Part 8

1265 Kata
"Walau tidak siap, tapi kisah sudah di mulai."    ***** Matahari telah muncul kepermukaan, itu tandanya waktu mata untuk terbuka. Kedua mata yang tadinya terpejam, kini mulai terbuka secara perlahan, akibat cahaya matahari pagi yang masuk langsung ke dalam kamarnya.    Mata lentik Atha  terus mengerjap beberapa kali, untuk meyakinkan apa yang dilihatnya adalah hal yang nyata. Tentu saja, dia kini tengah tertidur diatas kasur empuk yang langsung menghadap ke arah balkon. Dengan malas dia beranjak dari tempat tidur dan langsung berjalan ke arah balkon.   Tempat dimana tersedia dua sofa panjang yang memang di desain agar berada di sana. Pemandangan pagi hari terasa sangat nyaman, Atha memilih duduk sambil menyenderkan punggungnya. Melihat tepat kearah danau yang berada di hadapan ya. Pikiranya kembali berputar ke masa lalu, dimana hal ini adalah sesuatu yang sangat di dambakanya.   "Sangat lucu, aku seharusnya senang bisa tinggal di tempat yg aku impikan. Tapi, aku merasa seperti seorang tawanan disini." Bisik Atha menertawakan dirinya sendiri. Pembicaraanya dengan pria bernama Dominick kemarin membuatnya sangat frustasi.    "Apa?  Memberimu anak?" Ulang Atha dengan nada penuh tanda tanya.   " Iya, aku bisa menyewa orang untuk mau melahirkan anakku. Tapi aku tidak suka cara itu, terlalu rendahan" Balasnya dengan datar. "Lalu apa menurutmu ini juga bukan rendahan? " balas Atha sarkastik.   "Tidak, karena aku membelimu. Lagipula kau masih perawan bukan?" tambahnya semakin mendekat ke arah Atha.  Tanpa di duga tangan kekarnya meraih pinggul Atha dan meraihnya mendekat, Atha memekik pelan akibat perlakuan yang tiba tiba itu. Namun otaknya tak dapat berpikir jernih saat ini, tangan Dominick mulai meraba pinggul Atha.   Seolah mendapatkan sengatan listrik berjuta juta volt, Atha diam tak berkutik sedikitpun.  Menahan nafas adalah hal yang bisa Atha lakukan. Karena hembusan nafas Dominick begitu terasa di telinga kanannya.  Namun, itu tidak berlangsung lama. Atha tidak bisa terus diam saat tangan Dominick beralih untuk meremas p****t bulatnya. Dengan penuh tenaga Atha mendorong tubuh kekar di hadapanya.   "A..apa kau itu gila?!" Teriak Atha sambil menutupi kegugupanya. Tadi adalah pertama kalinya ada lelaki yang berani menyentuhnya sampai sejauh itu.   "Lingkar pinggulmu bagus, dan pantatmu juga ideal. Tak salah aku memilihmu." ucap Dominick masih dengan menyelidik ke arah Atha.     "Kau memang pria gila! Pria tidak waras!" bentak Atha kencang ke arah Dominick. Wajahnya memerah karena emosi yang meledak.   "Jika butuh apa - apa panggil Mrs.Mira dia akan mengurus semua kebutuhanmu disini. Tapi ingat satu hal,"  ucap Dominick mencondongkan wajahnya di depan Atha. "Kau tak akan bisa pergi sebelum melahirkan anakku!" ucapnya serius dan penuh penekanan.   Cup!   Dia mengecup bibir Atha sekilas, lalu kembali berjalan masuk. Tidak memperdulikan reaksi apa yang di berikan oleh Atha. Atha yang tadi  sempat terkejut langsung kembali sadar. Dia lalu memaki maki Dominick atas kelancanganhya tadi. Dasar pria tidak punya etika!  Berani sekali dia menyentuh tubuh Atha tanpa rasa berdosa sedikitpun.   Mengingat hal memalukan itu kembali membuat Atha kesal, dia tidak suka dengan kelakuan dari Dominick.  Rasanya Ia ingin sekali menendang Dominick dan menendang masa depannya. Agar pria itu sadar bahwa Atha bukan wanita yang lemah.  Setelah puas memandangi danau di pagi hari, Atha segera beranjak untuk mandi dan berganti pakaian. Sejak semalam dia belum berganti baju. Atha tidak memiliki tenaga lagi untuk melakukan itu. Semua tenaganya habis, sebab dia gunakan untuk memaki dan meneriaki Dominick.  Pria kurang ajar itu.   Atha mulai masuk ke kamar mandi lalu membersihkan dirinya sendiri. Butuh waktu lima belas menit, dan dia selesai. Atha berjalan menuju lemari yang sudah terisi oleh banyak sekali pakaian. Atha sedikit tercengang dengan isi lemari besar yang ada di hadapannya.  Semua pakaian tertata rapi, begitu rapinya hingga membuat Atha masih tak percaya saat melihatnya. Dan lihat saja bahkan ada beberapa set bra dan celana dalam. Pria itu sangat sulit untuk di tebak. Dia sudah menyiapkan sampai sejauh ini untuk dirinya.   "Sebenarnya apa yang ada di otaknya itu, aku sangat tidak menyangka jika dia bisa melakukan hal ini." Setelah memilih baju yang akan dia pakai, Atha kemudian berjalan ke arah pintu keluar. Dia ingin berkeliling, dan melihat bagaimana suasana di rumah ini. Hingga akhirnya dia sampai di sebuah dapur yang begitu indah. Sangat rapi tata letak nya pun sangat pas. Dengan meja dan kursi yang terbuat dari kayu. Tampak sangat cantik.    "Oh selamat pagi nona," sapa seorang wanita paruh baya yang berusia kira-kira lima puluh ke atas.   "S.. Selamat pagi" balas Atha kikuk.   "Anda ingin sarapan apa nona, saya di perintahkan untuk melayani anda. Jadi jangan sungkan untuk meminta apapun pada saya." ucapnya sopan.   "Apa saja, aku akan memakan apa saja yang akan anda masakan.. Eum.. Mrs. Mira?" tanya Atha sedikit ragu.   "Benar, nama saya Mira, nona."    "Cukup memanggil dengan panggilan Atha saja, jangan pakai nona."  tolak Atha lembut.  "Dan aku memaksa, Mrs.. Panggil Atha saja". "T..tapi nona." "Please, aku bukan siapa-siapa disini. Jadi panggil nama saja ya." Putus Atha tak ingin di bantah.  Atha tersenyum lembut, dan berjalan ke arah kursi. Dia duduk disana menunggu masakan yang akan di buatkan oleh Mrs. Mira. Dia melihat ke sekeliling, apakah ada telpon yang bisa dia gunakan. Namun hasilnya nihil tak ada apapun di sana. Membuat Atha berdecak.  Setelah sepuluh menit akhirnya makanan sudah siap di depan Atha, makanan khas Italia tapi Atha tidak terlalu paham namanya. Yang terpenting sekarang perutnya terisi oleh makanan, dan tentang rencana kaburnya dia akan memikirkannya nanti saja.   Suara derap langkah kaki membuat acara makan Atha terhenti, dia menoleh ke arah sumber suara kaki tersebut. Disana berdirilah seorang pria dengan setelan jas yang rapi, pria yang kemarin ikut mengantarnya kesini.  Supir pribadi Domick.   "Selamat pagi nona" ucapnya sambil membungkuk.   "Pagi." balas Atha cuek, dia masih kesal karena pria itu mengabaikan Atha saat dia minta tolong.  Atha kembali melanjutkan makannya, dan tidak memperdulikan pria itu lagi. Dia sama saja seperti tuannya, dingin, aneh dan tidak tersentuh. Apa orang-orang yang terlibat dengan Dominick memang seperti itu ya?   "Saya akan membantu apapun yang nona butuhkan, jika ingin sesuatu katakan pada saya" ucapnya lagi. "Nama saya Rome."  "Apapun?"  "Benar. Apapapun, nona." "Kalau begitu bantu aku pergi dari sini." Ucap Atha menatap serius ke arah Rome. "Jika untuk hal itu, maaf saya tidak bisa melakukannya. Karena hanya tuan Dominick yang berhak untuk melakukan hal itu." Terang Rome. Atha menganguk mengerti. Tentu saja hal itu mustahil untuk di lakukan. Jika tidak bisa kenapa bilang 'apapun'. Membuat mood Atha semakin kesal saja. Atha meminum air putih yang terletak di sampingnya. Meneguk nya sampai tandas, hilang sudah seleranya untuk makan. Dia lalu bangkit dari tempat duduknya, tidak lupa mengucapkan terima kasih pada Mrs. mira untuk makannya.   Atha berjalan ke arah Rome, memincinkan matanya. Dan tanpa di duga Atha menginjak kaki rome dengan kencang. Membuat pria itu memekik kaget.   "Itu balasan karena mengabaikan ku, dan jangan panggil aku nona. Aku bukan nonamu, aku hanya wanita yang di beli oleh tuanmu. Panggil saja dengan nama, itu permintaanku. Tidak sulit bukan?" ucap Atha dengan menyungingkan senyum manis yang di buat - buat.  "B.. Baik nona.. Maksud saya Atha." balasnya kaku. Atha segera meninggalkan dapur dan tak lupa tersenyum licik, dia sangat senang karena akhirnya bisa membalas perlakuan dari pria itu. Sangat menyengkan juga. Semoga ayahnya tidak marah jika tahu putrinya ini memiliki sifat pendendam.   Ayah.  Atha merindukannya, sudah lama dia tidak menghubungi keluarganya. Mereka pasti khawatir. Lalu Felisia dia juga sama, karena Atha tidak hadir di acara pernikahan yang begitu sakral bagi sahabatnya itu. Semoga saja Felisia tidak membencinya, dia tidak mau sampai terjadi hal seperti itu. Dan semoga Felisia sadar, bahwa telah terjadi sesuatu padanya. Kemudian mulai mencari dirinya. Atha kembali melihat kesekeliling rumah. Mencoba mencari tahu bagaimana seluk beluk rumah besar yang tengah dia injak sekarang. "Aku harus mencari cara untuk kabur. Kali ini tidak boleh gagal lagi."  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN