jual. Tapi bisa jadi sumber duit gue yang baru nih, kali aja ada b******n di luar sana yang mau bayar tinggi buat cewek sepolos dia. Gue yakin dia masih perawan.
Rencana-rencana jahat untuk Elizabeth sudah tersusun rapi di pikiran Bayu. Tinggal dieksekusi. Ya, ia sudah menempatkan sasaran di menaranya yang paling tinggi. Ia hanya tinggal tunggu siapakah pemangsa yang akan mencapai puncak gedung apartmennya ini untuk membeli Elizabeth.
Let the show, begin!!
*****
TBC