Hubungan Seumur Jagung

2055 Kata
Arjuno sedang asyik menikmati kopi hitam di warung si Teteh sambil menggali harta karun di dalam lubang hidungnya. Walaupun raganya berada di warung tetapi pikiran sedang berkelana jauh sekali mencari kitab suci bersama Sun Go Kong. Terlintas dalam benaknya peristiwa kemarin sore saat di Gunung Panjang, sebenarnya ada rasa takut saat membayangkan ending dari cerita yang baru mulai dirajut ini. Akankah kisah ini berlanjut dengan manis karena dia bukanlah sosok prioritas di hidup Shopia? Pemuda itu tidak berani berandai-andai lebih jauh, cukup jalani dan nikmati setiap keping momen bersama bidadari dengan senyum manis itu. “Ciyeee, yang habis jalan.” Sebuah suara mengalihkan pemuda itu dari gelas kopi yang hampir tandas di pinggir meja. Arjuno menoleh ke arah suara itu, ternyata itu adalah suara milik Denada. Dia berpikir keras, apa maksudnya dengan kalimat ‘habis jalan’ tadi? Berdasarkan perjanjian yang dibuatnya dengan Shopia, tidak boleh ada yang tahu tentang cerita  mereka jalan. Hanya dua orang yang boleh tahu, dia dan Shopia saja. Mungkin alasan utama gadis itu adalah dikarenakan dia sudah mempunyai pacar dan tidak elok rasanya jika ada yang tahu dia telah hang out dengan lelaki lain. Apalagi laki-laki lain itu adalah Arjuno yang jauh dari SNI, pemuda itu terkekeh meledek dirinya sendiri. Dia masih berpikir keras tentang kalimat yang dimaksud oleh Denada itu, mungkin maksudnya bukan jalan dengan Shopia, tetapi dengan yang lain. Tetapi kemarin Arjuno hanya keluar dengan Shopia saja, tidak dengan si Teteh, Bang Ucrit apalagi satpam pabrik. “Habis jalan? Siapa, Den?” Arjuno memyematkan wajah lugu, walaupun mungkin yang terlihat adalah muka begonya yang melekat. Kalimat pemuda itu disambut sebuah senyum kecil gadis bertubuh mungil itu. “Ya ... kalian. Kamu dengan Shopia yang habis jalan. Siapa lagi, Teng?” Sebuah senyuman lebar melengkapi kalimat Denada, mungkin senyum itu juga tanda kemenangannya karena telah mengetahui sebuah rahasia. “Kamu habis jalan 'kan dengan Shopia kemarin, Teng?” Arjuno menghela napas mendengar kalimatnya yang menyelidik. Kok dia tahu? Pemuda itu meneguk kopinya perlahan sambil bertanya-tanya dalam hatinya. Denada melangkah mendekat lalu duduk di bangku yang berseberangan dengannya. “Kamu tahu dari mana aku jalan dengan Shopia kemarin, Den?” Wajah pemuda itu dipenuhi oleh tanda tanya, apakah mungkin yang bercerita adalah Shopia sendiri? “Aku tahu cerita itu dari Shopia, Teng. Dia bercerita di saung saat salat Asar,” kata Denada santai. Mata gadis itu menerawang ke depan warung yang diterangi rembulan, sepertinya dia menunggu seseorang. Dia meboleh lagi ke arah Arjuno. “Kata Shopia kemarin kalian ke Gunung Kapur ya?” Dugaan Arjuno benar, pasti Shopia yang bercerita karena tidak ada yang tahu cerita ini selain mereka berdua. Mengapa dia bercerita dengan Denada? Bukankah dia bilang cukup hanya mereka saja yang tahu cerita sore itu? Apakah mungkin dengan temannya yang satu ini Shopia menceritakan semua hal? Mungkinkah termasuk cerita-cerita yang tidak pernah di-share dengan yang lain. “Siapa aja yang tahu cerita ini, Den?” “Cuma aku saja kok yang tahu cerita ini, tenang saja,” katanya dengan sebuah senyum di ujung bibirnya. “Shopia selalu bercerita tentang siapapun dan tentang apapun, Teng.” Ternyata benar dugaan Arjuno? Shopia terbuka dengan sahabatnya yang satu ini. Mungkin dia bisa dimanfaatkan untuk mencari tahu tentang Shopia lebih jauh. What a great idea! Mata gadis itu kembali menelusuri depan warung yang terlihat siluet-siluet karyawan produksi yang pulang. Arjuno baru teringat kalau Denada sedang menunggu Ahmad, dia adalah teman pemuda itu yang juga seorang sales malam. Belakangan ini mereka memang selalu terlihat dekat, mungkin sudah sekitar sebulan lalu. Sepertinya di antara mereka mulai ada chemistry yang sengaja dikembang biakkan. Mumpung Denada ada di warung si Teteh, dia mungkin bisa mengambil kesempatan untuk mengorek cerita darinya tentangnya perasaan Shopia terhadap dirinya. Arjuno berpindah bangku, dia lalu duduk di dekat gadis bertubuh mungil itu. “Shopia cerita tentang apa saja dengan kamu, Den?” Arjuno menyematkan sebuah senyum kecil di wajahnya, dia mulai berusaha mencari celah untuk mengorek informasi berharga dari sahabat baiknya Shopia ini. “Dia bilang kamu enggak dewasa, Teng.” What? Arjuno tercengang mendengar kalimat yang diucapkan oleh Denada. Itu bukanlah kalimat ini yang diharapkan oleh Arjuno keluar dari mulutnya. Gue enggak dewasa katanya? Di bagian mana gue tidak dewasa? Arjuno tidak mengerti. “Maksudnya bagaimana kalimat itu, Den?” Pemuda itu masih bingung dengan kata-kata yang diucapkan gadis yang duduk di sampingnya. “Aku enggak tahu ke arah mana kalimat itu, Teng. Shopia bilang sepertin itu dan aku btidak memperjelasnya. Kamu bisa berpikir sendiri kan ke mana arah kalimatnya?” Pemuda itu diam, dia memikirkan kalimat ‘tidak dewasa’ versi gadis pujaannya itu? Apakah mungkin karena kemarin sore dia tidak mencium Shopia saat momen sangat memungkinkan? Lalu gadis pujaannya itu mengatakan bahwa Arjuno tidak dewasa. Apakah itu maksudnya? Apakah  ukuran dewasa adalah melakukan hal itu terhadap orang yang disukainya? Apakah itu ukuran kedewasaan anak  muda sekarang? Naif banget. Bukankah disaat seorang insan tertarik dengan lawan jenisnya dan jatuh cinta, seharusnya dia menjaganya kehormatannya, tubuhnya dari sentuhan mata dan sentuhan tangan yang bukan muhrim-nya. Bukannya malah memanfaatkan setiap momen untuk bisa membuka kelas keterampilan di saat sepi, mengatas namakan cinta yang dibalut s*****t. Maaf Shopia, aku tidak sanggup untuk mengotori perasaan ini dengan nafsu. Tidak rela mengotori rasa sayang ini dengan perbuatan sesat. Cinta ini suci dan akan tetap suci. Arjuno memang pernah mendengar dari teman-teman sekampungnya, kata mereka saat ngapel selalu diakhiri dengan kissing. Dia miris sekali mendengarnya. Apakah cinta harus dilengkapi dengan itu? Bukankah haram menyentuh perempuan yang bukan muhrim-nya? Apalagi ini bukan hanya sekadar  menyentuh. Shopia, Sayang. Aku tetap akan bertahan dengan prinsip love is sacred, akan seperti itu terus, tidak akan kotor rasa ini dengan apapun, dengan apapun. *** Dekat dengan gadis bermata sendu bernama lengkap Shopia Loviana ini ternyata tidak hanya telah membuat Arjuno benar-benar bahagia, tetapi kebalikan dari rasa itu pun juga didapatkannya.  Bete, galau, makan hati, sesak napas karena menahan bara cemburu. Sejak memutuskan untuk tetap bertahan di samping Shopia, sebenarnya dia sudah mengetahui konsekuensi apa yang harus diterimanya. Di kehidupan gadis itu sudah ada orang lain selain seekor Arjuno Bonteng, ada si Wawan Darmawan yang selalu disebutnya sebagai tunangan. Belum lagi yang makhluk-makhluk lain, entahlah Arjuno orang dengan urutan keberapa di hati Shopia. Walaupun sudah bertekad, tetap saja dia cenderung tidak siap dengan setiap hal yang membuat tidak nyaman. Terlebih dengan banyaknya laki-laki yang mengantre untuk pedekate dengan pujaannya itu, mengajaknya makan, jalan, mengajak inilah-itulah. Ada satu hal yang selalu membuat bete level dewa, Shopia selalu ingin dimengerti tanpa berusaha mengerti Arjuno. Dia hanya ingin didengarkan tanpa berusaha mendengarkan apa sebenarnya keinginan pemujanya. Ada hal lain yang juga sering menyebabkan hadirnya ketidak nyamanan, yaitu pertengkaran yang disebabkan oleh perbedaan pendapat. Pemantik kejadian ini hanyalah hal kecil yang sebenarnya sepele sekali, bahkan kadang dikarenakan hal yang tidak jelas sama sekali. Shopia pandai sekali membuat hal remeh itu menggurita menjadi rumit. Padahal Arjuno merasa sudah cukup legowo saat bersamanya. Dia berusaha menerima Shopia apa adanya, bahkan rela tersakiti dan ikhlas dicabik-cabik asalkan tetap berada di sampingnya. Apalah daya akhirnya dia juga yang selalu mengalah dan kalah. Seperti sore itu, saat mereka baru saja tiba di rumah Shopia dan duduk-duduk di balai bambu di bawah pohon cherry. “Aku enggak suka kamu bercerita ke orang lain kita jalan, Jun.” Pemuda itu gelagapan mendengar kalimat itu, dia tidak menyangka Shopia akan berucap demikian karena sebelumnya hanya diam. Tidak enak sekali intonasi suara yang keluar dari mulutnya itu. Arjuno memberanikan diri melihat wajah Shopia, terlihat mulutnya terkunci rapat berkombinasi dengan tatapan  tajam matanya. Pemuda itu menghela napas dan menelan ludahnya. Shopia selalu saja seperti itu, selalu memulai pertengkaran tanpa prolog.  Dia memandang gadis di depannya dengan banyak pertanyaan, berusaha memahami arti kalimat yang diucapkan tadi. Apakah mungkin Shopia tidak suka jika dia bercerita ke teman-teman sales dan sopir perihal kemarin sore mereka jalan? Apakah itu sebuah kesalahan? Bukankah Shopia juga bercerita dengan si Denada? “Maksud kamu apa, Phia?” Suara Arjuno terdengar agak bergetar. “Aku tidak suka kamu bercerita kepada orang lain ada hubungan di atara kita, Jun.” Ternyata benar dugaan Arjuno tadi, apakah salah jika bercerita dengan teman-teman dekatnya? Alasan utama pemuda itu melakukannya adalah karena dia merasa bangga bisa dekat dengan Shopia Loviana. That’s all. “Maafkan jika aku salah, Phia. Sama sekali aku tidak bermaksud ke arah sana.” Arjuno menyematkan wajah menyesal. “Kamu memang enggak pernah bisa mengerti aku, Jun.” Klaimat yang diucapkan oleh gadis itu membuat Arjuno menelan ludah. “Aku selalu berusaha melakukannya, Phia. Berusaha mengerti kamu lebih dalam, berusaha memahami kamu lebih dalam lagi. Aku hanya terlalu senang dekat dengan kamu, jadi enggak bisa mengontrol untuk enggak bercerita ke yang lain. Lagi pula aku cuma bercerita dengan teman-teman dekat saja dan itupun hanya kepada Syahroni dan Ahmad Sales.” Arjuno berusaha menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Dia berharap semoga Shopia bisa mengerti. Gadis itu diam, pandangan matanya dilempar jauh sekali melewati rimbun bambu di depan rumahnya. “Kita cukup sampai di sini saja, Jun.” Arjuno tersentak, kalimat yang diucapkan oleh gadis di depannya sungguh sangat mengejutkan walau diucapkan dengan nada datar. Pemuda itu memandang Shopia. “Sampai di sini? Maksud kamu bagaimana, Phia?” Suara Arjuno tiba-tiba serak, sepertinya dia mulai tidak bisa mengendalikan gemuruh dadanya. “Yaelah, Jun. Kamu tahu maksud aku itu apa, cerita kita sampai di sini saja. Kita tidak usah berhubungan lagi, finish, peugat.” Suasana menjadi hening setelah Shopia mengakhiri kalimatnya. Sepertinya tiba-tiba napas pemuda itu berhenti, tidak ada detak jantung yang terdengar lagi hanya gemerisik daun bambu di depan rumahnya yang tertiup angin. Di telinga Arjuno suara bayu itu terdengar menyiksa telinganya. “Tapi mengapa, Phia?” Arjuno berusaha mengendalikan suaranya yang kian terdengar parau. “Kamu itu enggak pernah berusaha mengerti aku, Jun.” Selalu saja kalimat itu yang diucapkan oleh Shopia. ‘Kamu itu enggak pernah berusaha mengerti aku, Jun’. Bagaimana jika pertanyaannya dibalik? Apakah kamu pernah berusaha mengerti aku, Phia? Hatinya terasa hancur berkeping-keping, selama ini Arjuno merelakan dirinya tersakiti supaya tetap berada di samping Shopia. Sekarang dia bilang ‘kita cukup sampai di sini saja’. Banyak pertanyaan yang sebenarnya ingin sekali Arjuno lontarkan kala itu tetapi urung karena hasilnya pasti tetap akan sama saja, mereka tetap berpisah. Ingin rasanya Arjuno menolak keputusan Shopia tetapi kayaknya hal itu tidak mungkin, Dia adalah makhluk super keras kepala yang tetap akan pada keputusannya. Pemuda itu menunduk menahan gundah, menelan ludah yang rasanya kian beda setiap menitnya. Dia tidak bisa berbuat apa-apa saat didera rasa kecewa. Semudah itu dia mengucapkannya. Tidakkah Shopia tahu tidak mungkin dibendung semua rasa yang sudah menggurita terhadapnya, tetapi sekarang ... sedih? Iya. Galau? Banget. Tapi untuk apa juga Arjuno berkeras hati untuk tetap bertahan di hidup Shopia? Arjuno hanyalah orang ketiga, keempat atau kelima. Entahlah sampai berapa bilangan angka itu. Lagi pula hubungan ini tidak akan pernah jelas akan sampai mana. Tapi tetap saja dia galau. Pemuda itu meninggalkan balai bambu, meninggalkan Shopia yang masih hening. Langkahnya gontai saat menuju motornya yang di parkir di halaman rumah gadis itu. kendaraan roda dua itu mulai menyusuri jalan menuju pabrik roti lagi. Satu hal yang pasti setelah ini adalah dia kehilangan semangat kerja karena kehilangan Shopia. Sepanjang jalan menuju pabrik pikirannya melayang, dia mengumpulkan beberapa penyebab yang selalu menyebabkan pertengkaran di antara mereka. Ada satu hal yang pernah menjadi pemantik, Shopia tidak suka Arjuno menjadi aktivis Islam karena itu berarti berseberangan dengan pandangan hidupnya yang antipati dengan gerakan ini. Walaupun dengan iman yang masih ringkih pemuda itu tetap berusaha memegang prinsip ini. Ini juga yang tetap menjaga cinta tetap suci tanpa dikotori sentuhan s*****t durjana. Apakah ini semua karena dia tidak suka dengan jalan hidup yang Arjuno jalani ini? Ataukah mungkin dia juga merasa hubungan ini tidak akan sampai ke mana-mana? Hanya jalan di tempat, sehingga dia lebih memilih membunuh mati perasaan yang baru tumbuh dengan memberinya racun sianida tanpa rasa bersalah. Setelah perpisahan dari hubungan yang hanya seumur jagung dengan Shopia, Arjuno berusaha menekan rasa kecewa dengan susah payah dan mati-matian. Tidak perlu didefinisikan rasa yang ada saat dia dipaksa untuk menghentikan semuanya, tidak bisa dinarasikan dengan diksi yang tepat. Aku tidak tahu apakah masih bisa merawat dan tetap menjaga rasa sayang dan cintaku jika kamu sekarang sudah sedingin es. Aku juga tidak tahu apakah aku akan mampu membunuh rasa sayang yang begitu cepat bersemi, Tetapi harus begitu cepat mati. Aku tidak pernah menyesalkan something yang pernah ada di antara kita. Aku juga tidak pernah menyesalkan waktu yang telat memperkenalkan kita. Aku tidak pernah menyesalkan telah menumpahkan rasa sayang setulus hati , Walaupun akhirnya yang aku terima cuma seember kebohongan dan aku tidak pernah menyesalkan rasa sayang yang tiba-tiba berubah, bermertamorfosis menjadi tak peduli dan antipati karena aku sayang kamu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN