Misi Diego

1074 Kata
"Diego!" Tiba-tiba seorang wanita memanggil Diego dan berlari ke arahnya, menghentikan ucapan Devino dan membuat Deina menghembuskan napas lega. Namun, Deina dibuat terkejut ketika melihat wanita itu memeluk suaminya. Diego juga menampilkan wajah terkejutnya, apalagi melihat Deina yang tiba-tiba berdiri dan menghempaskan tangan wanita itu dari tubuhnya. "Heh! Siapa, lo? Berani-beraninya meluk cowok orang sembarangan!" sungut Deina marah. Bukannya takut ditatap tajam oleh Deina, wanita itu malah tersenyum manis seraya mengulurkan tangannya, "Kenalin, Saskia Diandra. Mantan. Terindahnya Diego Nathalionel," ucapnya dengan menekankan kata 'mantan' pada kalimatnya. "Ma-mantan?" Deina menatap Diego penuh tanya. Sejak kapan Diego memiliki mantan? Bukankah selama ini dia bilang tidak pernah berpacaran sama sekali, sebelum berpacaran dengannya, Diego pernah mengatakan bahwa Deina adalah pacar sekaligus cinta pertamanya saat itu. Lalu, apa maksud dari ucapan wanita itu yang mengatakan jika dirinya adalah mantan terindah Diego–suaminya. Setelah kedatangan wanita tadi yang tiba-tiba mengaku sebagai mantan Diego, Deina dengan cepat menarik tangan suaminya untuk pergi dari sana. Sesampainya di rumah, Deina mencecarnya dengan berbagai pertanyaan. "Siapa wanita tadi, Mas? Jawab!" teriak Deina. "Bukan siapa-siapa, Sayang." "Kamu bilang, cuma ada aku!" Deina kesal sekaligus kecewa karena Diego tidak mau jujur padanya. "Ya, iya. Emang cuma kamu, kamu, 'kan, tahu sendiri kalau aku gak pernah pacaran sebelum aku kenal sama kamu." Diego menatap istrinya dan mencoba meyakinkan bahwa wanita itu bukan mantannya. "Tapi, kenapa wanita itu bilang, kalau dia itu mantan kamu, Mas? Jangan-jangan selama kita pacaran, dulu kamu pernah selingkuh, ya, dibelakang aku?" Deina masih belum bisa mempercayai ucapan suaminya. Dia ragu. "Sayang, dengerin aku, ya. Aku cuma sayang dan cinta sama kamu. Mana mungkin aku selingkuh, palingan juga dia salah satu wanita yang suka sama aku dan ingin kita bertengkar seperti ini. Kamu harus percaya, kalau di hati aku itu cuma ada kamu, Sayang." Ucapan Diego barusan terdengar begitu manis di telinga Deina, kemudian Diego menggenggam kedua tangan istrinya dan mengecup kedua tangan itu dengan lembut. Deina mengulum bibirnya menahan senyum atas perlakuan suaminya, Diego menatap istrinya dan ikut tersenyum. "Jadi, sekarang kamu percaya, 'kan, kalau wanita tadi bukan siapa-siapa aku?" tanya Diego memastikan. Deina tersenyum seraya mengangguk, dia mendekat ke arah Diego dan memeluk tubuh atletis suaminya itu, "Iya, Mas, aku percaya. Maaf, ya, tadi aku sempat meragukan kamu." "Iya, Sayang. Yang penting sekarang kamu udah percaya sama aku. Aku jamin, selama ini cuma kamu satu-satunya dan tidak akan pernah ada wanita lain di hatiku selain kamu." Mendengar ucapan Suaminya membuat Deina tambah senang, dia menyender di d**a bidang Diego dan mempererat pelukannya. Diego membalas pelukan Deina tidak kalah erat sembari menarik sudut bibirnya, dia tersenyum puas karena istrinya itu dapat dengan mudah mempercayai apa yang telah dikatakan olehnya. Padahal, sebenarnya tuduhan istrinya tadi itu benar, selama berpacaran dengan Deina, dia sudah beberapa kali selingkuh di belakangnya tanpa sepengetahuan siapa pun. "Kamu gak mau lanjutin yang tadi?" tanya Alinda pada suaminya. "Apa?" Devino kembali bertanya pada istrinya seolah tidak tahu apa-apa. "Ih, yang tadi mau kamu jelasin. Soal masalah apa antara kamu dan Deina di masa lalu." "Oh, yang itu." Devino mengangguk paham, tetapi bukannya langsung menjawab dia malah mengambil handuk dan berlalu pergi memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri. "Lho, kok malah ke sana!" pekik Alinda kesal. Suaminya itu selalu saja begitu ketika ditanya soal masa lalunya yang dia sembunyikan dengan Deina, kalau tidak mengalihkan pembicaraan, ya, dia akan meninggalkan Alinda begitu saja, seperti yang dilakukannya saat ini. Sembari menghentakkan kakinya kesal, Alinda pun berjalan ke arah lemari pakaian untuk mengambil baju ganti milik suaminya. Sekalian mengambil baju tidur miliknya juga. Sekesal apa pun Alinda kepada suaminya, dia tidak akan pernah melupakan tugasnya sebagai seorang istri. Walaupun terkadang Devino belum bisa menjalankan tugas sebagai suami seutuhnya, seperti halnya nafkah batin, misalnya. Walaupun usia pernikahannya dan Devino sudah berjalan hampir empat bulan, tetapi suaminya itu tidak pernah memberikannya nafkah batin. Jangankan nafkah batin, menyentuhnya lebih dari pegangan tangan pun belum pernah. Namun, Alinda masih bisa memakluminya, mungkin Devino belum siap karena belum mencintai Alinda, karena dia juga yakin lambat-laun suaminya itu pasti akan mencintai dia sepenuhnya. Dia hanya perlu waktu sedikit lama lagi untuk bersabar agar bisa meluluhkan hati suaminya dengan segera. Alinda membalikkan badannya ketika mendengar suara pintu kamar mandi yang terbuka, dilihatnya Devino yang baru keluar dengan wajah yang terlihat lebih segar. Rambut yang masih basah membuat beberapa air menetes di permukaan kulitnya, Alinda terus melihat ke arah suaminya, menatap Devino dari atas hingga bawah dan menyadari bahwa suaminya itu hanya menggunakan handuk yang melilit di pinggang dan memperlihatkan perutnya yang kotak-kotak. Seketika wajahnya memerah dan diiringi dengan detak jantung yang berdetak lebih cepat, saat dia membayangkan bahwa dirinya dapat memegang perut suaminya itu. Dengan cepat Alinda berlari ke dalam kamar mandi dan tak lupa juga untuk membawa baju gantinya sebelum pikirannya kembali memikirkan hal yang iya-iya. Devino sempat heran, mengapa istrinya berlari seperti itu. Namun, dia hanya mengedikkan bahu tak peduli, mungkin Alinda sedang kebelet atau apa pun itu yang membuat dirinya harus segera ke kamar mandi. Walaupun selama menikah mereka tidur di kamar yang sama, Devino tidak pernah sedikit pun berpikir untuk menyentuh istrinya, dia masih belum bisa melupakan seseorang di masa lalu yang sampai saat ini masih menempati hatinya. Untuk perasaannya kepada Alinda, dia hanya sekadar menghargai saja karena Alinda adalah sahabat baiknya sedari kecil dan rasa sayang terhadapnya pun hanya sebatas sayang sebagai sahabat, tidak lebih. Deina menatap wajah suaminya yang sudah tertidur pulas, dia merasa beruntung karena memiliki suami seperti Diego. Walaupun sudah ditolak berkali-kali, Diego terus memperjuangkan cintanya, ditambah lagi Diego selalu setia kepadanya. Namun, dia masih merasa kesal dengan wanita yang sudah mengaku-ngaku sebagai mantan dari suaminya tersebut, tapi untungnya wanita itu bukan siapa-siapa dan hanya salah satu penggemar berat suaminya saja. Dia bertekad untuk tidak mudah percaya kepada siapa pun yang telah mengaku pernah ataupun bahkan memiliki hubungan dengan suaminya, karena dia yakin bahwa Diego hanya mencintainya. Dilihat dari seberapa bucinnya Diego dan ditambah lagi dengan keberadaan bayi di perut Deina, membuat dia seratus persen yakin bahwa suaminya tidak akan pernah mengkhianatinya. Deina mendekatkan wajahnya dan mencium kening Diego lembut, "Selamat malam, Mas. Semoga mimpi indah," ucapnya sebelum berbaring dan menyusul suaminya untuk tidur. Tanpa sepengetahuan Deina ternyata Diego belum tertidur sepenuhnya. Diego masih terjaga dan menyadari bahwa sedari tadi dia sedang diperhatikan oleh istrinya. Dia pun membuka matanya secara perlahan dan memiringkan tubuhnya menghadap Deina. "Kamu gak tahu aja kalau selama ini ada sebuah misi yang sudah lama aku rencanakan," gumamnya pelan kemudian kembali memejamkan mata dan tidur membelakangi Deina.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN