"Udara terasa tidak mau masuk melalui hidungku. Dan membuatku merasa sesak yang teramat."
*****
Udara terasa begitu dingin malam ini, di salah satu kamar dari sebuah Mansion. Tak ada cahaya terang di sana. Hanya sebuah cahaya redup dari lampu yang terletak di sisi tempat tidur. Bahkan sinar rembulan yang biasa masuk, kali ini terhalang oleh awan - awan.
Suasana di sana juga di d******i oleh kesunyian. Dua orang yang kini berada di atas tempat tidur, memilih untuk diam sejak beberapa menit yang lalu. Kemudian jangan lupakan pakaian yang berserakan di lantai.
Milik keduanya tentu saja.
Mereka telah melakukan hal yang seharusnya di lakukan oleh sepasang suami istri. Tapi kenyataan berkata lain. Kegiatan yang seharusnya di lakukan atas dasar cinta nyatanya hanya berlandaskan kepuasan saja. Dominick memaksa Atha untuk melakukan hal yang tidaj ingin dia lakukan.
Tidak ada kalimat yang mampu menjelaskan tentang bagaimana perasaan Atha saat ini. Apa yang baru saja dialaminya masih terus terbayang. Terus berputar di memori otaknya seperti sebuah kaset rusak.
Kini Atha hanya mampu meringkuk di atas tempat tidur yang sudah tidak bisa di katakan rapi. Begitu berantakan, bantal, dan sprei sudah tergeletak di atas lantai.
Atha bergelung layaknya seorang bayi yang masih di dalam kandungan. Menutupi tubuh polosnya dari pandangan lelaki yang kini entah sejak kapan sudah berdiri di depan ranjang. Atha merasa sangat kotor dan menjijikan, sudah tidak ada lagi hal berharga untuk dirinya sendiri. Sudah tidak ada, semuanya telah hilang. Di tangan seorang pria tidak berperasaan bernama Dominick.
Dominick berjalan ke arah selimut yang tergeletak di lantai. Dia mengambilnya lalu berjalan ke arah Atha. Menyelimuti tubuh mungil Atha yang meringkuk seperti bayi di dalam kandungan.
Apa yang kau lakukan Dominick? Kenapa kau berubah menjadi pria baik, padahal sebelumnya kau telah melakukan hal yang sangat hina pada Atha.
"Mandilah." ucap Dominick pelan.
Bukannya menjawab Atha kini makin meringkuk dihadapanya, suara Dominick yang terdengar di telinganya membuat tubuhnya kembali gemetar. Dia takut Dominick akan melakukan hal buruk seperti tadi. Dia tidak mau Dominick berada dekatnya.
Dia ingin berteriak memakainya, tapi Atha tidak memiliki tenaga lagi. Semuanya sudah terkuras akibat kegiatan tadi, dia tidak menikmatinya sungguh. Dia kelelahan berteriak dan juga meronta.
Bukan kelelahan karena ikut mengimbangi permainan Dominick Atas tubuhnya.
Karena tak mendapatkan jawaban, Dominick melangkahkan kakinya untuk memunguti pakaiannya, menggunakannya dalam diam. Tapi matanya tidak lepas sedikitpun dari Atha. Matanya tak sengaja melihat lilitan dasi yang masih mengikat tangan Atha. Langkah kaki Dominick kemudian menuju ke arah Atha.
Sadar akan posisi Dominick yang berada di dekatnya membuat Atha mendongak. Dan tubuhnya kembali gemetar.
'Apa lagi yang dia mau?' Ucap Atha dalam hati.
Tanpa di duga Dominick duduk di sisi Ranjang. Meraih kedua tangan Atha yang masih terikat, membuka ikatan dasi hitam miliknya dengan kediaman. Atha sudah tidak memiliki tenaga lagi. Bahkan untuk mencerna apa yang di lakukan Dominick, atau sekedar melawan dia tidak bisa. Atha sudah sangat lelah.
Hati, tubuh, dan juga jiwanya merasakan sakit yang teramat sangat. Semua itu di karenakan Dominick. Setelah selesai melepaskan ikatan dasinya, pria itu bangkit dari ranjang. Berjalan menuju pintu berwarna coklat yang tidak jauh dari sana.
Membukanya secara perlahan, lalu berlalu pergi tanpa menoleh ke arah Atha lagi. Meninggalkan Atha di dalam kamar itu sendirian.
"Huaaaaa!!!" Pecahlah sudah tangisan Atha.
Setelah menahan sesak di bagian dadanya, dia berteriak sangat keras. Tidak perduli jika lelaki yang barusan keluar akan mendengarnya. Dia sudah tidak perduli. Karena sekarang yang dia butuhkan adalah menumpahkan semuanya.
Rasa sakit yang dia derita sangat menyakitkan, begitu menyakitkan hingga tak ada darah yang keluar. Semuanya telah hancur, kehormatannya, masa depan, dan juga kepercayaan yang di berikan oleh ayahnya. Atha menangis meraung raung, di atas tempat tidur yang menjadi saksi.
Dimana kehormatanya sebagai seorang wanita di ambil secara paksa, hal yang selalu di jaganya. Kini sudah tidak ada lagi, dia adalah wanita kotor! Menjijikan! Wanita sampah!
"Aku kotor!.. kotor.. kotor Arghhkhhh!!" Teriak Atha.
Atha mencoba untuk menghapus semua jejak yang tadi di tinggalkan oleh Dominick. Dia merasa jijik, dia terus mengosokan tangannya di seluruh tubuhnya yang tadi di sentuh oleh Dominick tapi tidak ada hasil. Karena tanda kemerahan itu masih ada, bukti bahwa dirinya telah di nodai tercetak dengan sangat jelas di seluruh bagian tubuh Atha.
Atha mejambak rambutnya, melemparkan selimut yang tadi berada di atas tubuhnya. Dia mencengkram dadanya yang begitu sesak.
Kenapa udara serasa tidak berpihak padanya, karena dia sangat sulit untuk bernafas.
Air mata terus mengalir deras, dan tidak mau berhenti. Rasa nyeri di bagian bawah tubuhnya juga menambah sakit di hati Atha.
Dia masih dengan jelas mengingat bagaimana Dominick melakukan hal itu padanya, dia belum siap tapi Dominick terus memaksakan miliknya untuk masuk.
Bahkan Atha tidak bisa mengerakan bagian bawah tubuhnya, karena jika dia melakukan itu maka rasa nyeri itu akan kembali terasa. Dan membuat Atha semakin muak akan dirinya sendiri.
"Ayah!! Tolong Atha.. Atha ingin pulang.. Bawa Atha pulang... " histeris Atha di kamar Dominick.
Sementara itu di luar kamar, tanpa ada sadari Dominick ternyata masih berada di sana. Menyenderkan punggungnya pada tembok. Dia mendengar apapun yang Atha katakan, tidak ada satupun yang terlewat.
Tapi dia tidak melakukan apapun, hanya berdiri sambil menatap kosong ke depan. Dia merogoh saku celananya, lalu mengeluarkan ponsel miliknya. Menghubungi seseorang tentu saja.
"Ke mansion sekarang, Rome!" perintah Dominick langsung. Tanpa ada rasa basa basi sedikitpun.
"Baik tuan!"
Pip!
Dominick mematikan ponsel miliknya, lalu berjalan ke arah pintu keluar. Dia akan tidur di tempat lain saja. Entah kenapa pikirannya menjadi tidak menentu sekarang.
Rome datang beberapa waktu kemudian, tanpa banyak bertanya dia membukakan pintu mobil untuk Dominick. Setelah tuannya masuk, dia pun juga ikut menyusul masuk ke dalam.
Melajukan mobilnya ke tempat apartemen Dominick, walaupun Dominick tidak mengatakan apapun. Dia tahu rumah bukanlah tempat yang akan di tuju oleh tuannya.
"Jangan ke apartemen, Rome. Aku ingin minum sebentar. Di tempat biasa" ucap Dominick, dia menyandarkan punggungnya di kursi penumpang.
Meletakan lengan kanannya di atas kedua matanya.
Tanpa banyak bertanya Rome mengikuti apa yang di ucapkan oleh Dominick. Pasti sudah terjadi sesuatu di rumah itu, jika tidak mana mungkin Dominick akan tampak aneh seperti saat ini.
"Apa yang kulakukan saat ini sudah benar?" gumam Dominick lirih.
****
#Dua hari kemudian
Dua hari telah terlewati, dari malam kelam itu. Malam dimana Atha di perlakukan dengan tidak semestinya. Atha tahu bahwa dia harus melayani pria itu, namun bukan dengan cara pemaksaan yang berujung rasa sakit di area kewanitaan Atha.
Selama seharian hari Atha mengurung dirinya di kamar, setelah esok paginya dia berusaha mati-matian untuk berjalan tertatih dari kamar Dominick menuju kamar miliknya sendiri. Nyeri di sekitar area sensitifnya sangat menganggu Atha. Butuh sedikit tenaga untuk melakukannya.
Dan pria itu tidak pernah muncul lagi. Darimana Atha tahu? Mungkin itu cuma perasaannya saja. Tapi sepertinya benar, karena pria itu tidak menampakan dirinya di depan Atha.
Atha memilih untuk tidak keluar kamar, bahkan ketika Mrs. Mira mengetuk kamarnya berulang kali. Ia tetap tidak mau membuka pintu. Atha juga tidak memakan apapun, membuat tubuhnya semakin lemas. Tapi wanita itu tidak perduli, dia masih ingin berada di kamar, dan tidak berniat untuk keluar.
Tapi keesokan paginya Rome membuka kamar milik Atha dengan kunci cadangan yang dia minta dari Mrs. Mira. Dia ingin melihat keadaan Atha secara langsung.
"Mau apa kau kesini?" tanya Atha sengit.
Dia kini berada di atas sofa yang terletak di balkon kamarnya, memandang Rome dengan tatapan benci.
"Saya hanya ingin memastikan keadaan anda nona, itu saja."
"Aku baik-baik saja, jadi lebih baik kau bisa pergi sekarang!" ketus Atha, dia langsung menoleh kan kepalanya ke arah danau. Tidak mau lama-lama memandang wajah Rome.
"Anda tidak makan seharian kemarin, Mrs. Mira khawatir. Jadi dia meminta tolong pada saya untuk membujuk anda. Setidaknya anda makan sedikit saja" terang Rome tak mengindahkan ucapan Atha.
"Aku tidak butuh perhatian darimu, jadi pergilah!!" bentak Atha pada Rome.
"Saya tahu anda sangat marah, tapi kesehatan anda juga penting. Anda merasa tersiksa berada disini bukan? Jadi cepatlah hamil dan melahirkan seorang anak untuk tuan Dominick. Maka setelah itu anda bisa bebas dari sini." Seru Rome dengan santainya.
Atha langsung menolehkan kepalanya ke arah Rome. Dia tidak menyangka pria itu bisa mengatakan hal yang akan menyakiti harga diri Atha. Seperti sekarang. Tuan dan bawahan sama saja!
"Kau... Apa kau sadar apa yang baru saja kau katakan itu!!" Pekik Atha kesal. Dia lalu bangun dari tempat duduknya.
"Saya sangat sadar, karena saya mengatakan fakta yang ada. Hanya itu satu - satunya cara agar anda bisa keluar dari sini. Saya permisi, makanannya saya taruh di atas tempat tidur anda." Terang Rome sambil menaruh nampan di atas tempat tidur.
Setelah itu Rome lalu pergi begitu saja, tanpa memperdulikan balasan Atha atas ucapannya tadi.
Atha seperti sudah mulai menerima keadaan setelah perbincangannya dengan Rome. Terlihat dari dia yang sudah mulai mau keluar dari kamarnya. Jika dua hari yang lalu dia memilih untuk mengurung diri, kali ini dia keluar untuk menampakan dirinya. Berjalan pelan ke arah meja makan yang sudah penuh dengan makanan di atasnya.
Atha meneguk air liurnya, dia lapar bahkan sangat lapar. Sejak semalam dia sudah memutuskan, tak akan ada lagi acara menangis dan menyiksa diri. Karena dia sadar, tidak ada ibu yang akan menghawatirkannya.
Dia disini sendirian, walaupun ada Mrs. Mira yang akan datang tapi itu hanya sampai jam empat sore. Selebihnya hanya dia sendiri di dalam rumah besar ini.
Wanita paruh baya yang sejak tadi berkutat dengan masakannya itu sedikit terkejut. Karena melihat sosok gadis yang selama ini tak keluar dari kamarnya. Justru tengah berada di meja makan. Dia berdiri mematung dengan piring yang ada ditangannya, Atha hanya mampu tersenyum melihat kejadian itu.
"Selamat pagi," sapa Atha tersenyum lembut ke arah Mrs. Mira.
"A..ah selamat pagi nona Atha, anda sudah bangun? Mari silahkan makan." balasnya meletakan kembali piring di atas meja tersebut.
Atha mengangguk, dan mulai duduk di kursi pilihanya. Mrs. Mira meletakkan piring di hadapan Atha, dan Athapun mulai melahap makanan yang ada di hadapanya.
"Ah, Mrs.Mira ayo makan bersama." ajak Atha sambil menarik tangan Mrs Mira.
"O..oh tidak nona, saya bisa makan di dapur." Balasnya menolak secara halus.
"Tidak, Mrs harus makan bersama saya. " kekeuh Atha dan mendudukan wanita itu di sampingnya. Tersenyum manis kepadanya, mengambilkan makanan di atas piring itu.
Membuat Mrs.Mira merasa tidak enak sendiri, tapi dia tidak bisa melawan karena dia sudah di perintah oleh Dominick untuk menuruti semua kemauan Atha.
Mereka berdua menikmati makan pagi itu dengan keheningan, tidak ada yang mau mengatakan sepatah katapun hanya untuk memecahkan keheningan. Sepertinya mereka berdua tengah melamun kan sesuatu. Hingga terdengar suara ketukan sepatu yang bertabrakan dengan lantai dan berbunyi sangat kencang, seperti tengah berlari.
"Kakak!" teriakan itu sangat mengema dan tidak bisa terbantahkan.
Membuat Atha dan juga Mrs.Mira menghentikan acara makan mereka. Keduanya memandang sosok gadis yang kini berdiri di seberang meja makan, dengan kemeja kotak biru putih serta bando cantik menghiasi rambut hitamnya.
Mrs Mira langsung berdiri dan memberi hormat. Wanita itu tahu siapa gadis yang kini berdiri di hadapan Atha maupun dirinya.
"Nona Samantha, selamat pagi." ucap Mrs Mira dengan memberi hormat.
"Pagi Mrs, ah iya apa anda melihat Kak Dominick."
"Tuan muda? Sudah dua hari beliau tidak kemari. Apa anda membutuhkan sesuatu?" tanya miss Mira masih berdiri di tempatnya.
"Tidak, nanti saja jika dia sudah pulang. "
Gadis itu kini bertemu pandang dengan tatapan mata Atha, mereka saling mencari tahu lewat tatapan masing-masing. Tanpa ada jeda sedetikpun, seperti ruangan itu hanya diisi oleh mereka berdua. Hanya keheningan dan juga kesunyian yang mendominasi.
"Siapa kau?" tanyanya santai.
"Atha." jawab Atha acuh dan mulai makan kembali.
"Pembantu baru disini?" tanya nya masih penuh penasaran.
"Aku juga tidak mengerti kenapa bisa disini, mungkin bisa kau tanyakan pada tuan Dominick." tambah Atha lagi.
Dia masih merasa lapar, biarpun badanya kecil tapi dia mampu menampung banyak makanan. Seperti dianugrahi, tubuhnya tidak bertambah berat walaupun nafsu makannya sangat besar.
Gadis itu hanya mampu mengangguk dan mulai duduk di sebrang tempat Atha sekarang, Miss Mira kini mulai melayani gadis kecil di depan Atha. Tapi jika di pandangi secara seksama memang ada sedikit kemiripan di mata dan juga bentuk kelopak matanya. Ada sedikit wajah Dominick disana.
'Gadis ini, tidak punya sopan santun sama sekali.'
.
.
.
To be continued.