Bagian 16 : Ternyata

1249 Kata
Pagi-pagi Jena sudah merasakan mulas yang luar biasa karena gugup untuk masuk kantor. Sedari perjalanan ia tidak henti-hentinya berdoa semoga hari nya baik-baik saja. "Selamat pagi, Jena!" Sapa Andini saat melihat kedatangan Jena. Jena membalas dengan senyum tipis dan ucapan selamat pagi juga untuk Andini. Posisi mereka berdua sekarang sedang di dalam lift, saat Andini mau menekan tombol naik, ada seseorang yang menahan pintu lift yang hampir tertutup rapat dengan kaki panjangnya. "Tunggu!" Tubuh Jena langsung menegang saat mengetahui pemilik suara itu. Pintu lift terbuka, dan seseorang bertubuh tegas masuk kedalam. "Selamat pagi," Sapa para pegawai tetap di perusahaan ini, ke orang tersebut. "Pagi." "Arjena," Lamunan Jena buyar, ia menatap ke arah orang yang memanggil nya. Perut nya semakin mulas. "I-iya pak?" "Selamat pagi," Lanjut Deva---saat itu juga. Jena terganga, ia kira bakal di marahi ternyata... Tidak. "E-eh pagi juga pak," Ucap Jena dengan senyum tipis nya. Begitupun pada Deva, Deva mengeluarkan senyum tipis nya... Sangat tipis hingga tidak ada yang menyadari. Kecuali salah seorang yang berada di dalam lift ini. Lift sudah sampai ke lantai yang dituju. Para pegawai keluar dari lift tersebut, begitupun Jena. Di lift hanya Deva dan salah seorang gadis muda dengan mayunan di bibir nya. "Din, cewek itu siapa?" Tanya Jena sehabis lift itu menutup pintu nya. Andini ikut melirik ke arah lift transparan yang mulai naik ke atas. "Dia? Dia itu... Adik nya pak Deva, cantik 'kan? Gak sih, lebih tepat nya imut." Jena menganguk, mengucapkan terimakasih tanpa suara lalu meninggalkan Andini. "Jen... Aish... Tunggu!" ### Hari ini lumayan baik bagi Jena, sudah tidak ada para pegawai yang mengomongi nya, namun terkadang ada saja yang diam-diam membicarai Jena. Pekerjaan nya sebagai magang juga tidak se banyak itu, Jena cukup bersyukur. Tapi, sekarang hujan. Dan baru saja Jena dapat pesan bahwa supir nya tidak dapat menjemput. Karena, saudara nya meninggal dunia. Dan hebat nya lagi, seseorang laki-laki yang sedang menaiki mobil menawari Jena untuk pulang bersama nya. "Ayo, waktu saya gak banyak. kamu mau saya antar tidak?" "N-nggak deh pak Deva.." "Yakin? Hujan nya deres, sudah malam sekali untuk seorang perempuan pulang sendiri," Akhirnya setelah menimbang-nimbang Jena setuju, dan langsung duduk di samping Deva. "Keputusan bagus," Ucap Deva dengan senyuman mematikan nya. Sedangkan Jena hanya membalas nya dengan senyuman. Setelah itu hening, tidak ada yang membuka suara. "Rumah kamu ada di mana?" Tanya Deva dengan memecahkan keheningan. Tapi, tidak di balas oleh Jena. "Ini gak ngasih tahu, mau ikut saya ke rumah?" Jena mengeleng dengan kuat lalu menuliskan alamat nya di struk belanjaan nya bulan lalu yang masih ada di dalam tas selempang nya. Setelah menulis alamat nya di kertas, ia memberikan kertas tersebut pada Deva. "Ok," Keheningan kembali terjadi, entahlah rasa nya tidak ada yang perlu di bahas dan tidak ada rasa canggung... Bagi Deva. "Arjena, pesan saya tidak di baca. Hanya terkirim saja, kenapa ya?" Jena terkejut mendengar pertanyaan Deva, dia tidak tahu harus menjawab bagaimana. "A-ah? Iya? Bentar pak saya Chek." Jena mengeluarkan handphone nya dari tas selempang nya, ia mencari roomchat nya Deva dengan pura-pura. "Yang ini pak? Astaga maaf kemarin saya ketiduran, terus tertimbun, saya balas sekarang ya!" Jena membalas pesan Deva disana, satu pesan masuk kedalam handphone Deva, di situ Deva terkekeh. "Kamu pintar, tapi d***o, saya gak ngerti sama jalur pikiran kamu, haha." Sedangkan Jena hanya mengerutkan dahi nya tidak mengerti dengan perkataan Deva yang mengatai nya d***o. "K-kenapa ya pak?" "Haha, tidak ada, lupakan. Oh, rumah mu yang pagar abu? Lumayan dekat." "Dekat sama... Apa ya pak?" "Gak papa---" Deva mengambil payung yang berada di kursi belakang lalu melanjutkan ucapan nya "---ini, pakai payung ini untuk ke rumah mu. Saya pamit dulu," Jena menerima payung tersebut, lalu menganguk. Tidak lama kemudian, Jena keluar dari mobil tersebut, setelah mengucapkan Terima kasih. ### "Non, sudah pulang?" Bi Kisum menghampiri Jena yang baru masuk dan meletakan payung nya. "Saya di telfon pak supir, kata nya dia tidak dapat menjemput nona. Gak kehujanan? Pulang sama siapa?" Tanya Bi Kisum dengan beruntun. "Hahahaha, saya gak papa bi, minum s**u hangat ya bi." "Siap Non!" Sesuai perintah bi Kisum langsung menyiapkan Jena s**u hangat, sedangkan Jena pergi merendam kan diri nya di air hangat dan mengganti pakaian. 25 menit berlalu, Jena turun ke dapur, ia meminum s**u yang sudah mau dingin. Setelah minum ia mencari-cari keberadaan bi Kisum. "Loh? Bi Kisum kemana?" Jena mencari kesana kemari, lalu tidak sengaja mendengar percakapan bi Kisum dengan seseorang di handphone jadul nya. "Iya nyonya, nona Jena baik-baik saja? Keadaan nyonya sudah membaik?" "Kalau begitu, semoga operasi nya lancar." "Iya nya, akan saya perhatikan!" Setelah itu, Jena tidak mendengar apa-apa lagi, banyak pertanyaan di kepala nya salah satu nya tentang operasi yang ia dengar. Nyonya? Kan mami Wenda, operasi? Mami sakit? Mami sakit apa sampai di operasi? Bukan nya dia lagi ke Singapura? "bi..." "Mami... Sakit apa?" "Eh non?" bi Kisum datang secara tiba-tiba membuat lamunan Jena buyar, ia tersenyum tipis ke bi Kisum. "Saya--- minta makanan bi, laper." Di dalam hati, bi Kisum mengucapkan syukurnya karena Jena tidak mendengar percakapan nya dengan Wenda. Tapi terlambat sudah, Jena sudah mengetahui itu. Dengan perlahan dan baik, Jena permisi pamit menuju kamar nya. Kaki nya terasa lemas, mulut nya keluarga saat mendengar percakapan tersebut. Bertepatan dengan Jena yang baru saja merebahkan diri nya di atas kasur, ada telfon masuk. Dari Ariel. "Kenapa Riel?" "Hari ini biasa aja sih Riel, ada masalah dan ada jalan keluarnya, kayak gitu. Lo gimana? Hari ini baik-baik aja kan?" "Syukur deh, eum.. Gue izin tutup ya, gue agak gak enak badan." "Okey, goodbye~~" Setelah Jena mematikan telfon nya, bi Kisum mengetuk pintu dan Jena mempersilahkan Kisum untuk masuk. "Ini makanan nya Non, nona Jena sakit? Maaf tapi saya tidak sengaja mendengar telfon nona Jena, kalau sakit biar saya bawakan obat." "Sekarang setimpal, gue juga tadi udah gak sengaja ngedenger percakapan bi Kisum sama mami" -ucap Jena dalam hati nya. "Nggak papa bi, cuman kedingan biasa. Kayak gak biasa nya, mungkin karena hujan. Bi Kisum lanjut saja," Ucap Jena dengan senyuman manis nya. Bi Kisum menganguk lalu kembali turun kebawah. Jena pun menyantap makanan nya. Ia memainkan inst. Melihat akun perusahaan tempat ia magang, melihat-lihat membuatnya tanpa sengaja menemukan akun direktur perusahaan, atau akun milik Deva. Akun nya tidak di privasi kan, Jena melirik semua post an nya. Semua nya baik-baik saja, kebanyakan mengandung pekerjaan. Hingga, salah satu foto menarik perhatian nya. Sebuah foto kelas saat SMP terunggah di salah satu postingan Deva. Dia tidak asing dengan seragam nya, Jena meneliti satu persatu murid siswa dan siswi itu. Tapi ia tidak merasa kenal dengan satu pun orang disana, tapi saat melihat cewek pendek dengan rambut pelintiran dua ia terkejut. "Ini 'kan... Gue!" "Hah? Gimana cerita ini? Jangan-jangan pak Deva.. Wah.. Kadeva Xio Runawan? Anak keturunan china yang demen beli permen kaki? Jadi itu pak Deva? Terakhir kali ketemu dia pindah ke China. Wah.. Dunia sempit, wah.. Merinding," Jena tidak henti-henti nya takjub dan tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang. Ternyata teman se perbucinan permen kaki itu adalah Deva---direktur perusahaan tempat dia magang. Saat masih menatap takjub ke arah foto kelas tersebut, orang yang sedang di takjupi mengirimi nya pesan. Kadeva Arjena Besok ada jadwal? "Besok kan minggu, jadi gak ada jadwal." Jena membalas pesan Deva seperti apa yang ia katakan. Kadeva Arjena Besok ada jadwal? Tidak ada pak, besok senggang ### Thank you buat para readers! Sambil baca jangan lupa cerita nya di masukkin ke perpustakaan yaa, biar tau kapan aku uptade! Dan jangan lupa buat follow akun ini. See you! ?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN