"Aku terjebak dalam takdir yang tidak ku ketahui akan membawaku kemana."
*****
"Apa ini sudah semuanya?"
"Sudah tuan, semua berkas yang dibutuhkan dalam proyek Milan berada dalam dokumen itu."
"Baiklah, kau boleh pergi."
"Baik, tuan." Jawabnya singkat.
Setelah memberikan semua berkas yang di butuhkan. Pria dengan tinggi seratus delapan puluh lima centi meter itu, memutuskan untuk keluar dari ruang atasanya. Berjalan menuju arah luar. Urusannya sudah selesai disini jadi dia kembali ke tempat itu. Mansion milik tuannya.
Saat sudah sampai di lantai dasar. Dia melangkahkan kakinya menuju tempat parkir dimana mobilnya berada. Kemudian pergi dari sana, sambil sesekali mengecek ponsel miliknya.
Sudah lebih dari sepuluh tahun dia bekerja untuk tuanya, dengan gaji yang tak pernah dia permasalahkan. Karena baginya uang tidak penting, pengabdiannya pada Dominick ia lakukan demi membalas jasa dari tuanya. Yang dulu pernah menyelamatkan hidupnya, terdengar sangat cheesey tapi itu adalah kemauanya sendiri.
Benar, dia adalah Rome supir Dominick sekaligus orang kepercayaanya. Bisa di katakan tangan kanan Dominick. Semua pekerjaan di lakukan olehnya. Dia bisa dalam segala bidang.
Rome terpaut hanya dua tahun dari usia Dominick. Hingga sekarang, Ia tidak pernah memiliki seorang pendamping. Banyak yang mengira dia adalah pecinta sesama jenis, tapi hanya dia dan Tuhan saja yang tahu kebenaranya.
Seperti Dominick, Ia adalah pria dingin yang sulit sekali di sentuh. Semuanya tertutup, Dominick sekalipun juga tidak mengenal baik siapa Rome.
Setelah perjalanan tiga jam, akhirnya dia sampai di rumah itu. Kediaman Dominick yang sangat tersembunyi dari orang luar. Memang rumah ini sengaja di bangun untuk tempat tenang bagi Dominick. Karena akses menuju tempat ini sangat sulit dan hanya memiliki satu jalan saja untuk menuju kota.
Mobil hitam yang ia kendarai kini telah sampai di pekarangan depan rumah, setelah mematikan mesin dia bergegas untuk turun dari mobil. Menutup pintu secara pelan, dan berjalan ke arah pintu. Namun langkahnya terhenti takkala dia mendengar suara tawa yang berasal dari sisi rumah.
Rome berjalan mendekat untuk memastikan, keningnya sedikit mengkerut bingung. Seingatnya jam segini Mrs.Mira akan pergi ke kota untuk membeli bahan masakan. Otomatis tinggal Atha sendirian. Tapi, suara siapa yang dia dengar selain milik gadis itu.
Karena di dera rasa penasaran, Rome berjalan pelan ke arah samping rumah. Dimana terdapat sebuah kolam renang out door. Dan masih dalam ruang lingkup rumah besar itu. Di sanalah,terdapat jawaban atas pertanyaan Rome. Suara tawa itu berasal dari gadis dan juga nona muda dari keluarga Duncan.
Samantha, adik perempuan Dominick. Tapi bagaimana caranya dia bisa tahu kediaman rumah Dominick? Lalu bagaimana dia bisa kemari. Pasti Dominick nanti tidak akan senang, mendengar ini.
You know, I love it when the music's loud
But c'mon, strip that down for me, baby
Now there's a lot of people in the crowd
But only you can dance with me
So put your hands on my body
And swing that round for me, baby (swing)
You know, I love it when the music's loud
But c'mon, strip that down for me (yeah, yeah, yeah, yeah)
Suara dering ponsel dalam saku jasnya membuatRome tersentak dan segera sadar dari lamunan. Dia langsung merogoh saku jasnya, mengambil ponsel hitam yang terus berbunyi. Segera dia mengeser tombol warna hijau.
"Iya tuan." jawab Rome serius.
Ternyata itu adalah panggilan dari Dominick. Sudah dua hari dia tidak kembali ke sana, ya semenjak malam itu. Dominick lebih memilih untuk tinggal di apartemen.
"Bagaimana keadaanya?" tanya Dominick.
"Dia terlihat baik-baik saja tuan, sekarang sedang berenang bersama nona Samantha." Jelas Rome dengan mata yang tak lepas dari kedua gadis di dalam kolam renang berukuran besar tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Samantha?! Bagaimana bisa dia berada di sana?" Teriak Dominick di ujung telpon.
"Saya juga tidak mengetahuinya tuan. Ketika saya datang, nona Samantha sudah bersama dengan nona Atha" terang Rome.
"Baiklah terus awasi mereka, dan jangan sampai Atha kabur."
"Baik tuan" jawab Rome tegas.
Pippp!
Setelah sambungan terputus Rome kembali memasukan ponselnya kedalam saku jas, dia bersandar ke dinding yang sedari tadi menjadi tempatnya bersembunyi.
Terus memandang kearah dua wanita yang tengah tertawa karena saling menyipratkan air ke tubuh masing - masing. Pemandangan yang sangat jarang terlihat, karena selama ini Samantha hanya menunjukan wajah datar kepada orang yang baru saja di temuinya. Sihir apa yang Atha berikan, sehingga bisa membuat Samantha bisa seceria itu.
Rome selalu memperhatikan Atha dari jauh, entah kenapa dia merasa akan terjadi sesuatu antara dirinya dan juga Dominick.
Bukan ingin ikut campur, hanya saja Rome berharap apapun yang akan terjadi semoga saja Atha bisa siap.
"Kuharap kau akan kuat, nona Atha. Badai hebat akan menghantam dirimu. Jadi cepat hamil lalu melahirkan, setelah itu jangan pernah mengingat jika anda pernah berurusan dengan Dominick. Jangan sekalipun! Karena anda tidak akan sanggup untuk menghadapinya nanti." bisik Rome lirih sambil terus memandang wajah Atha.
*****
Sementara itu di tempat lain, di sebuah gedung yang sangat tinggi. Seorang pria tengah menahan kekesalannya. Dia tidak menyangka akan berita yang baru saja di kabarkan oleh supir pribadi sekaligus tangan kanannya. Rome.
Baru saja dia mendapatkan kabar bahwa Samantha berada di Mansion miliknya. Bagaimana caranya dia bisa mengetahui tempat rahasia Dominick. Sayang sekali, pekerjaannya masih sangat menumpuk. Padahal Dia ingin segera berada di sana dan bertanya kepada Samantha, bagaimana caranya dia bisa tahu dan sampai disana.
Apa Rome? Mrs.Mira? Tidak. Mereka adalah orang kepercayaan Dominick yang tidak akan mungkin menghianatinya. Hanya mereka berdua yang tahu, selain dirinya.
Jadi tidak mungkin ada orang lain yang memberitahukannya kepada Samantha bukan?
Arghh! Kepala Dominick sangat pusing memikirkan hal ini.
"A..akh. sakith tuanh, hentikanh."
Tapi tiba-tiba saja kilasan kejadian beberapa waktu yang lalu kini terputar kembali. Saat dimana Dominick yang penuh dengan emosi mengambil keperawanan gadis yang dia beli dengan harga sepuluh puluh juta dollar.
Dominick bahkan tidak kembali kesana, entah kenapa dia juga tidak tahu. Bahkan sampai sekarang Dominick tidak menanyakan namanya. Dia tahu jika gadis itu mengurung dirinya setelah Dominick mengambil harta berharganya.
Dan juga tidak makan seharian. Karena Rome selalu melaporkan keadaan Atha padanya. Dia sangat keterlaluan, tapi itu bukan menjadi hal yang penting. Karena yang ada di pikiran Dominick adalah dia bisa memberinya seorang anak. Tanpa adanya ikatan pernikahan.
Dia adalah wanita yang akan melahirkan keturunan untuk Dominick. Seorang anak. Anak? Kenapa hal itu tidak pernah bisa membuat hati Dominick bergetar. Ketika semua teman-temannya di tempat kerja membahas keluarga mereka masing-masing. Dominick tidak pernah sedikitpun bisa memahaminya, tentang mereka yang menceritakan istri dan anak-anaknya.
Seakan akan ada kebahagiaan tersendiri yang mereka rasakan, tapi bagi Dominick semua itu tidak akan mungkin dia rasakan. Sebuah pernikahan dengan seorang perempuan sudah masuk dalam daftar hitamnya. Tidak mungkin Dominick bisa menjalin satu komitmen, karena baginya hal itu tidak pernah ada. Setia sehidup semati? Mengelikan sekali.
Suara bunyi telpon membuat Dominick tersadar, dan segera mengangkat gangang telpon yang tidak jauh dari tempat Dominick duduk.
"Iya, ada apa Serlotta?"
"Tuan ada yang ingin bertemu dengan anda" jawab seorang wanita di ujung telpon.
"Siapa?" tanya Dominick penasaran.
"Dia bilang, seorang fotografer tuan."
Dominick menaikan satu alisnya, seingatnya dia tidak membutuhkan seorang fotografer sekarang.
"Suruh dia pulang, aku tidak ingin menemui siapapun sekarang. Beri aku waktu satu jam untuk istirahat, Serlota."
"Baik tuan."
Dengan kasar aku menutup telpon, apa tidak bisa sehari saja aku terbebas dari masalah. Dominick muak jika setiap hari masalah baru menghampirinya. Samantha, Mom, Dad, dan sekarang apalagi.
Cklek!
Dominick dengar suara pintu di buka, apa Serlota ingin di pecat. Bukankah dia sudah bilang jika saat ini tidak ingin di ganggu siapapun. Malah sekarang, dia mendapati ada yang kurang ajar masuk ke ruanganya. Tanpa mengetuk pintu terlebih dulu.
"Apa kau tak__ "
"Hai, Alkeys."
.
.
.
To be continued.