My Mate Hate Me

1392 Kata
Aroma yang sangat memabukkan. Apa mungkin orang yang telah menghancurkan hidupku adalah mateku?' Batin Anna sambil masuk ke ruang kerja Thomas. Saat masuk Anna dapat melihat seorang laki-laki yang tak lain adalah Thomas sedang duduk di kursi kerjanya sambil memperhatikan Anna yang semakin masuk ke dalam ruangan hingga berada di hadapannya. "Kita bertemu lagi, Anna Grace." Sapa laki-laki itu, ia adalah other sidenya Thomas. Iris matanya yang berwarna merah menatap Anna tegas. Ia menyeringai melihat Anna yang bingung dengan apa sapaannya. "Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Tanya Anna ragu. Karena ia sangat yakin, ia tak pernah bertemu dengan laki-laki yang ada dihadapannya, kalau mereka pernah bertemu kenapa ia tak mengenali matenya. Ya, Anna yakin laki-laki yang ada dihapannya saat ini adalah matenya, orang yang telah menghancurkan hidupnya adalah matenya! "Hmm.. entahlah. Kau boleh pergi aku sudah puas melihatmu." Ucap other side Thomas sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain. Anna tergelak. Bagaimana bisa matenya mengusirnya seperti itu?! Bukankah saat ini matenya sangat ingin bertemu dengan dirinya?! "Kau mengusirku?! Setelah kau tau aku adalah matemu?! Bukankah kau sangat ingin bertemu denganku?" Tanya Anna beruntun dengan penuh bentakan. Perasaannya sudah bercampur aduk dari marah, kesal dan kecewa karena sikap matenya kepadanya. "Aku sedang sibuk! Jadi, kau keluar sekarang!" Usir other sidenya Thomas dengan penuh penekanan disetiap kata yang keluar dari mulutnya. "Kau! Kau benar-benar keterlaluan!" Anna keluar dari ruangan dengan cepat tak lupa ia membanting pintu dengan cukup keras membuat Andrian yang berada tak jauh dari ruangan itu terkejut bukan main karena ulahnya. . . . . . Keesokan harinya.. Pagi hari.. Thomas bangun dari tidurnya. 'Ada yang aneh' batinnya merasa adanya keganjalan dan ia ingat, kemarin sore ia berada di ruang kerjanya karena sedang mencari matenya dan sekarang, ia sudah berada di kamarnya. Lalu dibukanya korden jendela kamarnya dan terlihatlah sinar matahari pagi menyambut indra penglihatannya. "Apa yang terjadi kemarin?" Ucapnya bingung. Karena tak ingin membuang waktu lebih lama, ia memilih untuk membersihkan dirinya terlebih dulu. . . . . . Sekarang Thomas berada di ruang kerjanya, duduk di kursinya sambil menatap Andrian yang berdiri di hadapannya. "Apa yang terjadi tadi malam? Kenapa aku tidak mengingat apa saja yang terjadi semalam?" Tanya Thomas pada Andrian. Tidak ada bentakan pada setiap kata yang keluar dari mulutnya. Ia sedang bingung. "Seperti apa yang diucapkan peramal kemarin, other side anda muncul saat anda bertemu dengan mate anda." Andrian menjawab kebingungan yang melanda Thomas. "Tapi, aku sudah minum ramuan itu. Apa karena sihir 'si brengs*k' itu terlalu kuat membuat ramuan yang aku minum selama ini tak berguna?" Tanya Thomas meminta kepastian dari Andrian. "Saya rasa begitu alpha." Jawab Andrian menyatakan pendapatnya. "Kalau begitu, cari Leora si white witch! Minta dia untuk menemuiku!" Perintah Thomas tegas pada Andrian. "Baik, alpha." Ucap Andrian menyanggupi perintah yang ditujukan padanya. Ia pun langsung pamit undur diri untuk melaksanakan tugasnya. Apa yang akan kau lakukan dengan white witch? Apa kau akan membunuh other sidemu? Kalau itu yang akan kau lakukan, maka aku setuju dengan keputusanmu itu Wolf Thomas yang bernama Tommy memulai mindlink. 'Jika aku bisa membunuhnya dengan cara semudah itu, maka aku sudah melakukannya dari dulu. Tapi, other side sial*n itu muncul saat keadaanku terpuruk! Bukankah kau sudah tahu, dia takkan mati walaupun aku sudah mati?! Tak semudah itu membunuhnya Tommy!'. Balas Thomas melalui mindlink. Lalu, apa tujuanmu meminta Leora untuk menemuimu? Tanya Tommy. Ia tak ingin berdebat dengan Thomas. Lagipula, semua yang dikatakan oleh Thomas itu benar adanya. Other side itu tak bisa dibunuh dengan mudah. 'Aku hanya ingin meminta bantuannya, untuk bisa bertemu dengan mate kita walau hanya sementara.' Jawab Thomas lalu memutuskan mindlinknya. Lebih baik ia menunggu Leora datang dengan mengerjakan setumpuk berkas yang ada di hadapannya dari pada meladeni Tommy yang akan mencecarnya dengan bermacam-macam pertanyaan yang membuatnya jengah. Saat Thomas akan mengambil berkas yang berada di sisi kanan meja kerjanya ia melihat buku diary yang berwarna hitam, itu adalah buku diarynya. Kenapa diaryku bisa berada di paling atas? Seharusnya diaryku ada di bawah buku yang lain agar tidak terlihat oleh siapapun yang masuk ke ruanganku! Apa mungkin.. Batin Thomas bertanya-tanya sambil mengambil diary-nya dan membukanya dari belakang. Halaman yang seharusnya kosong kini sudah terisi.. ya, halaman terakhir diary itu sudah terisi tulisan tangan yang diyakini Thomas bahwa other sidenya yang menulisnya. Thomas pun membaca setiap kalimat yang tertulis di buku diarynya itu. 'Hay Thomas.. Jika kau membaca pesan ini.. berarti kau telah tau apa yang terjadikan.. Aku telah mengambil alih tubuhmu lagi.. dan aku telah bertemu dengan matemu, saat pertama kali aku bertemu dengannya aku langsung memasang sihir padanya agar aku bisa mengambil alih tubuhmu secara otomatis jika kau bertemu dengan matemu. Satu hal yang perlu kau tahu, aku akan membuat matemu menderita, membuat dia membencimu lalu ia akan me-rejectmu dan pergi meninggalkanmu. Camkan itu!! Dari other sidemu Tio'. Itulah yang tertulis di dalam buku dairy miliknya. Thomas sangat marah saat ini begitu juga Tommy. Tommy sangat marah sehingga ia ingin mengganti shifnya dengan Thomas sekarang. Tapi Thomas menahannya, dan mencoba menenangkannya. Thomas memandang tulisan Tio lalu menulis sesuatu di lembaran sebelumnya berniat membalas pesan dari Tio itu. 'Aku takkan tinggal diam. Aku akan mencari cara agar aku bisa bertemu dengan mateku dan melenyapkanmu!' Itulah yang Thomas tulis di sana. Setelah itu, Thomas melanjutkan pekerjaannya yang sempat terbengkalai. . . . . . Sementara itu, di tempat lain lebih tepatnya kamar Anna.. Anna masih menangis di dalam kamarnya. Sudah 2 jam dia menangis, air matanya masih mengalir deras di pipi mulus miliknya. "Apa salahku?..hiks..hiks.. sampai aku tak dihiraukan oleh mateku sendiri.. hiks..hiks.. apa salahku? Kenapa dia mengusirku setelah aku bertemu dengannya? Hiks..hiks.. bukankah ia sangat ingin bertemu denganku?! Tapi kenapa ia mengusirku?! Hiks.. dia bahkan mengurung orang tuaku!, merebut apa yang seharusnya aku dan keluargaku miliki!" Racaunya di tak jelas di sela-sela tangisnya. Toktoktokk "Anna, boleh aku masuk?" Tanya seorang gadis di depan pintu kamar Anna. Dia adalah Lina sahabat Anna. "I.. hiks.. iya." Jawab Anna lalu mengusap bekas air matanya dengan cepat. Mendengar jawaban Anna Lina langsung membuka pintu kamar Anna. Dilihatnya Anna duduk di lantai dengan lutut yang ditekuk dan mengusap pipinya yang basah karna air mata. Lina langsung menghampiri sahabatnya dan mencoba menengangkan sahabatnya itu dengan mengelus punggungnya. Lina merasa iba pada Anna karna kejadian itu. "Sudah.. jangan menangis.. kecantikanmu akan hilang jika kamu menangis terus." Canda Lina mencoba menghibur sahabatnya. Anna menatap Lina dengan mata sembabnya lalu memeluk Lina dan menangis kembali. Matanya membentuk bendungan air mata dan sukses membuat aliran-aliran kecil di pipinya. Lina membalas pelukan Anna membiarkan Anna menangis di sana, ia menepuk-nepuk pelan Punggung Anna mencoba memberikan kekuatan pada sahabatnya, hanya itu yang bisa ia lakukan untuk saat ini. "Segitu bencinya dia padaku..hiks..hiks..dia mengurung orang tuaku, mengusirku, mengacuhkanku..hiks.. aku tak tau apa salahku! Hiks..hiks apa yang telah ku perbuat sehingga ia melakukan hal itu.. hiks..hiks." Racau Anna dalam pelukan Lina. Lina hanya diam mendengarkan racauan Anna. "Apakah.. ia.. ak.. akan me-rejectku?" Tanya Anna dan sukses membuat Lina refleks melepaskan pelukannya. "Apa yang kamu bicarakan! Itu tak kan pernah terjadi! Alpha sangat mencintaimu.. aku yakin itu." Lina menatap Anna dengan tatapan penuh keyakinan. "Hiks.. jujur saja.. aku sangat membencinya.. hiks.. tapi.. itu semua berubah..hiks.. setelah aku mengetahui ia adalah.. mateku.. hiks.. tapi apa yang aku dapatkan..hiks.. aku diusir.. mata merah menawan miliknya menatapku tajam." Anna menangis sambil mengingat apa yang terjadi di ruangan dimana ia pertama kali bertemu dengan Thomas. "Apa kau bilang? Mata merah? Mata alpha Thomas itu biru bukan merah!" Lina melepas pelukannya, karena ia merasa ada yang salah dengan ucapan Anna dan menyanggah ucapan yang terlontar dari bibir tipis Anna. "Apa?! Tidak mungkin! Aku melihatnya dengan sangat jelas matanya berwarna merah. Kami bahkan sempat saling tatap, walau hanya sebentar." Lirih Anna menunduk. "Tidak Anna! Warna mata Alpha Thomas itu biru, kau bisa bertanya pada siapapun di sini untuk membuktikannya!" Lina tetap dengan pendiriannya percaya dengan apa yang diingatnya. "Aaah.. mungkin dia sangat membenciku, sehingga warna matanya berubah menjadi merah. Benar begitukan?" Anna mengambil kesimpulan sendiri. "..." Lina terdiam dan mengingat-ngingat Thomas. Dan ia mengingatnya. Setiap Thomas marah, iris matanya akan berwarna merah. Karena Lina tidak mengetahui apapun tentang other side Thomas. Andrian tak pernah memberitahu Lina tentang hal itu. "Kamu diam.. berarti aku benar." Simpul Anna sendiri. "Hhaahhh.. sudahlah, mungkin ini takdir yang harus aku jalani.. Dibenci oleh orang yang aku cintai.. Walaupun ia adalah mateku sendiri." Pasrah Anna sambil menghapus bekas air mata yang berada di pipinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN