Yey!

1474 Kata
Peristiwa kemarin malam masih menyisakan sedikit ganjalan dalam hati Arjuno. Dia masih mempertanyakan kepada dirinya sendiri, apa sebenarnya arti dirinya di hidup Shopia? Apakah sebagai kekasih, teman atau apa?    Arjuno berusaha mengabaikan pertanyaan-pertanyaan yang bersliweran dalam benaknya.  Sepertinya tidak perlu lagi mempertanyakan apakah statusnya, bukankah dia hanya ingin berada di samping Shopia saja? Tidak penting sebagai apa, tidak peduli sebagai siapa. Berada di samping Shopia membuat Arjuno benar-benar bahagia.    Dengan seringnya dia menghabiskan waktu bersama dengan Shopia, Arjuno merasa sudah berhasil mengesampingkan si Muhaemin,  juga supervisor yang hobi memberi cokelat itu. Pemuda itu bertanya dengan dirinya sendiri, apakah mungkin dia juga berhasil menghapus si Sariawan dari benak Shopia? Mungkin saja ini hanya perasaan Arjuno saja. Apakah mungkin semudah itu mengesampingkan dan menghapus mereka?     Ada sebuah nama baru yang sering disebut Shopia akhir-akhir ini. Dia sama sekali tidak suka sekali dengan nama yang sering dirapalkan itu. Ada rasa tidak nyaman setiap kali disebutkan. Kiwil, begitulah Shopia memanggilnya. Entah siapa lagi orang ini? Yang pasti adalah dia itu telah menambah panjang deretan antrean untuk dapat hadir secara penuh di hati Shopia.     “Jun, aku tadi sore ke Stasiun Serpong.” Shopia membuka pembicaraan saat mereka sedang berdua menikmati sore di warung si Teteh.            “Stasiun Serpong? Ada apa di sana?”      “Mengatar Kiwil, Jun.” Kalimat Shopia diucapkan datar.       Astaga, mengapa Shopia malah menyebutkan nama itu lagi? Dia tidak suka sama sekali ada nama Kiwil di antara pembicaraan ini. Apakah Shopia tidak tahu kalau dia tidak suka mendengar nama itu? Aku cemburu, Phia!      “Aku mengantar Kiwil beli tiket, Jun. Dia mau ke Jogja katanya.” Shopia sesaat menoleh ke arah Arjuno yang ada di samping kanannya. Bodo amat, Arjuno tersungut.   Apakah Shopia tidak tahu apa yang berkecamuk di otak Arjuno? Apakah dia tidak pernah berpikir atau memang tidak ada pikirannya? Apakah Shopia tidak tahu jika sebenarnya dia telah menyakiti Arjuno ketika bercerita tentang teman-teman lelakinya seperti si Sariawan, si Muhaemin, si Tukang Cokelat, si ala Shahrukh Khan. Sekarang ditambah satu nama lagi, Kiwil.  Mengapa hatinya sakit? Tapi apakah Arjuno mempunyai hak untuk cemburu? *** Sore terasa indah sekali untuk Arjuno karena di jok belakang motornya  ada gadis bermata sendu pujaannya. Pemuda itu menjemput Shopia di rumahnya karena mereka berencana untuk makan di Bakso Tak Terkira. Kedai bakso itu lumayan menjual namanya untuk sebuah kedai pinggir jalan yang tergolong relatif kecil. Lokasinya berada di Perempatan Ciseeng ambil kanan sedikit, sekitar lima belas meter dari sana, kedainya ada di sebalah kanan jalan. Beruntung sekali hari ini Shopia pulang cepat dari biasanya karena kebetulan produksi roti  hanya beberapa batch saja, Rencana ke Tak Terkira yang sudah diagendakan akhirnya bisa terlaksana. “Mampir ke rumah temanku dulu yuk, Jun,” ujar gadis itu saat motor berada di tikungan terakhir ke arah jalan raya dari rumahnya. “Mampir ke rumah teman kamu? Di mana?” Arjuno menolehkan sedikit kepalanya ke belakang arah kiri. Katanya mau makan bakso, mau ngapain mampir dulu ke rumah temannya? Malas banget. Sepertinya Shopia belum tahu jika Arjuno mempunyai masalah dengan lingkungan dan orang baru, dia selalu kikuk dan susah menyesuaikan diri.    “Itu di depan, Jun.” Shopia menunjuk rumah yang ada di sebelah kanan jalan. Motor berhenti tepat di depan rumah bercat biru itu, Shopia masuk ke pekarangan rumah  yang memang tanpa pagar pembatas rumah. Dia langsung memanggil-manggil nama temannya dari beranda. Mengapa tidak mengucapkan salam dulu? Apakah mungkin karena Shopia sudah sering ke rumah ini jadi sudah seperti berada di rumahnya sendiri.    “Wil ... Wil!” Shopia setengah berteriak.    Wil? Arjuno mengernyitkan dahinya dan nampak berpikir. Jangan-jangan ini adalah rumahnya si Kiwil, si penambah panjang antrean. Pasti wajahnya seperti Bang Kiwil yang suka ada di tivi itu. Bahkan mungkin lebih parah, kulitnya gosong, rambutnya kriwil-kriwil kayak habis kesetrum terus tercebur ke bubuk arang batok. Arjuno tertawa dalam hati saat bercanda dengan imajinasinya.     Pintu rumah itu terbuka setengah, seorang gadis berdiri di ambang pintu. Arjuno merasa yakin bahwa itu adalah adiknya si Kiwil. Dia berkulitnya hitam manis dengan rambutnya agak keriting sebahu, tingginya sekitar 155 cm. Wajahnya terlihat familiar di benak Arjuno gadis di hadapannya itu. Sepertinya dia sering melihatnya, siapakah dia?    “Jun, ini teman aku, namanya Kiwil. Dia yang sering aku ceritakan itu. Dulu dia juga pernah kerja di pabrik Roti Bebek.”     What? Ini Kiwil? Dia seorang perempuan? Bukannya laki-laki? Jadi selama ini ....   Arjuno mengutuk dirinya sendiri yang telah salah menduga. Apakah mungkin dia beranggapan si Kiwil itu laki-laki, gara-gara namanya itu sama dengan Bang Kiwil yang selebritis itu?  Ataukah mungkin dia dipanggil Kiwil karena rambutnya yang unik, kriwil-kriwil kayak mie yang baru direbus? Astaga, jadi selama ini gue cemburu kepada seorang perempuan.    Pemuda itu tertawa dalam hati karena kebodohan yang dibuatnya. Mengapa tidak bertanya ke Shopia tentang si Kiwil ini lebih jauh? Cemburu memang kadang membuat otak tidak berpikir jernih. Arjuno menjabat tangan teman Shopia ini sambil menyebutkan namanya. Gadis itu cekikikan saat mendengar namanya yang rupawan, Arjuno. Mungkin dia baru mengetahui bahwa Arjuno di dunia nyata dengan dunia wayang itu sama sekali berbeda, sosoknya bisa berubah menjadi 360 derajat. Tokoh pewayangan yang rupawan itu malah seperti Batara Kala.    “Dwi.” Begitu katanya singkat sambil menjabat tangan pemuda di depannya, sebuah senyuman kecil akhirnya menggantikan tertawanya yang menyakitkan tadi. Muka  familiar Kiwil memaksa Arjuno untuk membongkar  berkas-berkas  memori  yang bertumpuk di otak, dia pasti mengenalnya di suatu tempat.      Ahaaa! Akhirnya dia Ingat juga. Gadis bernama asli Dwi ini adalah kakak kelas Arjuno saat SMA. Dulu dia sering terlihat saat naik odong-odong ketika berangkat sekolah. Cewek kriwil-kriwil ini dua tingkat di atasnya. Odong-odong ini bukan yang versi zaman now yang menjadi transportasi hiburan, istilah ini merujuk ke mobil angkot yang menggunakan jaket sebagai pelindung bagian belakangnya. Cara naiknya dari belakang bukan dari samping seperti angkot pada umumnya. Istilah itu merujuk kepada mobil yang rombeng dan butut karena memang mobil angkutan itu hampir tidak ada yang bagus. Nama grup yang mereka gunakan adalah ACP yang merupakan kependekan dari Angkutan Ciseeeng Perumpung. “Alumni Nevar ya, Wi?” Pemuda itu masih memastikan apakah dia benar seperti orang yang dalam ingatannya. Nevar adalah singkatan dari  SMA Negeri Parung, sebuah sekolah menengah atas yang terletak di desa Waru Jaya, Kecamatan Parung.     “Iya. Lo emang alumni Nevar juga ya, Jun?”   “Jangan panggil Arjuno, gue lebih familiar dipanggil dengan nama Bonteng,” pinta Arjuno, “gue adik kelas lo ‘kan, Wi.” “Wah, masa? Kok gue enggak tahu ya. Lu angkatannya siapa? Ocim ya?” katanya menyebutkan sebuah nama salah seorang yang menjadi adik kelasnya. Dia memilih tidak mengomentari nama panggilan Arjuno. “Bukan, Wi. Gue adik kelasnya lagi,” sanggah pemuda itu,  Dwi nampak mengingat-ingat lagi.  “Oh. Berarti waktu gue kelas tiga, lo baru kelas satu ya, Teng.”      “Nah, pada nyambung dah.” Shopia menyela pembicaraan antara Arjuno dan Dwi, dia merasa terabaikan beberapa saat. Arjuno merayapi wajah pujaan hatinya itu beberapa saat seraya menyelipkan sebuah senyum kecil. Maaf, tidak ada maksud untuk mengabaikan kamu kok, aku hanya berusaha mengakrabkan diri saja.     Dwi tidak mengenal Arjuno waktu di sekolah adalah sebuah kewajaran karena memang pemuda itu bukanlah siswa yang popular. Dia hanya seorang siswa baik-baik yang memiliki hobi cabut dari jam pelajaran. Walaupun sebenarnya Arjuno seharusnya famous di sekolah, karunia kulit super imut menjadi pembeda dirinya dengan siswa lain. Walau mungkin yang melihatnya akan terheran-heran. Itu orang atau arang? Item banget.      “Gue mau makan bakso, Wil. Ikut yuk,” ajak gadis bermata sendu itu sesaat suasana terjebak oleh kesunyian. Pemuda itu terkejut karena dia tidak menyangka Shopia akan mengajak Dwi bergabung dengan mereka di Bakso Tak Terkira.     “Lain kali aja ya, Nong. Gue banyak banget kerjaan hari ini. Lagian enggak enak kalau gabung. Khawatir nanti malah menganggu acara kalian,” tolak Dwi halus. Arjuno terkekeh dalam hati mendengar jawaban gadis berambut kriwil itu. Iyalah lu pasti mengganggu nanti, Wi.    Shopia akhirnya berpamitan, Arjuno mengikuti dengan menganggukan kepalanya saat Dwi melambaikan tangan ketika motor mereka mulai menjauh dari rumahnya. Kendaraan roda itu mulai menapaki tanah yang berbatu di beberapa spot. Jarak rumah Dwi ke jalan raya kurang lebih tiga puluh meter saja. Hanya beberapa menit setelahnya ban motor sudah menapaki aspal.     Motor melaju dengan kecepatan wajib orang pacaran. Tiba-tiba Arjuno berdialog dengan dirinya sendiri, Apakah gue pacaran dengan Shopia? Mengapa tiba-tiba dia masih mempertanyakan arti hadir dirinya di hidup gadis itu? Terlintas sebuah dialog yang terjadi malam lalu antara dirinya dengan gadis bermata sendu itu di benaknya.         “Jadi kita jalan ni, Phia?” Gadis itu menatap Arjuno sedetik saat mendengar pertanyaannya itu. Sedangkan pemuda itu sibuk merayu hatinya supaya tetap tenang saat itu. Dia khawatir jawaban gadis pujaannya tidak sesuai dengan harapan.        “Ya udah,” jawabnya singkat. Apakah arti dari kalimat itu? Arjuno memaknainya dengan versi yang paling dia inginkan tentunya. Apakah salah jika pemuda itu menyimpulkan itu berarti ‘jalan’ dengannya? Alias JADIAN?                 Yey! Akhirnya gue dan Shopia jadian, Arjuno berteriak-teriak senang dalam benaknya. Rasanya menyenangkan sekali, tidak ada kata-kata yang bisa digunakan untuk melukiskan semua rasa gembira di hatinya kala itu. Akhirnya mimpi-mimpi, khayal dan imajinasi Arjuno sekarang mempunyai wajah yang cantik dengan mata sendu, dilengkapi dengan senyum manis yang melekat di sana, wajah Shopia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN