Saji, usia 25 tahun. Kejadian ini terjadi sekitar pada tahun 80an. Pada masa itu, Saji meninggalkan putra pertamanya untuk merantau ke Jakarta. Menjadi seorang baby sitter adalah prosesi yang ia pilih untuk mendapatkan pekerjaan. Sesampainya di suatu yayasan, Saji mengikuti kursus untuk menjadi seorang baby sitter, tapi karena ia sudah memiliki pengalaman mengurus bayi, tidak sulit baginya untuk menerima materi pelajaran yang diberikan oleh pihak yayasan.
Sambil menunggu panggilan pekerjaan untuknya, Saji sering sekali membantu pekerjaan di yayasan. Masak, bersih-bersih, pemilik yayasan menilai Saji sebagai wanita yang tekun dan rajin.
"Saji, aku sudah merekomendasikan kamu ke salah satu Bos yang sedang membutuhkan tenaga baby sitter untuk merawat anaknya yang baru berusia 3 hari. Semoga nanti cocok ya" ucap Bu Novi pemegang yayasan tenaga kerja, dengan senyum ramahnya.
"Aamiin, terimakasih Bu" jawab Saji senang. Akhirnya ia tidak harus menunggu terlalu lama di yayasan. Saji sudah ingin sekali bekerja demi anaknya yang berada di kampung.
Keesokan harinya, bu Novi memberi kabar pada Saji kalau calon bosnya akan datang pagi itu. Saji langsung siap-siap untuk interview, ia mengganti pakaiannya dengan pakaian baby sitter yang telah di sediakan yayasan. Tak lama setelah itu, mobil sedan berwarna hitam terparkir di halaman yayasan. Meskipun gugup Saji tetap memasang senyum ramah di wajahnya. Bagaimana tidak gugup? Ini adalah pekerjaan pertamanya sebagai baby sitter. Meskipun sebenarnya ia hanya gugup karena harus tinggal bersama bos baru, bagaimana bosnya, bagaimana sifatnya, galak atau tidak, tapi Saji tetap optimis demi anaknya.
"Perkenalkan, saya Airin. Dan ini suami saya Danu"
"Nama saya Saji, Bu"
Mereka bersalaman, pertemuan pertama dengan calon bosnya. Selama beberapa menit, Saji berhasil menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh ibu Airin. Bagaimana cara memandikan bayi, seperti apa pengalamannya merawat bayi, dan sebagainya. Saji menjawab sempurna hingga akhirnya iapun di terima kerja. Saji bergegas membereskan barang bawaannya, setelah berpamitan dengan baby sitter lainnya di yayasan itu, Saji berangkat untuk bekerja di rumah Airin.
"Sus. Setelah sampai di rumah nanti, kamu tidur di kamar atas ya. Kamar atas nyaman besar kok, ada AC nya juga" ucap Airin.
"Baik Bu" jawab Saji.
"Di rumah ada pembantu satu, bagian beres-beres. Yang penting kamu fokus ngurus anak saya aja, kerjaan yang lain biar pembantu yang mengerjakan"
"Baik. Iya Bu" jawab Saji lagi.
"Oh iya satu lagi" Airin berbalik dari kursinya lalu menatap Saji seksama, ekspresinya berubah dingin tidak seramah tadi. "Kalau kamu tidur di kamar atas, jangan sekali-kali kamu buka gordennya, apalagi siang hari. Kalau kamu melanggar, kamu sendiri yang rugi nanti. Paham sus?!"
"Paham Bu" jawab Saji, Airin kembali tersenyum ramah. Sebenarnya Saji tidak mengerti, kenapa dilarang membuka gorden di siang hari.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang, menyusuri jalanan ibu kota dengan pemandangan hiruk pikuk yang padat. Perjalanan lumayan jauh, hingga akhirnya, mereka sampai di tempat tujuan pada sore harinya. Seorang wanita telah menyambut kedatangan mereka di pintu, sepertinya dia pembantu yang akan menjadi rekan satu kerja dengan Saji.
"Selamat Sore Bu"
"Sore, dedek bobo mbak?"
"Iya bu, dedek sedang bobo di kamar" jawabnya.
"Saji, kenalin. Ini Ratna, pembantu saya" Airin memperkenalkan.
"Saya Saji mbak" mereka bersalaman.
"Kalian yang akur ya, semoga betah kerja di sini" ucap Airin.
Sesampainya di rumah Airin, Sebelum menemui bayi, Saji berniat membersihkan diri dan menaruh barang bawaannya terlebih dahulu.
"Mbak Ratna, kamar atas dimana ya?" tanya Saji.
"Kamar atas?" Ratna merenyitkan alisnya.
"Iya, kata Bu Airin saya tidur di kamar atas"
Seketika itu juga wajah Ratna berubah, Saji menatapnya tidak mengerti, Ratna seperti takut saat melirik ke pintu yang berada di atas. "Mbak tidur di kamar itu?" tanya Ratna menunjuk dengan matanya.
"iya mbak, memang, kenapa?"
Ratna terdiam gugup, "Eum... Ga papa sus, silahkan. I... Itu pintu kamarnya, tapi maaf ya sus saya, tidak bisa mengantar sus Saji ke kamar atas. Masih, banyak kerjaan yang harus saya selesaikan" ucap Ratna gugup, ia bergegas pergi ke dapur. Saji sempat heran dengan tingkah Ratna, tapi ia belum merasakan sesuatu yang aneh.
Sambil menjinjing tas yang berisi baju, Saji menaiki tangga menuju lantai atas. Di atas ternyata hanya ada dua pintu, pintu pertama adalah kamar utama yang di pakai Airin, suami, dan juga bayinya, sedangkan pintu yang kedua adalah kamar yang akan di tempati Saji. Setelah membuka pintunya, Saji kira ia langsung ruangan kamar, ternyata di balik pintu itu masih ada sebuah balkon.
Kamar atas yang akan di tempatinya rupanya berada di balkon itu, Saji berdiri sejenak, ia melihat ada sebuah jalan yang dihias dengan bebatuan indah dari pintu tempatnya berdiri, hingga ke pintu kamar. Saji mulai berjalan menuju kamar, dari luarnya saja terlihat kamar itu sangat besar dan luas. Perlahan Saji membuka pintu kamarnya, saat ia masuk Saji menyisir seluruh ruangan dengan matanya.
Kamar itu terlihat sangat bersih, seluruh kain yang terpasang juga berwarna putih bersih. Dari gorden, taplak, sofa, sprei, bed cover semuanya terpasang dengan warna yang selaras yaitu, warna putih. Dan sudah ada kamar mandi di dalam.
"Wah, kamarnya bagus banget. Ini, aku ga salah kamar kan??" gumam, berbicara sendiri. Saji meletakkan tasnya di lantai, ia mengambil baju ganti lalu mandi.
*****
"Bu Airin, saya mau tanya" Saji memberanikan diri bertanya setelah Airin selesai makan malam.
"Mau tanya apa sus? Silahkan"
"Bu, itu, saya ga salah kamar kan ya? Soalnya terlalu bagus buat saya hehe"
"Ooh haha, gak sus. Itu memang kamar buat kamu tidur"
Saji mengangguk dan tersenyum.
"Ya sudah kamu istirahat aja, besok aja mulai pegang dede ya"
"Iya Bu"
Sebelum naik ke atas Saji membantu Ratna beres-beres dapur. "Mbak Ratna, kalau kamu tidur dimana?"
"Aku tidur di sana tu" Ratna menunjuk satu ruangan sempit yang tidak jauh dari dapur.
"Ah, tidur sama aku aja yuk. Ranjangnya luas, ada kamar mandinya juga di dalam"
"Eh, hehe. Emm.... Aku lebih nyaman tidur di sini. Maksudnya, lebih gampang mulai kerjaan sus daripada di atas malah naik turun"
Saji mengangguk, iya juga sih. Dia juga lebih gampang di atas supaya gampang kalau di panggil bu Airin. Selesai beres-beres mereka berdua saling berpamitan dan pergi istirahat menuju kamarnya masing-masing.
Semalam, dua malam, sampai tiga malam, Saji belum mendapatkan gangguan apapun dari kamar atas. Meskipun Ratna bertingkah aneh setiap melihat Saji turun dari kamarnya, dan selalu menanyakan "Gimana sus tidur di atas?, ada apa sus di atas?, dan sebagainya. Membuat Saji curiga dengan pertanyaan ganjil yang dilontarkan Ratna.
Tapi setiap di tanya "Kenapa memang?" Ratna selalu menjawab, tidak apa-apa.
Selama ini Saji merasa betah kerja di rumah Airin, mereka terlihat baik. Meskipun pasangan suami istri itu sering pulang malam, karena mereka baru bisa pulang setelah restoran yang mereka kelola tutup. Airin dan Danu adalah pemilik salah restoran yang ada di Jakarta. Malam itu, Saji baru bisa meninggalkan kamar Airin setelah Airin pulang, Saji melongok ke bawah, sepertinya Ratna sudah tidur karena sebagian lampu sudah dimatikan. Saji berjalan menuju kamarnya, namun saat di balkon ia melihat pemandangan yang tidak seperti biasanya.
Di Balkon, Saji melihat ada gerombolan Laki-laki muda. Mereka semua tidak memakai kaos, bertelanjang d**a sambil asik ngobrol satu sama lain. "Permisi" ucap Saji sopan saat melintas di belakang mereka. Tapi sekumpulan anak muda itu tidak ada yang menjawab, bahkan seperti tidak melihat Saji yang melewati mereka.
Padahal, waktu pertama kali Saji datang ke rumah Airin, tidak ada satupun orang yang ada di balkon. Setelah melewati gerombolan anak muda itu, Saji berbalik sebentar. Mengamati wajah mereka satu persatu, tapi aneh meskipun mereka ngobrol riang, wajah mereka terlihat sangat pucat, wajah pucat dengan kantong mata yang menghitam. Saji bergidik, tiba-tiba saja tengkuknya merasa dingin dan merinding. Ia bergegas masuk ke dalam kamar, lalu menguncinya.
"Ah" terperangah kaget.
Ternyata keanehan tidak hanya ada di balkon, saat Saji berbalik ternyata, sudah ada seseorang yang tidur di tempat tidurnya. Seseorang yang tidur itu menyelimuti tubuhnya hingga kepalanya saja yang terlihat, rambutnya panjang menjuntai di atas selimut dan juga bantal yang dienakan. Perlahan Saji berjalan tanpa suara, ia memandangi sosok yang tidur tepat membelakanginya. sedikitpun tidak terlihat wajah dari orang itu.
Mungkin dia karyawan ibu yang menginap di sini, dan anak-anak muda yang di balkon itu juga karyawan ibu. Tapi kapan mereka datang?
Saji mematung sambil mengingat-ingat, tapi ia tidak menemukan jawaban dari pertanyaan di benaknya. Meskipun merasa aneh, tapi Saji sudah merasa lelah dan ingin cepat-cepat tidur karena takut bangun kesiangan besok. Pelan-pelan Saji naik ke ranjang, sesekali ia menoleh ke arah wanita yang tidur membelakanginya. Sampai menarik selimut pun, wanita itu tidak bergeming sama sekali.
Ada perasaan lega karena Saji tidak lagi tidur sendirian, suasana mulai senyap, Saji berkedip-kedip sebelum mulai masuk ke alam mimpi, namun di kedipan yang kesekian tiba-tiba saja, wanita yang tadinya tidur membelakanginya tadi sekarang sudah duduk tegak di sisi tempat tidur, Saji melihatnya jelas dari bayangan yang terlihat di jendela kaca yang ada di depannya. Tidak ada pantulan di kasur, tidak ada suara gesekan apapun, bahkan hanya dalam hitungan detik sosok wanita itu sudah duduk tegak. Bagaimana bisa?!
Rambutnya terurai panjang, Saji melihat bahwa wanita itu memakai daster berwarna putih bersih. Lama ia duduk, perlahan tangannya bergerak memegangi saklar lampu tidur. Tangannya tidak kelihatan karena daster yang wanita itu kenakan menutupi hingga jari-jemarinya.
Ceklek... Ceklek... Ceklek... Lampu mati dan menyala. Saji mengamati tingkah aneh dari wanita yang ada di pantulan kaca jendela, Kenapa dia mainan lampu?
Suasana kamar jadi terasa dingin, Saji mulai merasa merinding. Ia lebih memilih diam pura-pura tidur sambil mengamati apa yang akan di lakukan wanita aneh itu lagi. Tiba-tiba sosok wanita misterius itu berjalan masuk ke kamar mandi. Lama Saji menunggu tapi wanita misterius tak kunjung keluar juga hingga Saji ketiduran.
"Mbak Ratna, apa para karyawan Bu Airin sudah pada berangkat ya? Kok mereka ga ada" Tanya Saji, karena saat bangun pagi harinya ia tidak menemukan siapapun termasuk wanita misterius yang tidur di ranjangnya semalam.
"Karyawan? Hahaha, selama aku kerja disini ga ada satu karyawan yang datang ke rumah ini sus" jawab Ratna.
"Ah masa sih? Terus yang wanita tidur sama saya siapa dong? Oh, mungkin saudara Bu Airin ya?"
"Wa... Wanita?" Ratna mulai merasa dingin di tengkuknya. "Tapi sus, tidak ada satupun saudara ataupun karyawan yang datang kesini"
Saji tetap bersikukuh kalau semalam ia melihat kumpulan anak muda dsn juga wanita yang tidur seranjang, Saji menceritakan semua yang ia lihat tadi malam, tapi Ratna malah ketakutan dan pergi seperti menghindar.
Malam berikutnya, kali ini Saji tidak melihat apapun di balkon. Anak-anak muda itu sudah tidak terlihat lagi, tapi saat Saji masuk kedalam kamar lagi-lagi ia melihat wanita rambut panjang tidur di tempat tidurnya dengan posisi sama seperti kemarin. Kali ini Saji memberanikan diri untuk bertanya padanya.
"Emm... Mbak, sudah tidur ya? Kalau boleh tau mbak siapa?"
Wanita itu sama sekali tidak bergeming sedikitpun, mungkin dia sudah tidur. Gumam Saji sambil berusaha melihat wajahnya, tapi rambut wanita itu benar-benar rapat menutupi wajah. Saji menarik selimutnya dan bersiap tidur, saat tubuhnya baru saja tergeletak di tempat tidur, ia melihat kalau wanita yang memakai daster putih sudah duduk tegak membelakanginya. Saji terperanjak kaget, beberapa detik yang lalu dia tidur dengan selimut menutupi tubuhnya, tapi beberapa detik kemudian wanita itu sudah duduk tegak membelakanginya. Mulut Saji seperti terkunci, tidak ada satupun kata yang bisa ia ucapkan dan hanya bisa mengamati punggung si wanita.
Saji berusaha menampik semua rasa takutnya, ia kembali merebahkan diri dan menutup tubuhnya dengan selimut. Tapi lagi-lagi, lampu kamar di mainkan dan setelah puas bermain lampu wanita itu pergi ke kamar mandi, pagi harinya Saji sudah tidak menemukannya lagi.
Merasa aneh karena kejadian beberapa malam ini, Saji berniat bertanya pada Airin. "Bu, Sebenarnya siapa wanita yang tidur di kamar yang saya tempati? Padahal kata ibu tidak ada pembantu lain selain saya dan Ratna, lalu wanita yang di kamar atas... "
"Dia teman saya" Airin menatap tajam. "Dia memang tinggal di kamar atas, kamu ga usah takut. Dia ga akan ganggu kalau kamu ga melanggar aturannya. Ingat, jangan pernah membuka gorden di siang hari, teman saya ga suka! Paham?"
"Paham Bu" ucap Saji mengangguk. Tatapan Airin benar-benar tidak seperti biasanya.
Malam berikutnya saji tidak bertemu dengan wanita yang disebut sebagai teman Airin itu. Sekarang sudah tuju hari Saji bekerja, pagi itu ia buru-buru karena bangun agak kesiangan. Saji Buru-buru mandi dan ganti baju, hingga Saji lupa satu hal, ia membuka gorden dan juga jendela kaca, sebentar saja mungkin tidak apa-apa kan? Biar kamar ini dapat ventilasi udara gumam Saji dalam hati. Setelah itu, iapun bergegas untuk melakukan pekerjaannya.
Hari itu, tidak seperti biasanya Airin pulang sore hari. Jauh lebih awal dari biasanya, tapi kali ini agak berbeda, Airin pulang sambil sesumbar mencari Saji.
"Ratna! Dimana suster Saji?!" tanya Airin sedikit berteriak.
"Ada dikamar Bu, sama dedek" jawab Ratna ketakutan. Tanpa bicara lagi, Airin bergegas ke kamarnya.
"Selamat sore Bu. Bu Airin sudah pulang?" Menyapa ramah.
"Aku sudah bilang sama kamu jangan sesekali membuka gorden kamar itu. Kenapa kamu buka ha?!" hardiknya, Airin terlihat marah besar.
"Maaf Bu, saya pikir kamar butuh ventilasi jadi... "
"Ga mau tau! Pokoknya kamu harus tutup semua sekarang juga!" mata Airin melotot, ia terlihat sangat berbeda dari biasanya.
"Ba... Baik Bu" jawab Saji bergegas menuju kamarnya dan menutup jendela serta gorden seperti semula. Meskipun Saji tidak tau kenapa Airin semarah itu, tapi setiap bos memang memiliki peraturan yang berbeda-beda, meskipun peraturan Airin agak aneh.
Malam harinya, waktunya jam istirahat dan kembali bekerja esok hari. Saji berjalan ke balkon untuk pergi ke kamarnya, tapi kali itu ia kembali melihat gerombolan anak muda seperti yang Saji lihat beberapa waktu lalu. Hanya saja sekarang, anak muda itu terdiam, menatap dengan tatapan tajam kearahnya.
"Maaf ada apa ya? Sebenarnya siapa kalian?!"Saji mencoba bertanya tapi mereka tetap diam memelototinya. Saji berlari masuk kedalam kamar lalu menguncinya, wanita misterius sudah ada disana, tidak tidur seperti biasanya tapi duduk tegak menunduk dengan rambut yang menutupi wajahnya.
"Mbak?" tanya Saji, "Itu, di luar... " ucapnya lagi gemetar, tapi wanita itu tidak juga bergeming. Saji berjalan ke sisi lain tempat tidur dan merebahkan diri membelakangi wanita itu, tak lama kemudian suara bantingan pintu kamar mandi terdengar kencang. Saji terperanjak kaget, saat ia menoleh ke wanita yang duduk tadi, dia sudah tidak ada di sana.
"Aaaaaaaaarrkh" Jeritan melengking terdengar dari kamar mandi. Saji kaget hingga dirinya terhempas ke lantai.
Brak... Brak... Brakkk...Berkali-kali pintu kamar mandi terbanting keras, disusul kemudian suara jeritan lagi. Saji mulai gemetar ketakutan, ia menyeret tubuhnya hingga mendekati pintu tapi kakinya sulit sekali untuk bergerak.
Tangan Saji mencoba menggapai dan membuka kunci pintu, matanya waspada ke arah kamar mandi yang lampunya mulai nyala dan mati. Pintu itu tertutup rapat, tak lama kemudian pintu di gebrak dari dalam. Jeritan wanita itu semakin kencang, seperti orang yang marah, ngamuk. Saking gemetarnya, Saji kesulitan membuka pintu kamarnya.
Krengkeeeeetttt.... Pintu kamar mandi terbuka lebar, namun terlihat kosong dan tidak ada orang, setelah berusaha keras membuka pintu akhirnya Saji berhasil juga, sebelum lari keluar Saji menengok lagi ke kamar mandi, ternyata sosok wanita berambut panjang berbaju putih sudah berdiri tegak di depan pintu. Saji semakin gemetar ketakutan, ia langsung berlari menuju balkon tapi saat di sana, gerombolan anak muda yang berwajah pucat menghadangnya. Berdiri menutupi jalan, tanpa pikir panjang, Saji berlari sambil menutup mata. Saat melewati gerombolan laki-laki itu, ia seperti menubruk gumpalan asap.
Mereka bukan manusia, mereka bukan manusia! Saji mulai terisak, ia bergegas turun ke kamar dimana Ratna tidur.
"Astaga! Kaget tau sus!" Protes Ratna terperanjak dari tidurnya karena Saji tiba-tiba memeluknya.
"Mbak Ratna mereka bukan manusia mbak, bukan manusia" ucap Saji lirih dan gemetar.
"Mereka siapa sus?" Ratna memegang pundak Saji, ia merasakan tubuh Saji yang gemetar, wajahnya pucat, keringat dingin dan terlihat sangat ketakutan. "Ini minumlah, tenangkan dirimu sus" Ratna memberikan segelas air putih untuk Saji.
Setelah tenang ia menceritakan apa yang ia alami di kamar atas.
"Kamu yang sudah lama kerja disini, kamu pasti tau sesuatu kan?!"
Tangan Ratna tergenggam erat, tapi mulutnya tetap diam meskipun Saji menekannya untuk memberitahu apa yang terjadi. "Ratna!" Saji mencengkram bahu Ratna.
"Sus, aku ga berani cerita" jawab Ratna lirih, kini dia juga mulai merasa ketakutan. Melihat Ratna yang melas, Saji jadi tidak tega memaksanya. Akhirnya mereka berdua tidur bersama meskipun di kamar yang sempit setidaknya aman.
Pagi harinya, meskipun semalam ia mengalami hal yang luar biasa menakutkan baginya, Saji tidak berani menceritakannya kepada Airin. Saji mengambil bayi untuk berjemur matahari pagi, saat itu Airin masih belum berangkat kerja.
"Makanya sus, saya kan sudah bilang jangan buka gordennya. Temanku jadi ngamuk kan ke kamu. Lain kali jangan diulangi lagi ya!" ucap Airin sebelum pergi.
"Iya bu, maaf"
Meskipun Saji tidak cerita tapi Airin sudah berbicara seperti itu, itu berarti dia memang sudah tau dengan apa yang terjadi semalam. Sambil menggendong bayi, Saji menatap kamar yang di balkon yang terlihat dari jalan komplek depan rumah Airin. Ia masih terus kepikiran, apa teman bu airin itu hantu, ia yakin sekali kalau semalam bukanlah mimpi.
"Suster baru ya?" sapa seorang pembantu rumah sebelah. Mengagetkan Saji yang sedang fokus melihat kamar atas.
"Eh, iya mbak" jawab Saji.
"Betah kamu kerja di rumah ini? Soalnya sebelum kamu juga udah gonta ganti suster loh, dan setiap yang pulang dari rumah Bu Airin mereka kelihatan ketakutan. Kamu ga takut?"
"Em... Emangnya kenapa mbak, kok mereka bisa ketakutan?" tanya Saji mencoba mencari tahu, padahal dia sendiri juga sebenarnya ketakutan.
"Bu Airin itu dah kondang disini, semua warga kompleks juga udah tau sus"
"Tau tentang apa mbak?" Saji semakin penasaran.
Pembantu itu menoleh ke setiap arah, kemudian melirik sebentar ke arah kamar atas. "Sus, jangan mau kalau di suruh tidur di kamar itu. Karena itu kamar pesugihan!" bicara sedikit berbisik.
"Hah??? Kamar pesugihan??" Saji kaget sekaligus tak percaya.
"Ya, dikamar itu sering sekali terlihat wanita berbaju putih dan rambut panjang. Selain itu, restoran Bu Airin juga seringkali meminta tumbal. Sudah banyak karyawan muda yang meninggal karena penyakit-penyakit aneh, tapi herannya yang meninggal itu selalu anak laki-laki usia 19san tahun"
Mendengar cerita pembantu itu, Saji berfikir sejenak. Ia ingat kalau beberapa kali melihat segerombolan anak muda dengan wajah pucat di balkon itu. Apa mereka tumbal???
"Setiap kali ada karyawan yang meninggal, restoran Bu Airin langsung banjir pengunjung sus, kamu harus hati-hati ya" bisik si pembantu lagi. Tak lama setelah itu, terdengar suara bantingan pintu yang sangat kencang dari kamar atas. Keduanya kaget dan langsung melihat ke kamar atas.
"Aku, aku pergi dulu" pembantu itu ketakutan dan langsung kembali masuk kedalam rumah sebelah. Begitu juga Saji, ia sudah tau sekarang, tentang siapa wanita misterius yang tidur seranjang dengannya dan juga pemuda yang suka berkumpul di balkon depan kamarnya. Saji bergegas masuk kedalam rumah, ia berusaha tenang dan melanjutkan pekerjaannya.
"Hari ini atau besok, aku harus keluar dari rumah ini!" gumam Saji. Lebih baik dia pindah pekerjaan daripada harus tinggal di rumah yang melakukan pesugihan seperti ini.
Saji melangkah ragu menuju kamar atas, mau bagaimanapun juga, ia harus membereskan barang-barangnya dan berpamitan pada bosnya. Sebelum masuk kedalam kamar, Saji menyisir seluruh ruangan dengan matanya. Setelah merasa aman, ia buru-buru memasukkan baju kedalam tasnya.
"Loh sus, kenapa kamu bawa tas?" tanya Ratna.
"Aku g betah mbak, aku mau pindah kerja saja. Rumah ini ga beres!"
"Tapi sus... "
"Mbak Ratna juga sebenarnya tau kan tentang kamar pesugihan yang di atas?!"
Ratna terdiam, dia menunduk meremat jari-jemarinya. "Ga apa-apa mbak, setelah Bu Airin pulang nanti aku langsung pamitan" ucap Saji. Ia meletakkan tasnya terlebih dahulu di kamar Ratna hingga Airin pulang nanti.
Malam telah tiba, Saji berpamitan dengan Airin yang sudah pulang dari bekerja. Meskipun Airin sangat keberatan Saji pergi karena selama ini dia sangat suka dengan Saji yang bekerja dengan rajin, tapi ia juga tidak bisa menahannya untuk tinggal.
Malam itu juga, Saji balik ke yayasan di antar oleh supir. Sebelum masuk ke dalam mobil, Saji menoleh ke arah kamar atas, di sana ia melihat wanita berdiri di atas balkon menghadap ke arahnya. Saji bergegas masuk kedalam mobil dan pulang kembali ke yayasan untuk mencari pekerjaan baru. Berharap tempat bekerjanya lagi akan lebih baik dan damai.
**Tamat**