Kencan

1131 Kata
Alena tengah merias wajahnya dengan sedikit polesan bedak dan lipstik berwarna merah muda. Dia memakai jumpsuit berwarna Moca, tampak pas melekat di tubuh indahnya. Sebelum berangkat bekerja, David menyuruh Alena untuk bersiap-siap sekitar jam 5 sore. Jadi, selepas David pulang dari kantor dia ke mansion menjemput Alena tanpa harus menunggu lama. Alena melirik jam dinding menandakan pukul 5 kurang lima menit, gadis itu menarik senyumnya tipis. “Aku terpaksa menerima lamarannya untuk menikah, jika saja keadaan tidak seperti ini, mungkin aku akan menikah dengan orang yang aku cintai,” gumam Alena seraya menarik napasnya dalam. “Semoga ini yang terbaik,” ucap Alena, seraya berdiri, dan melangkahkan kakinya ke luar dari kamar. Tak lupa Alena mengunci pintu kamarnya dari luar. Seorang pelayan berjalan menuju Alena, dia mengatakan bahwa David telah menunggunya di depan, Alena mengangguk lalu berlari kecil ke luar. Benar saja, mobil David telah terparkir rapi di sana, kaca jendelanya terbuka menampakkan sosok pria tampan yang telah menunggunya. Alena menatap David kagum, pandangannya tak lepas dari sosok pria itu. “Hei, apa yang kau lihat? Ayo!” teguran itu membuat Alena terkesiap, dia tersenyum menampilkan gigi putihnya. Alena segera berlari masuk ke dalam mobil, setelah Alena benar-benar masuk ke dalam, pintu mobil tertutup otomatis. David segera melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Alena sempat terkesiap, pasalnya dia tidak tahu bahwa David akan membawa mobilnya seperti orang kesetanan. “Daddy, bisakah mengendarai mobilnya biasa saja?” tanya Alena sedikit kesal. David melirik Alena yang tengah mengerucutkan bibirnya, hal itu lucu bagi David, dia segera menurunkan kecepatan laju mobilnya. “Maaf, aku terbiasa mengendarai mobil di atas rata-rata,” ucap David. “Hm,” gumam Alena. David tak menghiraukannya, kini dia fokus ke depan melihat jalanan. Hingga akhirnya David memberhentikan mobilnya di salah satu toko ponsel. David membuka seatbelt-nya, sementara Alena masih terdiam, dia tak tahu apa yang harus dilakukan. Tujuan David berhenti di salah satu toko ponsel pun dia tidak mengetahuinya sama sekali, mungkin David akan membeli ponsel yang baru pikirnya. “Ayo, turun!” ajak David. “Kenapa aku harus turun? ‘Kan, Daddy yang akan membeli ponsel bukan aku.” “Aku akan membelikan ponsel untukmu. Turunlah!” Alena tak habis pikir, ternyata David akan membelikan ponsel untuknya. Sungguh, Alena dilanda kebingungan, dia tidak tahu harus malu atau senang. Karena Alena tidak mau jika dicap sebagai wanita yang hanya bisa menghabiskan uang prianya. David melihat Alena masih terdiam, dia refleks membuka seatbelt yang Alena gunakan, tampak gadis itu terasa sangat canggung, dia tersenyum tipis. Akhirnya, mereka berdua turun dari mobil menuju toko ponsel tersebut. David dengan posesif menggandeng lengan Alena, sementara sang gadis hanya bisa pasrah diperlakukan seperti itu. “Ponsel mana yang kamu mau, Baby?” tanya David. “Daddy saja yang pilihkan,” jawab Alena tak mau ambil pusing. Mendapatkan jawaban seperti itu, akhirnya David membelikan Alena ponsel bermerk Falcon Supernova iPhone 6 Pink Diamond Edition, Alena terbelalak dibuatnya. Gadis itu mencubit lengan David, seraya melotot tajam sebagai tanda protesnya. “Matamu bermasalah, Baby?” tanya David dengan santainya. Alena berbisik. “Itu sangat mahal, Daddy!” David tidak peduli dengan Alena yang protes, setelah membayar ponsel tersebut dia merangkul Alena untuk segera kembali masuk ke dalam mobil. Tak perlu waktu lama, David kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. “Daddy!” teriak Alena kesal. “Hm,” gumam David. “Kenapa kau membelikanku ponsel semahal itu? Apa karena kau kaya bisa menghamburkan uangmu begitu saja?” “Bisa dibilang begitu,” jawab David seraya tersenyum tipis. “Pakailah, nomor teleponku sudah tercatat di sana!” David menyerahkan ponsel yang baru saja dibeli itu pada Alena. Mau tidak mau Alena harus menerimanya, meskipun sebal dengan David dia akhirnya menurut juga. Setelah beberapa menit kemudian, David memberhentikan mobilnya di sebuah mall, dia turun terlebih dahulu, kemudian David mengitari mobil dan membukakan pintu untuk Alena. Sungguh romantis, bukan? Banyak tatap mata yang melihat pergerakan mereka, tentu saja mereka tahu siapa David, dan tak sedikit yang iri pada Alena. David mengulurkan tangannya pada Alena, dia memegang erat tangan mungil gadis yang ada di sampingnya. “Jangan ambil pusing tatapan mereka,” bisik David membuat bulu kuduk Alena merinding. Dengan cepat Alena mengangguk, lagi pula dirinya juga terbiasa dengan tatapan seperti itu sewaktu di Canada. Mereka menuju toko pakaian, David menyuruh Alena untuk membeli pakaian yang banyak untuk kesehariannya, karena menurut David beberapa pakaian kemarin tidak cukup untuk waktu panjang. David juga menyuruh Alena untuk membeli sepatu, tas, dan alat-alat kecantikan yang sering Alena gunakan. Awalnya Alena menolak, tetapi jika dipikir ulang ucapan David memang benar. Kemarin dia hanya membeli beberapa baju saja, itu tidak akan cukup untuk waktu panjang, dan Alena juga tidak mungkin memakai baju itu-itu saja, bisa mempermalukan seorang David Wilson yang jabatannya seorang CEO di berbagai macam perusahaan. David juga meminta Alena untuk memilihkannya beberapa baju santai untuk di rumah, Alena dengan tulusnya membantu mencarikan pakaian yang cocok untuk David. Setelah merasa cukup, David segera membayar seluruh belanjaannya, dia menyuruh orang kepercayaannya untuk membawa pulang semua belanjaan itu ke mansion-nya. “Apa tidak sebaiknya kita langsung pulang, Daddy?” tanya Alena. David tersenyum tipis. “Kita makan di restoran terlebih dahulu, perutku minta asupan.” “Kalau itu, perutku juga sama,” cibir Alena. Mereka akhirnya memutuskan untuk makan di sebuah restoran, Alena yang memang sejak tadi sudah lapar dia segera memanggil waiters. David menyuruh Alena yang memilih pesanan makanan, dia akan mengikuti apa pun yang Alena inginkan. “Aku pesan Fish and Chips, Bubble and Squek, Roast Meat, Lamb Sandwich, Muffin, dan Scotch Egg,” ucap Alena pada waiters. David menatap Alena tak percaya. “Ah minumnya, aku mau Lemon Tea satu, kau mau apa, Daddy?” David segera menjawab. “Lemon Tea.” “Oke, berarti Lemon Tea dua. Itu saja,” ucap Alena. Waiters itu mengangguk, dan mempersilakan mereka untuk menunggu pesanan datang. David yang sejak tadi tak percaya dengan banyaknya makanan yang Alena pesan dia hanya menatap Alena dengan lekat. Apa dia makan sebanyak itu? Pikir David. “Kau kenapa menatapku seperti itu?” tanya Alena. “Apa kamu makan sebanyak itu?” tanya David. “Aku makan berdua denganmu. Apa kau keberatan, atau uangmu itu tidak cukup untuk membayarnya?” sindir Alena. David menggeleng, dia bergidik ngeri atas tingkah Alena. Pantas saja dia bisa selamat dari komplotan para pembunuh itu, kalau tingkahnya saja seperti ini. Batin David. “Apa kau sedang membicarakanku dalam hatimu, Daddy?” tanya Alena menatap mata David tajam, lagi-lagi pria itu menggeleng. Setelah beberapa menit kemudian, pesanan pun datang, mereka segera melahap makanannya. David hanya mengambil Bubble and Squek untuk dimakannya, sedangkan Alena menghabiskan semuanya tanpa rasa malu sedikit pun di hadapan David. Memang gadis yang aneh. Batin David. Setelah selesai, mereka akhirnya pulang menuju mansion. Alena yang sepertinya kekenyangan, dia tertidur di dalam mobil sepanjang perjalanan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN