PART 7 - SISI

1412 Kata
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir" (Ar-Ruum: 21) *** Rumah Keluarga Fatih, 15.00 WIB Fatih dan Aamina memasuki rumah yang cukup besar. Bapak satpam yang menjaga rumah Fatih mengucapkan salam ketika mobil Fatih memasuki pekarangan rumah. "Wah rumah kamu besar juga ya" "Rumah keluarga, bukan rumah saya" jawab Fatih. "Ya kan nantinya akan jadi punya kamu juga" balas Aamina. Aamina ikut turun ketika Fatih turun dari tempat kemudinya. Kemudian Aamina mengikuti kemana Fatih berjalan. Rumah Fatih terasa begitu teduh, bisa jadi karena pemiliknya yang soleh dan soleha atau karena memang sekitarnya banyak pohon hijau yang cukup tinggi. Ditambah karena lantainya yang terbuat dari kayu yang dingin. Aamina masih membuntuti Fatih lebih jauh masuk ke dalam rumahnya. Di ruang tengah. Fatih dan Aamina bertemu dengan Azra, yang hari itu nampak cantik menurut Aamina. "Assalamualaikum Mas Fatih, Mba Aamina, Ummu ada di ruang keluarga di belakang" sapa Azra menyapa Fatih dan Aamina. "Waalaikumsalam" jawab Fatih dan Aamina kompak. "Mba Azra cantik ya?" Bisik Aamina. Fatih mengerutkan dahinya. "Ya dia memang cantik, sepertinya semua orang juga tahu" balas Fatih. "Issh!" "Assalamualaikum, Fatih! Aamina" Ummu lebih dulu memberi salam ketika melihat Fatih dan Aamina datang seraya memeluk mereka berdua bergantian. "Waalaikumsalam Ummu" sahut Fatih dan Aamina bergantian. "Terima kasih sudah mau datang ke sini, sayang" ujar Ummu kepada Aamina. "Aamina suka rumahnya Ummu, bagus!" Ummu tersenyum simpul dan mengajak Aamina duduk santai di sofa berwarna cream yang lembut. Aamina duduk di sebelah Ummu dengan pakaian sekolahnya, dan sama seperti tadi di mobil, paha Aamina terekspos kemana-mana. Azra memberikan selembar kain motif pada Ummu. "Pakai ini ya, aurat kamu terlihat Fatih tu. Dia kan belum jadi mahrom kamu" ujar Ummu lembut seraya memberikan kain katun itu pada Aamina. Aamina berpaling menatap Fatih, "Fatih enggak suka paha perempuan kok katanya, Ummu" ujar Aamina mengulum bibirnya sambil tersenyum dan menerima kainnya kemudian digunakan untuk menutupi pahanya. "Ummu sama aja sama Fatih, tadi dia juga ngasih jaketnya buat nutupin paha aku, dia bilang enggak suka lihat paha Aamina" lanjutnya. "Alhamdulillah. Soalnya kalau enggak ditutupi kamunya dosa dan Fatih juga ikut berdosa karena melihat aurat kamu" Fatih menggelengkan kepalanya sambil ikut duduk di depan Aamina dan Ummu. "Tapi Fatih suka perempuan kan Ummu? Soalnya aku curiga Fatih enggak nafsu sama perempuan" selorohnya asal. Ummu terkejut sampai beristigfar. "Astagfirullahaladziim, Fatih pria normal kok, Aamina" "Ini anak kalau ngomong memang enggak ada filternya" ujar Fatih sambil menatap Aamina tajam dan tidak tahan untuk memberi komentar karena merasa namanya dicemarkan. "Terus kenapa sampai sekarang dia belum punya pacar atau istri?" Tanya Aamina pada Ummu sambil melihat Fatih yang duduk di depannya dengan ekspresi 'kamu bisa diam saja enggak?'. "Ya, memang Fatih belum bertemu dengan jodohnya, mungkin memang kamulah jodoh yang ditunggu Fatih" "Ummu" suara Fatih seperti mengingatkan. Ummu tersenyum seraya memberi tatapan lembut pada anak lelakinya itu. Fatih menggeleng lagi. Ia tidak bisa membantah Ummu. Ummu menginginkan Fatih memberi kesempatan pada Aamina. Dan mengingatkan Fatih bahwa Aamina itu merupakan amanat yang dipercayakan padanya dan harus dijaga. Dalam hati Fatih tidak yakin bisa menyukai Aamina seperti ia menyukai Azra. Ya, ia memang menaruh hati pada Azra sejak lama. Azra wanita yang lemah lembut dan taat beribadah. Tapi sayang Azra sudah memiliki kekasih yang sangat dicintainya dan sepertinya mereka akan segera menikah. Sementara itu Aamina tersenyum kecut karena mendengar Fatih menegur Ummunya. "Ck, lihat tuh Ummu. Anaknya aja enggak mau dapet jodoh aku" Fatih berpaling ke Aamina dengan mata membesar. Anak ini memang selalu asal saja kalau bicara. Fatih akhirnya memilih bersandar dan pasrah melihat Ummu membujuk Aamina. Ia juga terlihat menghela napasnya berkali-kali setiap mendengar pertanyaan Ummu atau jawaban Aamina. "Memangnya kamu sudah siap kalau harus menikah?" Tanya Fatih di sela-sela obrolan Ummu dan Aamina. Aamina tersentak dengan pertanyaan Fatih. Ia merubah posisi duduknya dan fokus menatap Fatih di depannya. "Memangnya enggak ada jalan lain, selain menikah? Ya jelas aja aku enggak siap. Aku kan punya cita-cita" sahut Aamina. "Apa itu?" Tanya Fatih lagi. "Jadi model terkenal---mungkin?" Jawabnya. "Model?!" "Iya, model majalah gitu. Aku sebetulnya udah pernah beberapa kali juga ikut kontes modeling"---"lagian kan sayang kalo aku punya badan bagus tapi enggak dimanfaatin secara maksimal, ya kan Ummu?" Aamina berpaling ke Ummu. Ummu terlihat sedang termangu menatap Aamina dan Fatih bergantian. Sedangkan Fatih memijat pelipisnya dengan jarinya. Tapi Ummu tersenyum menatap Aamina, "Iya sayang, kamu benar" ujar Ummu dan membuat Fatih membesarkan matanya menatap Ummu. Aamina hanya tidak tahu di mana salahnya cita-citanya tersebut. Fatih akan memberitahunya dan mengajarinya nanti, batin Ummu Nida. "Lalu, kamu mau gunakan untuk apa harta warisannya?" Fatih bertanya lagi pada Aamina yang kembali memicingkan matanya mendengar pertanyaan Fatih. "Kenapa memangnya? Itu kan uang aku" Sahut Aamina. "Suka-suka akulah nanti mau buat apa" lanjutnya. "Saya sudah konsultasi dengan Pak Radith, tidak ada jalan lain untuk kamu mendapatkan harta kamu itu kecuali menikah dengan saya. Tapi--saya tidak mau menikah hanya karena harta tersebut" Fatih menelan ludahnya. "Saya akan belajar menyukai kamu Aamina, selama kamu juga belajar untuk menjadi wanita yang saya inginkan menjadi istri saya" ujar Fatih sambil menatap Aamina. "Huh??" Amina terperangah. Fatih terdengar mendengus sekali lagi. Ummu menatapnya, memberi kode agar Fatih tetap sabar. Fatih mengerutkan keningnya. "Sepertinya kalau kamu mau harta warisan itu, kamu harus menikah, dengan saya" ujar Fatih. "Dan mengikuti syarat dari saya" tambahnya. Ummu mengangguk sambil tersenyum menatap Aamina. Mata Aamina mendelik. "Tapi aku kan masih sekolah!" Ia berdecak kesal. "Saya juga tidak mau menikah dengan anak kecil, kita akan menunggu sampai kamu lulus sekolah" tambah Fatih mengambil posisi akan berdiri. Aamina makin memicingkan matanya menatap Fatih. Kemudian ia berpaling menatap Ummu dengan ekspresi bertanya. "Ummu?" "Fatih benar sayang. Setelah kamu menyelesaikan sekolah baru kalian menikah. Kan sekolahmu kurang lebih setengah tahun lagi, bukan?" Perkataan Ummu benar-benar membuat mata Aamina membulat sempurna. Aamina menelan ludahnya dan mendengus. "Kalian berdua serius?? Terus selama enam bulan ke depan aku hanya hidup dari tunjangan Nenek setiap bulannya??" Aamina berdecak lagi.  "Uang itu enggak bisa buat beli mobil, jalan-jalan ke luar negeri atau beli apapun yang aku inginkan, Ummu" Aamina berdiri sekaligus menggeleng kesal. "Aku enggak mau nunggu sampai selama itu!" "Jadi kamu maunya menikah sekarang?" Tanya Fatih. "Ya enggak juga!" Sahut Aamina cepat. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ummu mengajaknya duduk kembali dengan tenang. "Aamina, tenanglah" "Pasti ada cara lain kan? Selain aku harus menikah, Ummu?? Aku itu masih punya banyak rencana. Masih terlalu muda untuk menikah" lirihnya putus asa. Ummu mengusap punggungnya. "Allah pasti punya rencana lebih baik untuk kamu nak. Percayalah" "Kenapa Allah ngasih cobaan segini berat sama Aamina sih, Ummu?" Protes Aamina. Fatih yang mendengar hal itu sedikit menyunggingkan senyumnya. Drama Queen, gumamnya dalam hati. "Aamina, Allah tidak akan berikan cobaan di mana hambanya tidak mampu mengatasinya" ujar Ummu seraya membelai Aamina. Fatih kembali menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa dan menaikkan satu kakinya pada kakinya yang lain. Ia tersenyum menikmati drama yang disajikan Aamina di depannya. "Ck! Buktinya Aamina enggak sanggup, Ummu" protes Aamina lagi. Fatih menggelengkan kepalanya. Kemudian ia mengangkat bahunya. "Sebetulnya saya tidak rugi apapun, ya kan Ummu?" Ujar Fatih, namun membuat Ummu membesarkan matanya pada Fatih. "Iish!" Aamina melemparkan tisu yang tadi ia gunakan ke arah Fatih dengan kesal. Fatih menangkisnya seraya menaikkan kedua alisnya. "Pilihan ada padamu, tentu saja" tambahnya dan ia kembali pada posisi hendak berdiri. "Tapi kau harus janji, setelah kita menikah, kamu akan berikan harta itu untukku!" Fatih hanya memiringkan kepalanya sambil berdiri. Ketika terdengar adzan Ashar, Fatih mengajak Ummu shalat bersama. Ummu mengangguk dan meminta Aamina ikut shalat Ashar bersama. "Tapi Aamina enggak ada mukena, Ummu" ujarnya. "Ummu punya banyak mukena, Aamina bisa pakai untuk shalat" ujar Ummu dengan lembut sehingga Aamina tidak kuasa menolak. Fatih menambahkan, "Saya kan sudah bilang, tas kamu yang besar itu diisi juga sama mukena" Aamina menatapnya sinis. "Tidak meninggalkan shalat itu salah satu syarat saya mau menikah sama kamu, Aamina" ujarnya sambil berlalu. "Huh?!" Aamina memalingkan wajahnya lagi sambil mendengus. "Kaya mau ngelamar kerja aja pake syarat segala" ujar Aamina. "Dan saya tidak mau main-main dengan pernikahan, saya punya prinsip untuk menikah satu kali seumur hidup" ujar Fatih lagi ketika membalikkan tubuhnya dan menghadap Aamina.  Mata Aamina membesar. "Apaan sih?? Ya kalo enggak cocok gimana??" Fatih mendelik. Belum juga menikah, tapi Aamina sudah membuatnya pusing kepala. Ummu juga ikut menghela napas pada akhirnya. Namun ia berdiri dan melangkah lebih dulu ke arah mushola. Ummu pusing juga lama-lama melihat calon pasangan ini. "Terus kalo aku enggak memenuhi syaratnya gimana??" Tanya Aamina memandang ke arah Fatih. "Kalau kamu masuk ke sebuah sekolah, terus kamu enggak melengkapi persyaratannya bagaimana??" Fatih malah bertanya balik. "Ya enggak masuklah!" Sahut Aamina cepat. "Ya sama!" "Maksudnya?" Aamina menghela napasnya, "enggak diterima?" Fatih mengangguk. "Enggak masuk kriteria jadi calon istri saya" "Iiih! Sok ganteng banget sih!" "Terserah" Fatih juga melangkah menuju mushola mengikuti Ummu. Aamina bersungut-sungut kesal. Sambil juga mengikuti langkah mereka. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN