DUA BELAS

1752 Kata
Bagaimana Pak Dani?” Tanya Dimas, ia baru saja menjelaskan kekeliruan yang dibuat oleh Bayu terkait masalah penjualan Elizabeth. “Gak bisa Pak Dimas! Boss Anda sudah menyetujui tawaran kami, dan lagi... Beliau sendiri yang mengirimkan surat kontraknya. Dan sudah ditandatangani oleh kedua belah pihak!” “Tapi Pak, kan saya sudah jelaskan kalau tadi siang itu Pak Bayu dalam keadaan yang kurang sehat, jadi salah dalam membuat keputusan.” “Maaf Pak Dimas, tapi gak bisa, Boss saya menginginkan wanita itu dan kalian sudah menyetujuinya. Jadi mau tak mau, kalian harus menerima ini semua, tidak peduli ada kesalahan dari pihak Anda. Itu salah kalian sendiri!” Ucap Pak Dani tegas, setelahnya ia langsung memutus sambungan telepon. Dimas mengumpat sedikit, ia kesal. Bagaimana caranya ia menyelamatkan Elizabeth jika kondisinya seperti ini? Keluar dari ruang kerjanya di kantor pusat, Dimas langsung turun menuju parkiran, ia berencana pergi ke Bar sore ini. Kegilaan soal dunia lain yang ia hadapi ini mulai terasa berat. Ya, menerima bahwa Bayu bukan manusia saja Dimas belum bisa sepenuhnya. Apalagi sekarang Dimas tahu kalau Elizabeth bukan berasal dari dunia ini juga. Dalam hati, Dimas penasaran, kalau Boss Bayu saat masuk ke dunia lain menjadi raksasa hijau. Menjadi apakah Elizabeth di dunia aslinya? Apa tetap cantik seperti ini? Atau dia bisa tiba-tiba berubah menjadi siluman ular? Entah lah, untuk saat ini Dimas sangat mengkhawatirkan nasib Elizabeth beberapa hari ke depan. Sambil mengemudikan mobil, pikiran Dimas melantur ke mana-mana. Satu yang pasti, ia memikirkan Elizabeth. Bagaimana Elizabeth bisa mirip dengan gadis yang ia gambar belasan tahun lalu? Pun bagaimana jika kecurigaan Kakek Yadi benar. Elizabeth hanyalah orang suruhan musuh Boss Bayu yang ingin menghancurkan kerajaan bisnis yang dibangun Bayu sedari dulu kala. Tapi.... Dimas terus menggali pikirannya. Dan ia tiba-tiba teringat ketika Elizabeth menjerit ketakutan di apartment Bayu saat ia melihat sosok Hulk di TV. Ya, waktu itu Elizabeth mengatakan sesuatu tentang Buto Ijo. Penasaran, Dimas membuka ponselnya, mencari tentang Buto Ijo dan ternyata yang ia dapatkan hanyalah secuil cerita rakyat. Buto Ijo adalah raksasa yang dikalahkan Timun Mas. Huh! Cerita itu gak ada hubungannya sama masalah ini! Seru Dimas kesal. Kembali fokus pada jalanan, Dimas akhirnya sampai di Kasino The Black Jack, ia masuk dan langsung mengarah ke meja bar. Memesan sebuah minuman. “Kenapa Boss? Masih sore udah minta minuman aja.” Ucap Dandy, kepala bartender yang bekerja di sini. “Si Boss Besar bikin ulah!” Hanya itu jawaban Dimas. “Yaudah, chill aja dulu chill!” Seru Dandy menghibur Dimas. “Ya makanya ke sini. Eh iya, malem ini yang perform siapa?” Dimas bertanya soal guest star yang akan meramaikan tempat ini. “Tahu DJ yang kemarin kena kasus?” Dimas mengangguk, “Dia?” “Iya, namanya lagi baik daun. Kena kasus malah bikin tambah mahal bayarannya.” Ujar Dandy. “Yaudah lah, mungkin itu cara dia buat cari duit.” Sahut Dimas acuh tak acuh. Kepalanya sakit sekali, sedangkan alkohol yang diberikan Dandy belum cukup untuk meredakan pusing yang ia alami. “Bos, cewek yang di Mamih Tini, cantik tuh!” Ujar Dandy, membuka topik obrolan baru. “Jangan ada yang berani macem-macem. Udah ada yang berani bayar mahal. Salah-salah, nyawa lu ilang nanti.” Dimas memberi peringatan. Bukan soal sudah ada yang berani bayar. Tapi Dimas juga menyukai Elizabeth. Ia tak ingin anak gadis itu bernasib s**l. Memikirkan Elizabeth dengan Pak Chandra Wiguna saja membuat Dimas marah. Ini lagi, ternyata banyak bawahannya yang naksir juga sama Elizabeth. Ya, Elizabeth memang secantik itu sihh. Jadi wajar saja bila banyak pria yang menyukainya. Tapi... Elizabeth, dia masih 17 tahun. Dia masih sangat muda. Masa depannya gak boleh hancur karena satu kesalahan Bos Bayu. Batin Dimas. Menenggak lagi minumannya, Dimas meminta sesuatu yang lebih keras ke Dandy, dan sang bartender itu pun langsung meracikkan minuman lain untuk Dimas. Menunggu sekian menit, begitu minuman racikan Dandy selesai, Dimas langsung menyesapnya. “Ehmm, enak nih, lo kasih aromatik apaan?” Tanya Dimas. “Cengkeh, Boss. Ini racikan baru gue sih.” Ucap Dandy. “Bikin nama, masukin ke menu, oke nih! Terus kasih keterangan aja Owner's choice, biar rame.” Usul Dimas. Dia menyukai minuman ini, yang menurutnya amat sangat layak untuk dijual. Dandy memang bartender yang hebat, makanya dia menjadi kepala atau ketua, atau apalah. “Boleh Boss?” Mata Dandy berbinar mendengar itu. “Boleh, lo bikin harga sendiri aja. Kaya biasa, 5% penjualan minuman buat lo!!” “Thanks Boss!” Dandy tampak gembira. Terlihat ia berjalan ke belakang, mungkin mencari Tirta, orang yang bertugas mengurusi buku menu. Dimas tersenyum. Menikmati minumannya. Akhirnya ada lagi bahan pikiran yang membuatnya tidak terlalu terlelap dalam masalah Elizabeth. Mengurus Kasino ini lumayan juga. Dan, Dimas memang punya kuasa di tempat ini. Ia bisa melakukan semua yang ia suka. Menambahkan menu, menghilangkan menu, menaikan gaji karyawan, dan lain-lainnya. Sebagai orang yang sangat dipercaya Bayu, Dimas memiliki kuasa setara dengannya. Dan lagi, Dimas lebih dekat dengan karyawan ketimbang Bayu. Kalau semua karyawan takut pada Bayu, lain halnya dengan Dimas. Mereka sangat akrab dengan Dimas yang meskipun tegas, tapi ramah. Hingga mereka segan pada Dimas, bukan takut. Menghabiskan minumannya, Dimas meninggalkan meja bar, dia berjalan ke bagian belakang Kasino, tempat di mana ruangan-ruangan pegawai berada. Khusus ruangan Bayu dan Dimas, ada di lantai dua. Jadi Dimas pun menaiki tangga satu per satu, lalu membuka pintu ruangannya. Karena berada di dalam Kasino, ruangan Dimas penerangannya seadanya, karena lampu yang digunakan pun bukan tipe lampu yang terang. Duduk di kursi, Dimas menyalakan komputernya, ia lalu melihat iklan yang dia buat kemarin. Tidak sampai 24 jam, ternyata sudah ada ratusan orang yang saling menawar harga untuk Elizabeth. Dimas melihat sistematik riwayat tawaran tersebut, dan ternyata nama Chandra Wiguna sangat aktif, ia selalu menaikan harga jika ada orang yang menawar Elizabeth di atas harga tawarannya tersebut. Sampai pada akhirnya namanya lah yang berada di puncak pelelangan, sebelum akhirnya lelang itu ditutup oleh Bayu. Dimas mendesak kesal. Bagaimana dia mengakali ini semua? Karena membuat Chandra Wiguna membatalkan kontrak ini ternyata sangat sulit. Pintu ruangan Dimas diketuk, dan ia pun langsung berseru masuk kepada siapapun yang berada di balik pintu. Lalu tak lama Wanda membuka pintunya. “Wan? Kenapa? Bukannya dapet libur ya dari Boss?” Tanya Dimas. “Ini Mas, eheheheh!” “Sini masuk dulu, duduk dulu!” Ajak Dimas. Lalu Wanda, yang merupakan salah satu PSK kelas atas yang dimiliki Kasino ini pun mendekati Dimas. “Kenapa?” Tanya Dimas lagi, persis ketika Wanda menempelkan pantatnya di kursi empuk di seberang Dimas. “Anuu, Mas.” “Anu apa?” “Itu, si Elizabeth nangis-nangis.” Jelas Wanda. “Nangis kenapa?” “Gak tahu, katanya kangen kampung, bingung aku tuh Mas!” “Bingung kenapa?” “Yaa, omongannya Elizabeth tuh ngawur semua gitu loh. Gak jelas dia tuh maunya apa. Masa tadi pas siang minta makan sup lidah jerapah, ya mana ada yang jual coba?” “Hah?” Tentu saja Dimas terkejut. Maksudnya... siapa orang yang mau membunuh jerapah, lalu memotong lidahnya dan membuat itu sebagai sup? Gosh! “Serius, Mas. Makanya Mamih Tini marah-marah, eh terus Elizabeth-nya nangis.” “Kalau sama dia, kamu gak usah tanya dia mau makan apa, udah beliin aja, terus suruh dia makan. Kalau dia cerita yang aneh-aneh, dengerin aja, gak usah dipikirin.” Ucap Dimas mencoba memberi solusi. Padahal, Dimas sendiri dibuat bingung oleh Elizabeth. “Terus soal dia yang pengin pulang gimana? Itu kan bertentangan banget dengan prinsip yang Mas Dimas dan Boss Bayu terapkan. Kita semua kan ada di sini karena kita yang mau, bukan dipaksa. Terus kalau ini anaknya gak betah gimana Mas?” Tanya Wanda. “Kita gak tahu rumahnya di mana, kalau kita biarin dia, malah kasian dia kalau ketemu orang jahat.” Ucap Dimas lembut. Ya, lebih baik Elizabeth di sini, di bawah pengawasannya, karena dengan begitu, Dimas bisa menjaganya. “Tapi....” Wanda tak melanjutkan kalimatnya, dan itu membuat Dimas tersenyum, ia seperti sudah tahu apa yang ada di kepala Wanda. “Tenang, saya lagi usaha supaya kontraknya batal kok.” “Dia masih terlalu kecil, Mas.” Wanda sepertinya sangat perhatian dengan kondisi Elizabeth. Beda dengan Patricia kemarin. “I know!” Ucap Dimas pelan. Ia terlihat berusaha menenangkan Wanda padahal ia sendiri mumet. “Yaudah Mas, aku pamit pulang yaa? Tadi tuh dikabarin Dandy kalau Mas Dimas ada, jadi aku buru-buru ke sini.” Dimas mengangguk. Hanya sedikit orang yang mempunyai nomor ponselnya, dan orang-orang itu tidak bisa sembarangan memberi nomornya. Jadi, jika ada orang lain yang perlu berbicara dengan Dimas, mereka harus datang langsung. “Elizabeth di rumah Mamih Tini sama siapa aja?” Tanya Dimas sebelum Wanda pergi. “Sama aku, Mas. Sama Mamih, udah berdua. Kan Patricia pulang ke kostan pacarnya. Yang lain sih ya gitu, kadang mampir, kadang gak pulang, ngerti lah Mas,” Dimas mengangguk. Ya, rumah yang Bayu siapkan untuk para PSK-nya itu luas tapi jarang dihuni orang karena kebanyakan dari mereka bekerja. Ada yang disewa per malam, per hari, per minggu, bahkan ada yang dikontrak satu bulan. Jadi rumah tersebut selalu sepi, lagi... para pramu ranjang tersebut jika libur memilih menghabiskan waktu di tempat lain. “Kamu saya tugasin ya Wan, jagain Elizabeth. Libur kan ya kamu? Nah nanti kalau udah aktif gak usah ambil kerjaan dulu. Fokus urus Elizabeth aja.” Ucap Dimas, ia melimpahkan tugas tersebut ke Wanda karena tahu Wanda baik. “Bener ini Mas?” Wanda langsung semangat. Dalam hatinya ia bersyukur tak harus melayani pria-pria, mending dia mengurus Elizabeth yang kelakuannya aneh saja. “Iya, sini HP kamu, simpan nomor saya!” “Boleh Mas aku punya nomor Mas Dimas?” Wanda kembali terlihat bersemangat. “Iya, jadi kalau dia aneh-aneh hubungannya via chat aja, gak usah dateng gini. Inget... chat ya! Saya gak suka di telepon.” “Siap Mas kuhhh!” Wanda langsung memberikan ponsel miliknya dan Dimas pun menerimanya untuk memasukkan nomor ponselnya. “Udah, kalo ada apa-apa chat aja.” “86, Mas!” Dimas tersenyum, Wanda pun pamit meninggalkan ruangan. Kembali sendiri, Dimas memikirkan lagi cara agar Elizabeth dapat terbebas dari Pak Chandra Wiguna. Dimas tidak bisa membiarkan Elizabeth selama tiga hari bersama Pak Chandra. Anak polos itu bisa-bisa trauma. Ketika sedang khusyu berpikir, ponselnya berdering, Kakek Yadi meneleponnya. “Hallo, Kek?” “Kamu ke sini sekarang, Bayu sudah kembali, dia sakit!” Dimas kaget mendengar ucapan Kakek Yadi barusan. Bergegas, ia pun meninggalkan ruangannya. Berjalan cepat menuju mobilnya yang terparkir dan tancap gas ke rumah Kakeknya yang berada di tepi kota. ****** TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN