Kelegaan tersendiri karena Claudia tidak ngambek lagi. Kupikir setidaknya dia akan mendiamkanku beberapa jam yang akan datang. Tapi syukurlah, Claudia memang bukan perempuan menye-menye.
Tapi, sebagai pria berkemanusiaan sepertiku, jangan sampai membuat kaum hawa menitikkan air mata. Adam adalah pria paling tidak kuasa melihat kaum lawannya menangis.
"Jadi, kamu selalu seperti ini dengan pacar-pacarmu dulu? Ah ralat, maksudku mantan pacar." aku sibuk fokus terhadap jalan, meskipun memang sepi. Tapi lampu merah tetap membuat mobilku harus berhenti.
Setelah lelah melakukan pengecekan di Villa, akhirnya aku bisa pulang. Karena memang sangat mepet waktunya dan takut Claudia pulang sendirian roda dua, aku lebih baik tidak membiarkan Claudia kembali ke kantor demi mengambil motor kesayangannya. Dengan baiknya, Adam Aryadi Atmaja mengantarkan bawahannya tanpa pamrih.
Bangga bukan?
"Maksudnya, Pak Adam?"
"Ya maksudnya adalah apakah setiap kamu ngambek, mereka menghiburmu dengan sebungkus coklat atau hal-hal manis lainnya. Bunga misal, ah iya, kamu alergi kan ya?"
Seingatku dulu, saat Ben datang ke rumah sakit menjenguk Claudia karena kecelakaan perempuan ini mengatakan alergi bunga. Atau lebih tepatnya sari bunga.
"Kadang-kadang. Tapi, sebagian dari mereka lebih memilih tidak peduli. Karena yeah, mungkin aku tipe pacar yang tidak menyenangkan. Selalu tidak sekubu saat mereka mulai menyangkut hal-hal yang menjurus ke arah hubungan fisik, aku sangat sering menolaknya."
Pelan-pelan kujalankan mobil lagi. Tapi, amarahku seakan naik ke permukaan. Rasanya tidak manusiawi harus memaksa pasangan kita melakukan kontak fisik. Atau mungkin aku sendiri yang cupu. Toh, banyak juga yang sudah terlanjur menabung benih sebelum nikah. Dan mereka merasa tidak melakukan kesalahan apa pun di mata Tuhannya.
Bukannya sok rohis. Tapi, setahuku, pria sejati adalah pria yang menjaga pasangannya lahir dan batin. Semoga saja, aku bisa seperti itu saat dengan pasanganku.
"Apa yang kamu lakukan sudah benar, Clau. Terlepas kamu sangat cinta sama dia, mereka atau pria siapa saja yang saat ini tengah ada di pikiranmu. Karena aku ini hanya bosmu, aku tidak ingin kamu dekat dengan orang yang salah."
Dia mengangguk pasrah. Seolah baru saja menghayati perkataanku sedalam-dalamnya.
Kami sudah sampai di depan apartemennya, berhenti sambil menoleh ke arahku. "mau mampir, Pak? Ngeteh-ngeteh dulu, atau..?"
"Nggak usah. Selamat beristirahat ya, Bona Albino kamu sehat-sehat di rumahku."
Dia tersenyum. Lega karena kucing kesayangannya aman. Tidak jadi dibuang oleh mantan kampretnya. Aku pun gegas pulang, karena badanku pun lumayan pegal-pegal.
***
Villa Atmaja malam ini seolah tersulap menjadi tempat yang sangat menakjubkan. Dengan wangi khas bunga lyly, bertema hitam-putih pun dengan alunan musik pop lawas.
Bintang tamu utama mungkin sebentar lagi akan hadir. Siapa lagi kalau bukan si Eric?
"Lu niat saingan sama siapa sih? Ini tuksedo baru kan?" curiga Cleo. Dia bahkan mengendus-ngendus area leherku. "parfum lu juga gak kayak biasanya. Lu punya niat terselubung apa malam ini, bedebàh?"
Selain kak Citra, dan mama, hanya Cleo yang sangat tahu kehidupan pribadiku sampai parfum apa kesukaanku. Padahal aku tidak pernah menyebut merek apa, tapi dia tetap saja tahu.
Mungkin, playboy kelas wahid memang sok tahu segalanya.
"Enggak ada. Hanya berusaha untuk tampil lebih berkelas hari ini, meskipun sudah kulakukan setiap hari."
Cleo terkekeh. Lebih memilih berlalu dan menyapa tamu VIP-nya yang baru turun dari mobil. Ya, Eric juga memakai tuksedo serba hitam, bahkan gaya rambutnya saja diubah.
Beberapa fans yang tadinya duduk, sibuk dengan ponsel, takjub dengan megahnya latar halaman villa kini beralih ke arah Eric sepenuhnya.
Menatap dengan penuh damba, bak melihat makhluk yang memang sudah terpahat sempurna. Padahal bagiku, biasa saja.
"Dam."
Aku menoleh, kaget ada kak Citra di sini. Dan diikuti seseorang yang sangat tidak kusangka kehadirannya.
Sebenarnya aku tahu kalau malam ini Claudia juga akan datang. Dia adalah perancang segala desain, tema, penempatan apa saja yang sudah tertata sempurna di villa untuk acara Meet and Great for Eric and fans.
Tapi, mataku melihat sosok yang berbeda. Claudia nampak sangat anggun luar biasa malam ini.
"Kedip kali, Dam." bisik kak Citra.
Dasar kompor!
"Kok bisa sama Claudia?"
"Sengaja. Aku pengen ketemu sama Eric, mas Reza juga ngizinin kok, tapi dia malas ikut, yaudah kutinggal di kamar villa aja. Makanya aku susul Claudia. Tapi tadi kita ke salon dulu. Gimana? Aku berbakat kan membuat dia semakin beraura bidadari?"
Langit bumi bersaksi, malam ini Claudia memang sangat-sangat cantik. Aku mengutuk mulutku yang tidak mau berhenti menyebut kata cantik setiap bertatapan dengannya.
Stop!
"Yang berbakat itu pegawai salonnya kali, gak usah bangga deh, Kak."
"Tapi kan aku yang pilih model rambutnya."
Malas mendebat nenek sihir, aku lebih memilih menyapa tamu-tamu penting sebelum acara benar-benar dimulai.
Masa bodoh dengan kak Citra yang entah mau melakukan apa di sini.
MC mulai menyapa penggemar, meminta mereka memasang wajah semangat untuk menyambut Eric yang akan maju ke depan. Tersorot lampu dan kamera, tersenyum, unjuk gigi.
Pria itu lihai membuat fansnya merasa pantas memujanya, bahkan kulihat Claudia yang menyatukan tangan, menggigit kuku, menggoyangkan badan karena melihat Eric dari kejauhan.
Acara demi acara terlewati begitu saja, dan fans memang mendapatkan yang seharusnya mereka dapatkan dari membayar tiket acara.
Pihak villa sudah menyiapkan jamuan, juga hadiah untuk para fans Ericlova.
"Pak, sisain satu untuk saya ya hadiahnya?"
"Isinya hanya tanda tangan Eric dan foto albumnya, Clau."
"Nah, makannya. Kadang, kalau pesan dari website dari agensinya suka stok kosong, mumpung gratis kan?"
"Iya deh iya."
Kejengkelanku tidak kunampakkan. Aku juga merasa aneh dengan diriku sendiri karena sejak tadi bersungut setiap Claudia memperhatikan Eric dengan pandangan yang berbeda.
Menit selanjutnya, aku masuk ke ruangan khusus. Makan malam bersama jajaran VIP, termasuk Eric ada di sana.
"Hallo, Adam. Thanks to night, amazing. Aku sangat mengagumi sikap serius kamu terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan. Pantas saja kamu masuk dalam kategori pria yang paling sukses tahun ini di Bandung."
"Terima kasih pujiannya. Aku juga sangat tersanjung orang setenar kamu memilih tempat yang masih sederhana seperti Villa Atmaja ini."
Claudia duduk di antara aku dan Eric, tatapannya tidak pernah sedetikpun teralihkan karena memang sangat mengagumi terhadap aktor baru itu.
Karena fokus makan, aku mulai tidak memperhatikan apa yang dilakukan Claudia sekarang.
Tiba-tiba saja, aku menoleh karena Claudia merunduk. Sepertinya mengambil garpu yang tidak sengaja jatuh di lantai.
"Nona manis, garpu itu sudah kotor dan mungkin sekarang sudah tidak higienis lagi. Pelayàn, tolong ambilkan garpu yang baru lagi. Jangan lupa membungkusnya dengan kain bersih. Sabar ya, Nona." ucap Eric.
Para tamu VIP kembali ke meja makan dan sesekali mengabulkan sesuatu yang tidak ingin aku tahu.
Aku lebih fokus terhadap Claudia yang sepertinya mendadak berubah menjadi patung karena perhatian Eric memang membuatnya seakan terintimidasi.
"Ini, Nona manis. Selamat menikmati makanannya."
"Ter-terima kasih, Eric." gugupnya.
Gila. Kenapa orang bisa sebegitu nerveousnya, padahal sama-sama manusia. Ah, Claudia!