TUJUH

1435 Kata
Meninggalkan Elizabeth di kamar yang terkunci. Bayu meminta Dimas mengantarnya kembali ke tempat kerjanya; sebuah bar yang menjalani kasino ilegal dan tentu saja, perdagangan manusia. Ya, manusia. Bukan hanya wanita tapi Bayu juga menjajakan segala jenis manusia. Wanita, Pria, Waria, Transgender, dan apapun sebutan kalian untuk manusia yang akan kalian beli jasanya. "Lo tau gak Dim, si Tini sama Patricia nemu Elizabeth di mana?" "Belum denger pastinya. Tapi rumor sih katanya di jalanan belakang Bar, Bos. Liz lagi jalan ling-lung gitu terus nanya-nanya, mana nyeker juga kan?" "Liz??!" "Eh? Tadi sepakat kalau saya manggil dia Liz." "Ohh! Lanjut ceritanya". "Ya, Liz gak tau apa-apa, cuma ngoceh soal nama desanya yang gak ada di google." "Desa apa?" Tanya Bayu. "Gak tau saya Bos. Patricia sih cuma bilang 'kalo gak cantik gue lemparin deh ke bak sampah' udah gitu aja." Jelas Dimas. Sekian tahun menjadi supir, pengawal, dan orang kepercayaan, Dimas masih selalu saja kaku dengan Bayu meskipun Bayu orangnya sangat santai. Ya, bagaimana tidak kaku kalau tahu kau berhadapan dengan seseorang yang tidak bisa mati? Tidak bisa juga dikalahkan. Gue rasa, John Wick kalo ketemu Pak Bos pasti langsung auto bunuh diri. Sayang tenaga kalo ngelawan. Batin Dimas. "Dia cantik, bisa dijual. Nanti, kasih tau siapa yang nemuin dia. Gue kasih bonus!" "Siap pak bos!" **** Bar yang buka dari pukul 10 pagi sampai pukul 1 malam ini mulai ramai. Jam 10 sampai jam 12 malam adalah waktu puncak di mana para pengunjung berkumpul. Anak-anak muda memenuhi lantai dansa, para pekerja duduk berjejer di bar dan para pengusaha menjajah sofa bulat yang ada di beberapa penjuru ruangan. Sedang yang VIP... punya ruangan sendiri di lantai dua, lengkap dengan para stripter yang siap sedia menghibur pelanggan. Terdengar ketukan pintu, Bayu menekan tombol agar pintu ruangannya otomatis terbuka. Dimas, Patricia dan Wanda muncul di depan pintunya, setelah Bayu memberikan kode, ketiga orang tersebut lalu masuk. Dimas menutup pintu kembali dan berdiri di belakang kedua wanita yang sudah duduk ini. "Bos, Wanda dan Patricia yang menemukan Liz pagi tadi." Bayu yang biasa memasang wajah datar kini tersenyum. Membuat dua wanita di hadapannya memandang salah tingkah. Ya kapan lagi gitu disenyumin Bos Ganteng yang selalu dingin ini? "Kalian gue kasih libur tiga hari, gaji full dan bonus satu kali gaji untuk dua minggu ke depan." Ucap Bayu membuat mereka yang mendengarnya menjerit bahagia. "Saya juga, bos?" Tanya Dimas. "Bonus iya, libur gak!" Bayu kembali tegas. "Oke Bos, makasi!" "Iya, Mas Bos Bayu, makasi yaa!" Ucap Wanda dengan nada manja. "Udah, pergi sana! Dimas di sini dulu!" Ketika dua wanita itu pergi, padahal mereka masih ingin memandang wajah tampan Bayu. Tapi, apa boleh buat? Bayu meminta Dimas untuk duduk di hadapannya, setelah menutup pintu ruangan tentu saja. "Ada apa Bos?" "Bikin iklan kalau gue punya satu cewek spesial, siapapun yang bisa kasih harga tertinggi dia yang dapet. Kita buka harga terendah 10 Unit." "Siap Bos!" Bayu tersenyum kembali. Menyadari pembicaraan sudah selesai, karena Bayu tak berbicara lagi, Dimas pamit keluar untuk mengerjakan tugas yang diberikan bosnya itu. Sambil berjalan keluar, Dimas melamun sedikit, hati kecilnya tak tega melihat gadis sepolos Elizabeth dijual oleh bosnya. Ingin rasanya ia menyelamatkan Liz, tapi dia bisa apa? Dimas tidak mungkin berkhianat, karena bukan hanya Bos Bayu yang ia khianati, tapi juga seluruh keluarganya. Berusaha mengabaikan sesuatu yang mengganjal di hatinya, Dimas berjalan ke ruangannya. Membuka laptop untuk membuat iklan semenarik mungkin tentang Elizabeth, dan langsung menyebarkannya khusus ke kalangan atas. "Mas Didim!!" Terdengar ketukan pintu dari luar, Dimas langsung berseru menyauti, menyuruh siapapun yang di luar sama itu untuk masuk. "Kenapa Pat??" "Bos tumben baik ngasih kita libur, biasanya izin sakit aja gak boleh ya?" Patricia mulai ganjen, bergelendot ria di punggung Dimas. "Elo libur, gue sih engga!" Dimas melepas tangan Patricia yang membebani punggungnya dengan lembut. "Hahahaha, eh iya, si Elijambret itu mana?" Tanya Patricia "Gue anter ke apartment bos." Jawab Dimas datar. "Apartment bos di mana sih??" Kali ini Dimas hanya tersenyum. Dari sekian ratus manusia yang bekerja bersama Bayu Ambrakara, hanya ia yang mengetahui di mana letak persisnya tempat tinggal bos-nya itu. Membuatnya memiliki banyak profesi selain supir, orang kepercayaan, asisten pribadi dan apapun yang dibutuhkan Bayu. "Dapet tugas apa Mas Dim dari bos?" Patricia belum menyerah, ia masih menggoda Dimas. Padahal berdasarkan info yang Dimas tahu, Patri sudah memiliki kekasih. "Jual si Elizabeth." "Berapa?" "Lelang sistemnya, kita buka harga sepuluh unit." "10 unit???!" Patricia syok mendengar harga dari seorang Elizabeth. Suaranya sudah tidak lagi dilembut-lembutkan. Unit yang dimaksud di sini itu bukan uang, uang hanya untuk pembayaran manusia kelas bawah dan menengah. Unit itu bisa berbentuk perusahaan, rumah, apartment, mobil, motor dan apapun yang bernilai di atas 80 juta rupiah. Dimas tersenyum, ia mengangguk kepada Patricia. "Bos yakin dia bakal laku? Mahal banget, belum ada kayanya orang gila yang mau bayar cewek segitu mahalnya." Suara Patricia sepenuhnya berubah, ia sudah tidak menggoda Dimas lagi. "Kaya gak tau Bos aja, dia kan selalu yakin." Ucap Dimas. "Hemm! Yaudah, gue mau pamit dulu nih. Kerjaan gue udah selesai, yang mau booking gue bisa dateng 3 hari lagi. Liburan waktunya gue pacaran!" Patricia menyerah, ia tahu Dimas tidak bisa digoda meskipun umurnya masih muda. "Yeah, pergi sana lo!" Usir Dimas. "Bye!!" ****** Bayu membuka ponselnya yang baru saja bergetar. Sebuah iklan masuk, ia tersenyum melihat iklan itu. Dimas sudah selesai mengerjakan tugasnya, tinggal menunggu waktu siapa saja yang akan berebut mendapatkan Elizabeth. Eh? Elizabeth... Bayu baru menyadari ia meninggalkan Elizabeth sendirian di tempatnya. Segera saja ia keluar dari ruangan, menyerukan nama Dimas untuk mengantarnya pulang. "Kenapa Bos?" Tanya Dimas setelah selesai membeli makanan cepat saji sesuai permintaan bosnya. "Elizabeth! Kalau dia mati kelaparan, gimana bisa dijual??" "Oh iyaaa!!" Kedua lelaki ini panik, mereka pun bergegas keluar dari tempat ini, menuju mobil yang standby berparkir di depan. Sesuai permintaan Bos, Dimas menyetir dengan kecepatan maksimal, hingga tak perlu waktu lama, mereka tiba di parkiran apartment milik Bayu. "Ikut! Bawa ke dalem!" Titah Bayu. Dimas mulai heran, biasanya Bayu enggan ada orang yang masuk ke dalam apartmennya. Kalaupun masuk, mungkin karena membawa sesuatu yang berat, atau masuk karena Bayu sedang tidak ada di tempat jadi Dimas harus mengantarkan barang sampai ke ruang tamunya. Tapi ini... Dimas benar-benar tak percaya. **** "Ini teh apaan Mas?" Elizabeth bingung melihat makanan yang ada di hadapannya. Dia yang biasa makan tumis uler rica-rica, atau daging kalong kuah mengkudu sekarang disajikan makanan cepat saji a.la McD, naon pisan atulah. "Burger, ayam goreng, kentang goreng, nugget!" Jawab Dimas. Ya, Dimas masih bergabung di apartment, Bayu memintanya ikut makan malam bersama Elizabeth. "Itu teh apa? Ini ayam kapan diubernya? Pake perangkap apaan? Kapan bulunya dicabutin? Kenapa tiba-tiba mateng gini dah?" Bayu dan Dimas saling melirik, bingung akan apa yang dibicarakan oleh gadis di hadapan mereka. "Terus lo maunya makan apa?" Tanya Bayu. "Burung Moa aya teu, Mas Bay??" "Burung Moa???!!" Bayu dan Dimas serentak kaget. Mengeluarkan ponselnya, Bayu mencari keterangan tentang Burung Moa di situs pencarian terbesar dan agak kaget ketika tahu hewan yang dimaksud Elizabeth itu sudah terancam punah. "Kamu sering Liz makan burung Moa?" Tanya Dimas. "Moa? Sering banget... dibikin burung bakakak sama warga sekampung, beuh enak banget mas Ganteng!" Bayu menelan ludahnya mendengar penjelasan Elizabeth. Agak bingung juga dia sebenarnya. "Burung Moa kan udah punah, Eliza!" Ucap Bayu, ia bingung dengan percakapannya dengan Elizabeth ini. "Hah? Apaan tuh maksudnya?" "Ya punah, punah, udah gak ada di dunia." "Dih, si Bos, ganteng-ganteng sawan! Udah gak ada di dunia gimana? Orang sarangnya aja tuh banyak di deket kampung aku, suka dipasang perangkap sama Mail, atau pak RT, biar ketangkep terus kita makan bersama sekampung!" Jelas Elizabeth makin membuat lawan bicaranya bingung. "Mending kita makan dulu aja Bos!" Dimas berusaha meredakan keadaan. Elizabeth mengikuti Bayu dan Dimas yang sudah menyantap duluan hidangan di atas meja. "Apa ini teh? Rasanya aneh." Ya, biasa makan daging segar dari hutan dan langsung dimasak. Lidah Elizabeth belum terbiasa dengan makanan olahan ini, jadi ia hanya meminum air yang tersedia di meja. "Lo gak laper? Makan sana biar gak mati!" "Gak, aku gak bisa makan. Aku kangen si Mbok!" "Mbok?" Tanya Dimas bingung. Elizabeth mengangguk. Sudah 24 jam lebih dia meninggalkan pondok tempat ia menghabiskan hidup sedari kecil. Elizabeth rindu hiruk-pikuk kampung serbahese. "Yaudah, nonton aja geh sana!" Bayu menyambar remote yang ada si ujung TV dan menyalakannya, film yang terputar adalah Thor; Ragnarok. "Duh gusti!! Dia nyusul akuhh!!! Buto Ijo nyusul akuhh!!!" Elizabeth menjerit ketika melihat Hulk di TV, ia berlari ketakutan meninggalkan ruang tengah, membuat dua pria yang ia tinggalkan ini terheran-heran. "Buto ijo? Kok kaya familiar ya, Bos?" Tanya Dimas. ***** TBC Thanks for reading See u in the next chapter xoxoxo
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN